Quantcast
Channel: Ustadz Menjawab – Eramuslim
Viewing all 153 articles
Browse latest View live

Doa yang Belum Terkabul

$
0
0

sigitAss. Wr. wb.

Pak Ustad kenapa yah kok setiap kali saya berdoa memohon sesuatu, kayaknya belum terkabul terus?,  Padahal saya sudah menjalankan semuanya, mulai dari sholat malam, sholat hajat dll, adakah solusinya pak ustad? apa yang harus saya lakukan?, kadang saya suka iri kok ada orang yang sholat aja gak tapi hidupnya berkecukupan.., makasih atas jawabannya..

Wasallam..

Waalaikumussalam Wr Wb

Allah swt berfirman :

هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Artinya : “Dialah yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; Maka sembahlah dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (QS. Ghofir : 65)

Dibanyak ayat, Allah swt telah memerintahkan kita untuk berdoa dan menjanjikan pengabulannya sebagaimana juga disebutkan dibanyak hadits. Doa adalah ibadah atau otak ibadah sebagaimana ditegaskan disebagian hadits. Dan setiap ibadah memiliki rukun-rukun, syarat-syarat dan adab-adab sehingga doa itu menjadi sah dan diterima.

Para ulama berkata bahwa sesungguhnya diantara syarat-syarat diterimanya doa adalah menghadirkan fikiran dan hati saat berdoa. Maka tidak cukup bagi seseorang hanya sekedar menggerakkan bibir tatkala berdoa sementara fikirannya berpaling dari Allah dan tidaklah cukup hanya menghadirkan fikiran sementara perasaannya dingin akan tetapi haruslah disertai dengan keinginan agar dikabulkan, rasa takut akan tidak dikabulkan dan menghadirkan keagungan Allah swt.

Hal ini dikuatkan dengan apa yang disebutkan di akhir ayat yang menyebutkan doa Nabi Ayyub, Dzin Nuun dan Zakaria tatkaa mengatakan,” wahai Roobul ‘Izzah…

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

Artinya : “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap dan cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada kami.” (QS. Al Anbiya : 90)

Seorang yang berdoa haruslah menjadi orang yang taat kepada Allah swt tanpa ada kekurangan, menyambut ketaatan dengan rasa senang, bersegera, berharap pengabulan doanya, serta rasa takut dengan mengahadirkan fikiran dan hati.

Didalam hadits shahih bahwa memakan yang haram mencegah pengabulan doa sebagaimana disebutkan Rasulullah saw tentang seorang laki-laki yang melakukan perjalan yang jauh, rambutnya kusut dan berdebu yang menengadahkan kedua tangannya ke langit dan mengatakan,”Wahai Robb, wahai Robb sementara makanannya haram, pakaiannya haram bagaimana,doanya akan dikabulkan.”

Perkara-perkara diatas (didalam hadits itu) yang menjadikan doa dikabulkan ditambah lagi berbagai perkara yang disunnahkan diantaranya : bersuci, menghadap kiblat, berdoa dengan doa-doa yang ma’tsur, berupaya memilih waktu-waktu dan tempat-tempat yang diberkahi seperti setengah malam akhir, antara adzan dan iqomat, tatkala melihat ka’bah, saat pengabulan doa di hari jum’at….

Juga membuka doa dengan mengucapkan basmalah, memuji Allah, shalawat dan salam atas Rasulullah saw dan menutupnya dengan shalawat atasnya juga… (Fatawa Al Azhar juz IX hal 369)

Untuk lebih memberi penjelasan tentang adab berdoa maka berikut penuturan Imam Ghazali tentangnya :

1. Hendaklah didalam berdoa berusaha memilih waktu-waktu yang mulia seperti hari arafah, ramadhan, hari jum’at, waktu sahur.

Artinya : “Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar (sahur).” (QS. Adz Dzariyat : 18)

2. Memanfaatkan kondisi atau keadaan-keadaan yang mulia, seperti sabda Rasulullah saw,”Doa diantara adzan dan iqomat tidaklah ditolak.” (HR. Abu Daud)

3. Hendaklah menghadap kiblat tatkala berdoa dan mengangkat tangan hingga terlihat warna putih kedua ketiaknya, sebagaimana diriwayatkan dari Anas bahwa Nabi saw mengangkat kedua tangannya sehingga terlihat warna putih kedua ketiaknya saat berdoa dan tidak memberikan isyarat dengan jari jemarinya.”

4. Merendahkan suara…; Aisyah mengatakan tentang firman Allah swt “janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu” (QS. Al Israa : 110) yaitu didalam doamu.
5. Tidak menyusahkan diri dengan bersajak didalam berdoa. Sesungguhnya seorang yang berdoa seyogyanya berada dalam keadaan tunduk sedangkan memberatkan diri tidaklah sesuai dengan sabda Rasulullah saw,”Akan datang suatu kaum yang berlebih-lebihan dalam berdoa.”

6. Tunduk, khusyu, penuh harap dan rasa takut, sebagaimana firman Allah swt :

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

Artinya : “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap dan cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada kami.” (QS. Al Anbiya : 90)

7. Berkeyakinan kuat akan dikabulkan doanya serta benar didalam pengharapannya. Sabda Rasulullah saw,”Berdoalah kepada Allah dan anda meyakini akan pengabulannya. Ketahuilah bahwa Allah azza wa jalla tidaklah mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Ahmad, Thabrani)

8. Mengulanginya hingga tiga kali. Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa Nabi saw apabila berdoa maka dia berdoa hingga tiga kali dan apabila dia meminta maka dia meminta hingga tiga kali.” (HR. Muslim)

9. Hendaklah mengawali doanya dengan dzikrullah (menyebut nama Allah) tidak langsung dengan meminta. Sabda Rasulullah saw,”Apabila kalian meminta kepada Allah azza wa jalla suatu keperluan maka mulailah dengan shalawat atasku…” (HR. Abu Thalib al Makkiy)

10. Bertaubat, mengembalikan simpanan-simpanan orang lain serta menyambut (seruan) Allah swt dengan penuh semangat. (Ihya Ulumuddin juz I hal 361 – 3650

Adapun tentang orang-orang sepertinya jauh dari Allah, seperti tidak mengerjakan shalat, tidak berpuasa di bulan Ramadhan atau bahkan orang-orang non muslim namun mereka memiliki ‘rezeki’ melebihi orang-orang yang shaleh maka tidak sepatutnya anda iri terhadap mereka. Karena seorang mukmin tidaklah iri dalam urusan dunia. Iri dalam urusan dunia hanya akan menyeretnya menjadi hamba dunia. Akan tetapi hendaknya seorang mukmin iri dalam urusan akherat.

Sesungguhnya iri atau tidak anda kepada mereka semua maka tidak akan dapat mencegah takdir Allah atas mereka. Dan perlu diyakini bahwa banyak harta, tingginya jabatan atau kedudukan belum tentu menjadi tanda keredhoan dan kecintaan Allah kepadanya.

Hal lain yang perlu juga anda yakini bahwa bentuk-bentuk pengabulan Allah swt terhadap doa seseorang ada tiga :
1. Langsung diberikan kepadanya apa yang dimintanya di dunia.
2. Ditahan untuk diberikannya di akherat.
3. Dihapuskan dosa-dosanya setara dengan doa-doanya

Sebagaimana disebutkan didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah seorang muslim berdoa kecuali dikabulkannya. Bisa dengan dipercepat pemberiannya di dunia, bisa dijadikan tabungan baginya di akherat dan bisa juga dihapuskan dosa-dosanya setara dengan doanya selama ia tidak berdoa sambil berbuat dosa atau memutuskan silaturahmi atau meminta cepat-cepat dikabulkan.”

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo Lc-


Tanda dari Malam Lailatul Qadar

$
0
0

sigitAssalaamu a’laikum Wr.Wb

Ustadz tiga pertanyaan mengenai Lailatul Qodar.

1. Ciri-ciri akan/turunnya malam Lailatul Qadar dan sesudahnya turunnya Lailatul Qadar

2. Perbedaan waktu/jam dengan negara lain tentang turunnya Lailatul Qodar.

3. Ciri-ciri orang yang mendapatkan curahan rahmat Malam Lailatul Qodar (kalau kita pas lagi ibadah  menyambut Lailatul Qadar, kebetulan malam itu Lailatul Qodar turun).

Itu saja pertanyaan saya, mudah-mudahan ustadz berkenan memberikan jawaban.

Terimakasih.

Wassalaamua’laikum Wr.Wb

Muhtadin

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Adin yang dimuliakan Allah swt

Ciri-ciri Lailatul Qodr

Dinamakan lailatul qodr karena pada malam itu malaikat diperintahkan oleh Allah swt untuk menuliskan ketetapan tentang kebaikan, rezeki dan keberkahan di tahun ini, sebagaimana firman Allah swt :

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ ﴿٣﴾
فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ ﴿٤﴾
أَمْرًا مِّنْ عِندِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ ﴿٥﴾

Artinya : ”Sesungguhnya kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[1369] dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya kami adalah yang mengutus rasul-rasul.” (QS. Ad Dukhan : 3 – 5)

Al Qurthubi mengatakan bahwa pada malam itu pula para malaikat turun dari setiap langit dan dari sidrotul muntaha ke bumi dan mengaminkan doa-doa yang diucapkan manusia hingga terbit fajar. Para malaikat dan jibril as turun dengan membawa rahmat atas perintah Allah swt juga membawa setiap urusan yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah di tahun itu hingga yang akan datang. Lailatul Qodr adalah malam kesejahteraan dan kebaikan seluruhnya tanpa ada keburukan hingga terbit fajar, sebagaimana firman-Nya :

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ ﴿٤﴾
سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ﴿٥﴾

Artinya : ”Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qodr : 4 – 5)

Diantara hadits-hadits yang menceritakan tentang tanda-tanda lailatul qodr adalah :

1. Sabda Rasulullah saw,”Lailatul qodr adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak dingin, matahari pada hari itu bersinar kemerahan lemah.” Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah yang dishahihkan oleh Al Bani.

2. Sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya aku diperlihatkan lailatul qodr lalu aku dilupakan, ia ada di sepuluh malam terakhir. Malam itu cerah, tidak panas dan tidak dingin bagaikan bulan menyingkap bintang-bintang. Tidaklah keluar setannya hingga terbit fajarnya.” (HR. Ibnu Hibban)

3. Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya para malaikat pada malam itu lebih banyak turun ke bumi daripada jumlah pepasiran.” (HR. Ibnu Khuzaimah yang sanadnya dihasankan oleh Al Bani)

4. Rasulullah saw berabda,”Tandanya adalah matahari terbit pada pagi harinya cerah tanpa sinar.” (HR. Muslim)

Terkait dengan berbagai tanda-tanda Lailatul Qodr yang disebutkan beberapa hadits, Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan,”Semua tanda tersebut tidak dapat memberikan keyakinan tentangnya dan tidak dapat memberikan keyakinan yakni bila tanda-tanda itu tidak ada berarti Lailatul Qodr tidak terjadi malam itu, karena lailatul qodr terjadi di negeri-negeri yang iklim, musim, dan cuacanya berbeda-beda. Bisa jadi ada diantara negeri-negeri muslim dengan keadaan yang tak pernah putus-putusnya turun hujan, padahal penduduk di daerah lain justru melaksanakan shalat istisqo’. Negeri-negeri itu berbeda dalam hal panas dan dingin, muncul dan tenggelamnya matahari, juga kuat dan lemahnya sinarnya. Karena itu sangat tidak mungkin bila tanda-tanda itu sama di seluruh belahan bumi ini. (Fiqih Puasa hal 177 – 178)

Perbedaan Waktu Antar Negara

Lailatul qodr merupakan rahasia Allah swt. Untuk itu dianjurkan agar setiap muslim mencarinya di sepuluh malam terakhir, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Carilah dia (lailatul qodr) pada sepuluh malam terakhir di malam-malam ganjil.” (HR. Bukhori Muslim).

Dari Abu Said bahwa Nabi saw menemui mereka pada pagi kedua puluh, lalu beliau berkhotbah. Dalam khutbahnya beliau saw bersabda,”Sungguh aku diperlihatkan Lailatul qodr, kemudian aku dilupakan—atau lupa—maka carilah ia di sepuluh malam terakhir, pada malam-malam ganjil.” (Muttafaq Alaihi)

Pencarian lebih ditekankan pada tujuh malam terakhir bulan Ramadhan sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori Muslim dari Ibnu Umar bahwa beberapa orang dari sahabat Rasulullah saw bermimpi tentang Lailatul Qodr di tujuh malam terakhir. Menanggapi mimpi itu, Rasulullah saw bersabda,”Aku melihat mimpi kalian bertemu pada tujuh malam terakhir. Karena itu barangsiapa hendak mencarinya maka hendaklah ia mencari pada tujuh malam terakhir.”

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda,”Carilah ia di sepuluh malam terakhir. Jika salah seorang kalian lemah atau tdak mampu maka janganlah ia dikalahkan di tujuh malam terakhir.” (HR. Muslim, Ahmad dan Ath Thayalisi)

Malam-malam ganjil yang dimaksud dalam hadits diatas adalah malam ke- 21, 23, 25, 27 dan 29. Bila masuknya Ramadhan berbeda-beda dari berbagai negara—sebagaimana sering kita saksikan—maka malam-malam ganjil di beberapa negara menjadi melam-malam genap di sebagian negara lainnya sehingga untuk lebih berhati-hati maka carilah Lailatul Qodr di setiap malam pada sepuluh malam terakhir. Begitu pula dengan daerah-daerah yang hanya berbeda jamnya saja maka ia pun tidak akan terlewatkan dari lailatul qodr karena lailatul qodr ini bersifat umum mengenai semua negeri dan terjadi sepanjang malam hingga terbit fajar di setiap negeri-negeri itu.

Karena tidak ada yang mengetahui kapan jatuhnya lailatul qodr itu kecuali Allah swt maka cara yang terbaik untuk menggapainya adalah beritikaf di sepuluh malam terakhir sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya.

Ciri-ciri Orang Yang Mendapatkan Lailatul Qodr

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dai Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa melakukan qiyam lailatul qodr dengan penuh keimanan dan pengharapan (maka) dosa-dosanya yang telah lalu diampuni.”

Juga doa yang diajarkan Rasulullah saw saat menjumpai lailatul qodr adalah ”Wahai Allah sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi Maaf, Engkau mencintai pemaafan karena itu berikanlah maaf kepadaku.” (HR. Ibnu Majah)

Dari kedua hadits tersebut menunjukkan bahwa dianjurkan bagi setiap yang menginginkan lailatul qodr agar menghidupkan malam itu dengan berbagai ibadah, seperti : shalat malam, tilawah Al Qur’an, dzikir, doa dan amal-amal shaleh lainnya. Dan orang yang menghidupkan malam itu dengan amal-amal ibadah akan merasakan ketenangan hati, kelapangan dada dan kelezatan dalam ibadahnya itu karena semua itu dilakukan dengan penuh keimanan dan mengharapkan ridho Allah swt.

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo Lc-

Fenomena Penampakkan Hantu

$
0
0

sigitAssalamualaikum wr wb..ustadz,di tempat saya bekerja sedang heboh adanya penampakan hantu yang cukup meresahkan,berbagai cara dilakukan rekan yang mengaku tahu dan bisa berhubungan dengan mahluk ghaib berusaha mengusir hantu trsbt dgn berbagai cara dari membakar dupa sampai dengan cara yang paling aneh dan lucu yaitu mengencingi keliling area penampakan hantu trsbt.Pekerjaan kami adalah penjaga malam(scurity)disebuah instansi.pertanyaan saya;

  • apakah mahluk ghaib yang berjenis hantu itu benar adanya,sedangkan yang disebutkan dalam al-qur’an hanya jin dan setan.
  • bisakah mereka menampakan diri dengan tujuan hanya untuk menakuti manusia?apa keuntungannya bagi mereka/hantu tsb
  • bagaimana cara yang paling efektif untuk mengusir hantu secara syari’ah islam

syukran katsiran,wasalamualaikum wr wb

Waalaikumussalam Wr Wb

Apakah Hantu Benar-benar Ada?

Kata jin berasal dari janna. Segala sesuatu yang tersembunyi darimu didalam bahasa arab disebut dengan janna anka.

Ibnul Manzhur mengatakan bahwa dinamakan jin karena mereka tersembunyi dan tidak terlihat oleh mata. Dinamakan janin karena ia tersembunyi di perut ibunya. Orang-orang jahiliyah dahulu pun menamakan malaikat dengan jinn dikarenakan ia tersembunyi atau tidak terlihat oleh mata.

Firman Allah swt :

وَالْجَآنَّ خَلَقْنَاهُ مِن قَبْلُ مِن نَّارِ السَّمُومِ

Artinya : “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS. Al Hijr : 27)

Sedangkan setan adalah berasal dari kata syathona yang berarti jauh, artinya jauh dari kebaikan. Ada yang mengatakan bahwa syaithon adalah bentuk fa’laan dari syaatho, yasyithu yang berarti celaka dan terbakar, ini menurut mereka yang menganggap bahwa huruf nun di kata syathon adalah tambahan. Sedangkan menurut Zuhri bahwa makna yang pertama lebih dikenal.

Sementara itu secara umum setan berarti yang maksiat, enggan dan terpenuhi dengan keburukan serta kemunkaran atau yang membangkang sehingga ia berbuat maksiat.
Dan segala sesuatu yang sewenang-wenang, membangkang baik dari golongan jin, manusia maupun binatang disebut setan. (Al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 2544)

Sementara itu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa setan adalah manusia atau jin yang membangkang sedangkan seluruh jin adalah anak-anak iblis. (majmu’ al Fatawa juz VII hal 15)

Adapun kata hantu didalam bahasa Indonesia sering digunakan untuk menyebutkan sesuatu yang membangkang, jahat, menakutkan dan tersembunyi dari mata manusia atau ghaib. Sehingga kata hantu digunakan untuk kuntilanak, pocong, gondoruwo, tuyul dan lain-lain. Akan tetapi kata hantu tidak pernah digunakan untuk manusia yang membangkang, jahat atau menakutkan.

Dengan demikian hantu termasuk dalam kategori setan dari golongan jin, sebagaimana makna setan diatas.

Keberadaan jin dan setan ini telah diakui dan ditetapkan dengan Al Qur’an, hadits maupun ijma’ para ulama.

Bisakah Jin atau Setan Menampakkan Diri

Tentang permasalahan ini Allah swt berfirman :

إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ

Artinya : “Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS. Al A’raf : 27)

Tentang ayat ini, Imam al Qurthubi mengatakan bahwa makna qabiluhu adalah bala tentaranya. Mujahid mengatakan bahwa mereka adalah para jin dan setan-setan. Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna qabiluhu adalah keturunannya.

Sebagian ulama mengatakan bahwa “dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka” adalah dalil bahwa jin tidak bisa dilihat. Ada yang mengatakan bahwa mereka bisa saja dilihat jika Allah swt ingin memperlihatkan mereka dengan menyingkap jasad-jasad mereka sehingga terlihat.

An Nahas mengatakan bahwa makna “dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka” menunjukkan bahwa jin tidak bisa dilihat kecuali pada masa Nabi sebagai bukti kenabiannya saw karena Allah azza wa jalla telah menciptakan mereka sebagai makhluk yang tidak bisa dilihat dan mereka bisa terlihat apabila mereka telah merubah bentuk rupanya. Dan itu merupakan bagian dari mu’jizat yang tidak ada kecuali pada masa para nabi.

Al Qusyairi mengatakan bahwa Allah swt telah menentukan bahwa anak-anak Adam (manusia) tidak dapat melihat setan-setan hari ini. Didalam sebuah riwayat disebutkan,”Sesungguhnya setan mengalir di tubuh anak-anak Adam pada aliran darahnya.”

Didalam beberapa hadits shahih disebutkan bahwa jin bisa dilihat. Bukhori meriwayatkan dari Abu Hurairoh berkata bahwa suatu ketika Rasulullah saw pernah menjadikan diriku sebagai penjaga zakat di bulan ramadhan—kisah ini cukup panjang—disebutkan didalamnya bahwa Abu Hurairoh menangkap jin yang mengambil korma dan Nabi saw bersabda kepadanya,”Apa yang dilakukan tawananmu semalam?” (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an jilid IV hal 163)

Hal itu ditegaskan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah yang mengatakan,”Didalam Al Qur’an disebutkan bahwa mereka (jin) mampu melihat manusia dari tempat yang manusia tidak bisa melihat mereka. Ini adalah kebenaran yang menunjukkan bahwa mereka bisa melihat manusia dalam suatu keadaan yang mereka tidak bisa dilihat oleh manusia. Dan mereka tidaklah bisa dilihat oleh seorang pun dari manusia pada suatu keadaan akan tetapi terkadang mereka bisa dilihat oleh orang-orang shaleh atau pun orang-orang yang tidak shaleh namun mereka semua tidaklah bisa melihat jin di setiap keadaan. (Majmu’ al Fatawa juz VII hal 15)

Cara Mengusir Hantu yang Sesuai Syari’ah

Adapun cara-cara dibolehkan syariah untuk melindungi seseorang dari gangguan jin, setan, hantu maupun yang sejenisnya adalah :

1. Berlindung kepada Allah dari gangguan jin, setan, hantu dan sejenisnya, sebagaiamana firman Allah swt :

وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya : “Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. “ (QS. Al A’raf : 200)

2. Membaca al Muawwidzatain (surat al Falaq dan an Naas)

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari hadits Abu Said al Khudriy berkata,”Rasulullah saw berlindung dari jin dan mata manusia hingga diturunkan al muawwidzatain. Dan tatkala turun kedua surat itu maka beliau saw menggunakan keduanya dan meninggalkan selain keduanya.”

3. Membaca ayat kursi

Hadits Abu Hurairoh diatas tentang jin yang mencuri korma sehingga Rasulullah saw bersabda,”Aku ajari kamu beberapa kalimat yang dengannya Allah memberikan manfaat bagimu.” Abu Hurairoh menjawab,”Apa itu?” beliau bersabda,”Apabila engkau hendak berangkat ke tempat tidur maka bacalah “Allahu Laa Iaha Illa Huwal Hayyul Qoyyum” –ayat kursi—hingga selesai ayat itu. Maka engkau akan senantiasa berada dalam perlindungan Allah swt dan dirimu tidak didekati setan sampai pagi.

4. Membaca suart al baqoroh.

Didalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan didalamnya surat al baqoroh.”

5. Penutup surat al Baqoroh’

Dari Abi Mas’ud al Anshari bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Baangsiapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat al baqoroh pada malam hari dia terlindungi.”

6. Awal surat hamiim surat al mukmin (ghofir) hingga firman-Nya “Wa Ilaihil Mashir” bersama dengan ayat kursi.

Dari Abu Hurairoh bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang membaca hamiim surat al mukmin hingga firmannya “Wa Ilaihil Mashir” dan ayat kursi pada pagi hari maka dirinya dilindungi oleh keduanya hingga sore hari. Dan siapa yang membaca keduanya pada sore hari maka dirinya dilindungi oleh keduanya hingga pagi hari.”

7. “Laa Ilaha Illallah Wahdahu Laa Syariika Lahu, Lahul Mulku Wa Lahul Hamdu Wa Huwa ‘Ala Kulli Syai’in Qodir” seratus kali.

Dari Abu Hurairoh bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Siapa yang membaca “Laa Ilaha Illallah Wahdahu Laa Syariika Lahu, Lahul Mulku Wa Lahul Hamdu Wa Huwa ‘Ala Kulli Syai’in Qodir” seratus kali maka baginya sepuluh penjaga, dituliskan baginya seratus kebaikan, dihapuskan seratus kesalahannya, dibentengi dari setan pada hari itu hingga sore hari…”

8. Memperbanyak dzikrullah azza wa jalla.

9. Berwudhu

Rasulullah saw besabda,”Sesungguhnya marah berasal dari setan. Sesungguhnya setan diciptakan dari api dan api dapat dipadamkan dengan air. Maka jika salah seorang dari kalian sedang marah hendaklah berwudhu.”

10. Menahan pandangan, pembicaraan, makan, bercampur dengan manusia.

Didalam musnad Ahmad bahwa Nabi saw bersabda,”Pandangan adalah salah satu panah beracun dari panah-panah iblis. Siapa yang meninggalkannya karena takut kepada-Ku maka akan digantikan buatnya keimanan yang dirasakannya manis didalam hatinya.” (Al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 5549 – 5553)

Wallahu A’lam

Tentang Qarin dan Mayat Hidup

$
0
0

sigitAsalamualaikum Wr Wb.

Selamat pagi Pak Ustadz, saya ingin menanyakan beberapa hal mengenai qarin.

  1. Apa yang sebenarnya dimaksud dengan qarin?
  2. Banyak yang berkata jika ada orang meninggal kemudian menampakkan sosoknya kepada manusia, itu adalah qarin dari orang tersebut. Apakah itu benar?

Mohon penjelasan dari Pak Ustadz. Terima Kasih..

Waalaukumussalam Wr Wb

Saudara Faruq yang dimuliakan Allah swt

Apa Itu Qorin ?

Telah diteguhkan didalam syariat bahwa setiap manusia memiliki Qarin yang berasal dari setan-setan. Firman Allah swt :

 قَالَ قَرِينُهُ رَبَّنَا مَا أَطْغَيْتُهُ وَلَكِن كَانَ فِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ

Artinya : “Qorinnya (yang mendampinginya) berkata (pula): “Ya Tuhan Kami, aku tidak menyesatkannya tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh“. (QS. 50 : 27)

Al Qurthubi menyebutkan bahwa Qorin didalam ayat itu adalah setan. Al Mahdawi menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan dalam hal ini.

Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Tidaklah seorang pun dari kalian melainkan dikuasai pendamping dari kalangan jin.” Mereka bertanya: Anda juga, wahai Rasulullah? beliau menjawab: “Aku juga, hanya saja Allah membantuku mengalahkannya lalu ia masuk Islam, tidaklah ia memerintahkan kepadaku kecuali kebaikan.”

Muslim meriwayatkan juga dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari kediamannya pada suatu malam. Aisyah berkata: Aku merasa cemburu pada beliau lalu beliau datang dan melihat apa yang aku lakukan. Beliau bertanya: “Kenapa engkau, wahai Aisyah?” aku menjawab: Orang sepertiku mengapa tidak menyemburui orang seperti anda? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apa setanmu mendatangimu?” Aisyah bertanya: Waha Rasulullah, apakah ada setan menyertaiku? Beliau menjawab: “Ya.” Aisyah bertanya: Juga menyertai semua manusia? Beliau menjawab: “Ya.” Ia bertanya: Menyertai anda juga? Beliau menjawab: “Ya, hanya saja Rabbku menolongku mengalahkannya hingga ia telah islam.”

Maksud dari Qorin adalah setan yang mendampingi anak Adam serta berusaha sekuat tenaga untuk menyesatkannya dari jalan yang lurus. Tidak mungkin seorang muslim mampu menguasai qorinnya itu serta memasukkannya kedalam islam karena Allah swt telah menjadikan ia sebagai ujian bagi seorang hamba agar diketahui mana orang yang beriman dan mana yang selainnya.

Qorin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah beriman dan menjadi muslim menurut pendapat yang kuat dari para ahli ilmu. Sesungguhnya Qorin itu telah menyerahkan diri dan tunduk kepada beliau.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam فأسلم : terdapat riwayat dengan merafa’ (dhamah) huruf mim dan menashabkan (fathah). Dan jika ia dhommah maka ia menjadi fi’il mudhore sehingga maknanya : Aku selamat dari kejahatan dan fitnahnya. Sedangkan apabila ia dengan fathah maka ia menjadi fi’il madhi yang memiliki dua makna :

  1. Bahwa jin itu telah islam dan masuk kedalam agama islam.
  2. Bahwa ia telah islam maknanya adalah berserah diri dan tunduk. Sebagaimana terdapat riwayat seperti ini di selain “Shahih Muslim” sebagaimana dikatakan Nawawi didalam “Syarh” nya.

Sementara Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah lebih menguatkan pendapat bahwa Qorin Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah masuk islam, dia mengatakan bahwa ia (qorin) itu telah berserah diri dan tunduk. Ibnu ‘Uyainah meriwayatkan “Fa Aslamu” dengan dhammah dan ia mengatakan bahwa sesungguhnya setan itu tidak muslim sementara perkataannya diriwayat lainnya : Maka ia (qorin) itu tidaklah memerintahkanku kecuali kebaikan, menunjukkan bahwa ia tidak lah memerintahkannya kepada kejahatan, inilah keislamannya, walau itu hanyalah sebuah kiasan tentang ketundukannya bukan tentang keimanannya kepada Allah.

Sebagaimana seseorang yang memaksa musuhnya yang nyata lalu memenjarakanya, dan sungguh musuhnya yang dipaksa mengetahui bahwa orang yang memaksa itu tidak akan meneriman segala hal yang menunjukkan kepada kejahatan bahkan ia akan diberikan sangsi olehnya maka ditengah keterpaksaannya bersamanya maka ia tidak akan menunjukkan kepadanya kecuali kebaikan dikarenakan ketundukan dan kelemahannya bukan karena kebaikan diri dan agamanya. Oleh karena itu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda” hanya saja Allah membantuku mengalahkannya maka tidaklah ia memerintahkanku kecuali kebaikan.”

Yang pasti bahwa setiap muslim diharuskan untuk melawan setan ini, inilah yang dituntut darinya menurut syariat, dan ini adalah perkara yang disanggupinya. Qorin ini terkadang membisikan kejahatan karena itu terdapat perintah untuk meminta perlindungan terhadapa kejahatan bisikanna didalam surat an Naas.

مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ ﴿٤﴾
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ ﴿٥﴾
مِنَ الْجِنَّةِ وَ النَّاسِ ﴿٦﴾

Artinya : “Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.” (QS. An Naas : 4 – 6)

Terkadang dengan menjadikannya lupa terhadap kebaikan, firman Allah swt :

فَأَنسَاهُ الشَّيْطَانُ ذِكْرَ رَبِّهِ

Artinya : “Maka syaitan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya.” (QS.Yusuf : 42)

Terkadang memberikan janji-janji dan angan-anagan. Firman Allah swt :

يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلاَّ غُرُورًا

Artinya : “Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, Padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka.” (QS. An Nisaa : 120)

Terkadang dengan membisikan rasa takut kedalam hati. Firman Allah swt :

إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءهُ

Artinya : “Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyik).” (QS. Ali Imran : 175)

Oleh karena itu mintalah pertolongan kepada Allah dalam melawannya dan mengalahkannya. (Markaz al Fatwa No. 16408)

Sosok Menyerupai Orang yang Sudah Meninggal

Badaruddin asy Syubliy mengatakan bahwa Jin memiliki kemampuan terbang, membentuk dirinya dalam bentuk manusia dan hewan, ikan, ular, onta, sapi, kambing, kuda, peranakan kuda dan keledai, keledai, burung dan manusia, sebagaimana pernah datang setan menemui orang-orang Quraisy dalam rupa Suraqah bin Malik bin Ju’tsam tatkala mereka hendak keluar menuju Badar.

Allah swt berfirman :

وَإِذْ زَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ وَقَالَ لاَ غَالِبَ لَكُمُ الْيَوْمَ مِنَ النَّاسِ وَإِنِّي جَارٌ لَّكُمْ فَلَمَّا تَرَاءتِ الْفِئَتَانِ نَكَصَ عَلَى عَقِبَيْهِ وَقَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِّنكُمْ إِنِّي أَرَى مَا لاَ تَرَوْنَ إِنِّيَ أَخَافُ اللّهَ وَاللّهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ ﴿٤٨﴾

Artinya : “Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: “tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadapmu pada hari ini, dan Sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu”. Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling Lihat melihat (berhadapan), syaitan itu balik ke belakang seraya berkata: “Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu, Sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; Sesungguhnya saya takut kepada Allah”. dan Allah sangat keras siksa-Nya.” (QS. Al Anfal : 48)

Dan sebagaimana diriwayatkan bahwa dia menyerupai seorang kakek dari Najd tatkala mereka berkumpul di “Daarun Nadwah” untuk bermusyawarah tentang permasalahan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam apakah mereka akan membunuhnya atau memenjarakannya atau mengusirnya.

Diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudriy bahwa di Madinah terdapat sekelompok jin yang telah masuk Islam. Maka barang siapa yang melihat sesuatu yang aneh dari sekelompok jin-jin ini, beri izinlah dia untuk tinggal selama tiga hari. Jika sesudah tiga dia masih nampak, maka bunuhlah. Karena dia adalah setan.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Juz II hal 5545)

Dari penjelasan diatas tampak bahwa jin diberikan kemampuan untuk menyerupai berbagai bentuk termasuk bentuk manusia baik yang masih hidup maupun sudah meninggal kecuali menyerupai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Tirmdizi dari Abdullah bin Mas’ud Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa yang melihatku disaat tidur maka sungguh dia telah melihatku. Sesungguhnya setan tidak bisa menyerupaiku.” (HR, Tirimidzi, dia berkata ini adalah hadits hasan shahih)

Dengan demikian bentuk yang menyerupai seorang yang sudah meninggal adalah setan dari golongan jin. Lalu apakah ia adalah qorinnya dari golongan jin ataukah jin yang lainnya? Wallahu A’lam karena hal ini termasuk kedalam permasalahan ghaib yang membutuhkan dalil-dalil yang berasal dari wahyu Allah swt.

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Suami Ingin Poligami atau Selingkuh

$
0
0

sigitAssalamualaikum wr wb.

Pak ustadz yang terhormat, saya seorang ibu rumah tangga yang memiliki dua orang putra. Pernikahan saya hampir memasuki usia 10 tahun. Di bulan Mei ini saya baru mengetahui bahwa suami saya selingkuh dengan wanita non-muslim yang masih berstatus istri orang (selama 1 thn belakangan ini). Beberapa tahun lalu memang suami saya menyatakan keinginannya untuk berpoligami, tetapi saya tidak menyetujuinya. Yang ingin saya tanyakan adalah :

1. Berdosakah saya apabila saya ingin bercerai?

2. Apakah saya bersalah menolak untuk dipoligami?

3. Apa hukuman yang pantas untuk suami saya?

4. Apakah suami saya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan menikahi wanita itu mengingat dia bersedia menceraikan suaminya dan menjadi muallaf?

Saya mohon kepada Pak ustadz untuk segera menjawab pertanyaan ini. Terimakasih.

Wassalamualaikum wr wb.

Waalaikumussalam Wr Wb

Istri Ingin Bercerai

Pada dasarnya permintaan cerai seorang istri terhadap suaminya tanpa adanya suatu alasan yang dibenarkan maka ia dilarang, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Siapa pun wanita yang meminta cerai dari suaminya tanpa adanya suatu alasan pun maka diharamkan baginya wangi surga.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Akan tetapi ketika seorang suami memperlakukan istrinya dengan tidak baik; seperti sering menyakitinya baik fisik maupun kejiwaan, kebiasaan memukul atau melukai badannya atau berselingkuh dengan wanita lainnya maka diperbolehkan bagi istrinya untuk meminta perceraian darinya setelah upaya menasehati dan mengajaknya untuk meninggalkan perbuatannya tersebut tidak berhasil.

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas bahwa istri Tsabit bin Qais pernah mendatangi Rasulullah saw dan berkata,”Wahai Rasulullah Tsabit bin Qais tidaklah ada aib dalam akhlak dan agamanya akan tetapi aku tidak ingin jatuh kepada kekufuran didalam islam (seperti : berselingkuh, membencinya, dan yang lainnya).” Maka Rasulullah saw bersabda,”Apakah engkau sudah mengembalikan kebun (yang diberikannya)? Dia menjawab,”Ya.” Rasulullah saw bersabda,”Ambillah kebun itu dan ceraikanlah dia dengan talak satu.” (HR. Bukhori)

Istri Menolak Poligami Suaminya

Pada dasarnya poligami adalah hak seorang laki-laki (suami) baik istrinya setuju atau tidak setuju, mengizinkan atau tidak mengizinkan. Namun demikian seorang suami tidak boleh semena-mena menggunakan haknya ini tanpa memperdulikan rambu-rambu syariah yang telah ditetapkan sebagai persyaratan seorang yang ingin melakukan poligami, seperti kemampuan berlaku adil diantara para istrinya, kemampuan memberikan nafkah baik lahir maupun batin kepada para istrinya itu, sebagaimana firman Allah swt :

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ

Artinya : “Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisaa : 3)

Seandainya pun seorang yang ingin berpoligami telah memiliki keanggupan untuk melakukannya maka hendaklah dia juga mengkomunikasikan rencananya itu kepada istri pertamanya dan meminta masukan darinya terlebih dahulu demi menghindari hal-hal negatif yang bisa saja muncul diantara mereka pasca poligaminya.

Penolakan istri terhadap poligami suaminya tidaklah berpengaruh terhadap kesahan pernikahan suaminya dengan istri keduanya akan tetapi jika suatu saat dia melakukan kezhaliman terhadap salah seorang dari istri-istrinya itu baik berupa ketidakadilan atau tidak memberikan nafkah kepadanya maka urusan itu dikembalikan kepada Allah swt.

Dan dibolehkan bagi seorang istri untuk mengingatkan suaminya yang ingin berpoligami sementara dirinya melihat bahwa suaminya itu tidak memiliki kesanggupan agar mempertimbangkan rencananya itu demi kemaslahatan dirinya, istri dan keluarganya serta mencegah kemungkinan terjadinya kezhaliman.

Hukuman Suami Berselingkuh

Islam melarang berbagai perselingkuhan yang dilakukan seseorang baik suami maupun istri dengan orang selainnya karena hal itu termasuk pengkhianatan hubungan suami istri yang telah diikrarkan oleh mereka berdua ketika melangsungkan akad pernikahan.
Sesungguhnya perselingkuhan tidaklah bisa dilepaskan dari dosa berkhalwat (berdua-duaan) dengan selain mahramnya yang dilarang didalam agama kita, sebagaimana sabda Rasulullah saw,” Tidak diperbolehkan seorang lelaki dan perempuan berkhlawat (berdua-duaan) kecuali jika perempuan itu disertai mahramnya. “ (HR. Muslim)

Khalwat adalah pintu masuk setan kedalam diri mereka berdua untuk kemudian dia membisik-bisikan kalimatnya kedalam fikiran mereka berdua agar melakukan perbuatan kemasiatan yang lebih besar dari pada sekedar khalwat.

Dari berkhalwat akhirnya muncul maksiat lainnya seperti berbicara dengan suara yang tidak wajar sehingga membangkitkan gairah atau nafsu diantara mereka berdua, bersentuhan kulit, atau bahkan perzinahan.

يَا نِسَاء النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاء إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا

Artinya : “Hai isteri-isteri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al Ahzab : 32)

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32)

Terlebih lagi jika perselingkuhan itu dilakukan terhadap istri atau suami orang lain maka ini jelas lebih besar dosanya, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Bukanlah dari kami orang yang merusak (hubungan) seorang istri dengan suaminya atau seorang hamba dengan tuannya.” (HR. Abu Daud)

Dan terhadap orang yang melakukan perselingkuhan baik dengan seorang yang belum menikah atau dengan istri maupun suami orang lain maka diharuskan baginya untuk bertaubat, menyesali perbuatannya dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. Karena perbuatan itu termasuk perbuatan zhalim.

Didalam persamalahan ini tidak bisa diberikan hadd (hukuman) kepada orang yang melakukan perselingkuhan karena tidak adanya dalil untuk itu kecuali apabila perselingkuhan tersebut sudah mengakibatkan terjadinya perzinahan maka dirinya bisa dijatuhkan hukuman perzinahan oleh pengadilan.

Suami Harus Menikahi Teman Selingkuhannya

Islam adalah agama yang menyeru kepada perdamaian dan persahabatan dan melarang setiap pemeluknya melakukan berbagai upaya permusuhan atau menanamkan kebencian terhadap sesama manusia sebagaimana arti dari kata islam itu sendiri yang berarti perdamaian.

Islam mengingatkan umatnya untuk senantiasa membina hubungan baik sesama umat manusia tidak terkecuali terhadap mereka-mereka yang non muslim sebagaimana firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا

Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” (QS. Al Hujurat : 13)

Tentunya ta’aruf atau saling kenal mengenal tidak akan terjadi tanpa adanya interaksi diantara umat manusia yang berbeda-beda latar belakang itu dan ia akan terjalin dengan baik ketika interaksi itu dibangun didasari perdamaian dan saling menghargai perbedaan, inilah yang disebut dengan ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama umat manusia).

Sikap saling menghargai dan menghormati sesama umat manusia akan memunculkan kehidupan sosial yang harmonis yang jauh dari permusuhan walaupun secara prinsip (baca : akidah) diantara mereka berbeda. Termasuk dalam hal ini ini tidak menggangu atau merusak rumah tangga seseorang walaupun ia adalah rumah tangga yang non muslim sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Bukanlah dari kami orang yang merusak (hubungan) seorang istri dengan suaminya atau seorang hamba dengan tuannya.” (HR. Abu Daud)

Hal itu merupakan perbuatan yang terlarang menurut islam terlebih lagi dengan niat untuk menikahi wanita itu setelah diceraikan suaminya, sebagaimana dikatakan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwa upaya seorang laki-laki untuk memisahkan seorang istri dari suaminya adalah dosa besar, itu adalah bagian dari perbuatan sihir dan lebih besar dari perbuatan setan terlebih lagi apabila tipu dayanya terhadap wanita itu agar kelak dia bisa menikah dengannya dengan terus menerus melakukan khalwat bersamanya apalagi dikuatkan dengan bukti-bukti lainnya.” (Majmu’ al Fatawa juz XXIII hal 363)

Adapun kelak wanita itu akan masuk islam (muallaf) setelah bercerai maka belum menjadi jaminan kelak ia akan menjadi muslimah yang baik karena hal itu dilakukan bukan atas dasar pemahaman dan keyakinan didalam hatinya akan kebenaran islam akan tetapi lebih kepada unsur keterpapksaan atau hawa nafsu ingin menikah dengannya.

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khottob bahwa beliau mendengar Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang berhijrah karena dunia yang ingin didapat atau wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya menuju apa yang dia inginkan itu.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Dan tidaklah ada keharusan bagi laki-laki itu untuk menikahi teman selingkuhannya yang telah berpisah dari suaminya meskipun jika terjadi pernikah diantara mereka berdua maka hal itu tetap dianggap sah.

Namun yang perlu juga diingat bahwa pernikahan yang didasari dengan cara-cara yang mengandung perbuatan maksiat tidak akan membawa keberkahan dan kebahagiaan akan tetapi sebaliknya akan mendatangkan bencana dan kesengsaraan bagi mereka berdua.

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo Lc-

Uang Zakat Tak Disalurkan

$
0
0

sigitAssalamu`alaikum Wr.Wb

Pak Ustadz, saya dulu pernah jadi amil zakat. Suatu hari saya membagi-bagikan uang zakat kepada fakir miskin sejumlah Rp 35.000,00/orang semoga tidak keliru karena tidak merata ada sebagian yang Rp 25.000,00. Pada saat dalam mes/kamar masjid saya merasa kaget karena masih ada 3 amplop uang zakat yang belum saya bagikan dan waktunya udah lewat bulan Ramadan/habis hari lebaran, saya ingin mengembalikan/menyalurkannya kepada 3 orang yang berhak tersebut, mohon penjelasannya bagaimana caranya agar tetap merupakan uang zakat, uangnya ditambah /sesuai nominal yang dulu karena udah 4 tahun. Ustadz.

Wassalamu`alaikum Wr.Wb

Walaikumussalam Wr Wb

Zakat fitrah merupakan zakat atas setiap muslim, baik kecil atau dewasa, laki-laki atau wanita, orang merdeka atau hamba sahaya, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim darei Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah dari Ramadhan sebanyak satu sho’ (sukat) kurma atau satu sukat gandum kepada hamba sahaya dan orang merdeka, laki-laki dan wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kalangan kaum muslimin.”

Dari keempat imam madzhab hanya Abu Hanifah yang membolehkan zakat fitrah dengan memberikan uang yang sebanding bahkan hal ini dianggap lebih utama untuk memenuhi kebutuhan orang-orang fakir agar dia bisa membeli segala sesuatu yang diinginkannya pada hari idul fitri. Karena bisa jadi pada saat itu dirinya tidaklah membutuhkan beras akan tetapi dirinya membutuhkan pakaian, daging atau lainnya.
Waktu mengeluarkan zakat fitrah ini adalah dimulai dari terbenamnya matahari di hari terakhir ramadhan hingga selesai pelaksanaan shalat id, karena Nabi saw memerintahkan agar mengeluarkannya sebelum shalat (id), sebagaimana diriwayatkan oleh abu Daud dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw bersabda,”Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat (id) maka ia adalah zakat yang diterima dan barangsiapa yang mengeluarkannya setelah shalat (id) maka ia termasuk sedekah.”.

Dibolehkan baginya mengeluarkan zakatnya satu atau dua hari sebelumnya namun tidak diperbolehkan setelah shalat id dilaksanakan. Siapa yang tidak mengeluarkan zakatnya hingga selesai shalat id tanpa adanya halangan baginya maka dirinya berdosa dan diwajibkan atasnya untuk tetap membayarkannya karena ia menjadi utang atasnya walau hingga akhir usia.

Tujuan dari pemberian zakat fitrah ini kepada mereka yang berhak sebelum dilaksanakannnya shalat id adalah untuk membantu mereka didalam memenuhi kebutuhan lebarannya sehingga menghindari mereka daripada meminta-minta di jalan-jalan, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh ad Daruquthniy,”Cukupilah mereka dari berkeliling (meminta-minta, pen) pada hari ini (id)”

Adapun apa yang terjadi pada anda, maka pada asalnya si muzakki (orang yang berzakat) telah menunaikan kewajibannya dengan mengeluarkan zakatnya sebelum shalat id selesai dilaksanakan sehingga ia tetap dianggap sebagai zakat dan bukan sedekah. Dan penyalurannya sebaiknya dilakukan sebelum shalat id dilaksanakan untuk memenuhi tujuan dari pemberian zakat itu sendiri. Sedangkan mengakhirkannya hingga selesai shalat id diperbolehkan jika memang terdapat kesulitan dalam penyalurannya, seperti : jumlah beras yang terlalu banyak di amil zakat sedang waktunya terbatas, atau adanya kesulitan transportasi untuk menemui para mustahiqin (penerima zakat).

Jadi yang anda harus lakukan saat ini adalah menyalurkan ketiga amplop berisi uang zakat itu kepada fakir miskin tanpa mesti menambahkannya dengan nominal tertentu. Kalau pun anda ingin menambahkannya maka itu adalah bagian dari sedekah anda. Dan semoga Allah swt memaafkan kelalaian anda.

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo Lc-

Bergerak Lebih dari Tiga kali dalam Sholat

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum wr. wb.,

Benarkah shalat bisa batal karena melakukan lebih dari tiga kali gerakan selain gerakan shalat? Adakah dalilnya?

Terima kasih,

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Waalaikumussalam Wr. Wb.

Sholat merupakan komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Robbnya (Allah swt) sehingga diperlukan kekhusyu’an dan ketenangan. Di antara hal yang disepekati para ulama adalah bahwa banyaknya gerakan dalam sholat yang tidak termasuk dalam gerakan sholat itu sendiri baik disengaja atau karena lupa maka membatalkan sholat.

Para ulama Syafi’iyah memang mengembalikan makna gerakan yang banyak kepada kebiasaan yang lazim yaitu tiga kali gerakan atau lebih secara berturut-turut. Dan pengertian berturut-turut adalah suatu gerakan yang bersambung dengan gerakan yang lainnya.

Namun demikian untuk melihat bagaimana sebenarnya permasalahan ini ada baiknya kita melihat apa yang dikatakan oleh Imam Nawawi yang dinukil oleh Sayyid Sabiq didalam bukunya Fiqhus Sunnah, bahwa Imam Nawawi mengatakan, ”Perbuatan yang tidak termasuk dalam pekerjaan shalat jika ia menimbulkan banyak gerak itu membatalkan, tetapi jika hanya menimbulkan sedikit gerak, itu tidaklah membatalkan. Seluruh ulama sepakat dalam hal ini, tetapi dalam menentukan ukuran yang banyak atau gerak yang sedikit terdapat empat pendapat.”

Imam Nawawi memilih yang keempat, ”Adapun pendapat yang shahih dan masyhur ialah mengembalikan soal itu kepada kebiasaan yang lazim. Jadi yang biasa dianggap sedikit oleh orang banyak, seperti memberi isyarat ketika menjawab salam, menanggalkan sandal, melepaskan sorban dan meletakkannya, juga mengenakan pakaian yang ringan atau melepaskannya, begitu pula mengambil benda kecil atau meletakkannya, menolak orang yang hendak lewat di depan atau menggosok lendir di baju dan lainnya, semua itu tidaklah membatalkan. Akan tetapi, kalau menurut orang pekerjaan itu dikategorikan gerak yang banyak, seperti banyak melangkah dan berturut-turut atau melakukan perbuatan yang sambung-menyambung, hal itu membatalkan.”

Selanjutnya,kata Nawawi, ”Sahabat sepakat bahwa bergerak banyak yang membatalkan itu ialah jika berturut-turut. Jadi, jika gerakannya berselang-seling, tidaklah membatalkan shalat, seperti melangkah kemudian berhenti sebentar, lalu melangkah lagi selangkah atau dua langkah, yakni secara terpisah-pisah. Seandainya ini diulang-ulang walaupun sampai seratus langkah atau lebih tidaklah apa-apa. Adapun gerakan ringan seperti menggerakkan jari untuk menghitung tasbih atau disebabkan gatal dan lainnya, hal itu tidaklah membatalkan shalat walaupun dilakukan secara berturut-turut dan hukumnya hanya makruh. Syafi’i telah menghitung-hitung bacaan ayat dengan cara menggenggamkan tangan tidaklah membatalkan shalatnya, tetapi sebaiknya hal itu ditinggalkan.” (Fiqhus Sunnah edisi terjemahan juz I hal 411 – 412)

Jadi batal tidaknya gerakan—yang bukan gerakan sholat—sebanyak tiga kali di dalam sholat dikembalikan kepada kebiasaan yang lazim. Jika memang kebiasaan masyarakat setempat menganggap bahwa tiga kali gerakan adalah tidak termasuk dalam banyak gerakan maka diperbolehkan dan jika masyarakat menganggap sebaliknya maka batal sholatnya. Sebagaimana hadits Rasulullah saw bahwa beliau saw sedang sholat sambil menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah saw dari Abil ‘Ash bin Robi’ah bin Abdisy Syams.. Tatkala beliau saw bersujud maka beliau saw meletakkannya dan apabila beliau saw berdiri kembali menggendongnya.” (HR Bukhori)

Wallahu A’lam

- Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Membenci Semua Orang Yahudi

$
0
0

sigitAssalamualaikum,

Ustadz, akhir-akhir ini, banyak milis yang ramai membicarakan tentang Yahudi dan Israel. Yang ingin saya tanyakan, bolehkah kita mengatakan: “bencilah Yahudi!”? Samakah hukumnya dengan mengatakan: “bencilah A!”atau “bencilah si B!”?

Ada yang mengingatkan saya, tidak semua Yahudi mendukung tindakan Israel. Lalu, bagaimana dengan tulisan-tulisan yang menyamaratakan semua Yahudi? Apakah benar bahwa itu bisa menjurus ke arah fitnah? Apabila iya, apa yang harus saya lakukan supaya terhindar dari hal itu, namun tetap mendukung perjuangan muslim di Palestina?

Wassalamualaikum

Waalaikumussalam Wr Wb
Hukum Membenci dan Melaknat Orang Yahudi

Allah swt dibanyak ayat didalam Al Qur’an telah membongkar berbagai kelakuan menyimpang yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, baik penyimpangan mereka terhadap risalah yang dibawa oleh Musa as maupun terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Mereka adalah contoh orang-orang zhalim dan kufur akan segala nikmat yang telah Allah berikan kepada mereka, karena kezhaliman dan kekufurannya itulah mereka banyak membunuh orang-orang yang beriman, memakan harta dengan cara yang batil, sombong dengan menganggap bahwa diri mereka adalah anak-anak dan kekasih Allah, mengingkari janji, tidak sabar dengan cobaan dan penderitaan.

Di zaman Rasulullah saw pun, prilaku dan karakter mereka tidaklah berbeda dengan nenek moyang mereka yang ada pada zaman nabi-nabi sebelumnya. Diantara pengkhianatan mereka adalah upaya orang-orang Yahudi Bani Nadhir yang merencanakan pembunuhan terhadap Rasulullah saw yang sedang duduk bersandar pada sebuah dinding dengan menjatuhkan batu ke arah beliau meskipun upaya pembunuhan ini tidak berhasil. Dan peristiwa ini menyebabkan Rasulullah saw memerintahkan kaum muslimin untuk mengusir mereka dari Madinah. Contoh lain adalah bagaimana pengkhianatan orang-orang Yahudi Bani Quraizhah yang bersekutu dengan orang-orang Musyrik Quraisy dan Bani Ghotofan untuk mengepung kota Madinah dalam peperangan Ahzab meskipun kemudian upaya mereka mengalami kegagalan.

Demikianlah kebencian orang Yahudi kepada kaum muslimin sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt :

Artinya : “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (QS. Al Maidah : 82)
Artinya : “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS. Al Baqoroh : 120)

Untuk itu Allah swt memerintahkan kepada kaum muslimin memerangi dan membenci orang-orang Yahudi, sebagaimana disebutkan didalam firman-Nya :

Artinya : “Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya Amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, Yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan.” (QS. Al Maidah : 80)

Artinya : “kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al Mujadilah : 22)

Namun demikian Allah swt memerintahkan kaum muslimin untuk bisa berlaku adil didalam kebenciannya. Keadilan adalah ciri seorang muslim yang harus diberikan baik kepada kawan maupun lawan, orang dekat maupun orang jauh. Firman Allah swt

Artinya : “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al MAidah : 8)

Al Qurthubi mengatakan,”Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum menjadikan kamu meninggalkan keadilan dan mengedepankan permusuhan dari kebenaran. Ini adalah dalil untuk menerapkan hukum permusuhan yang sebenarnya dan juga dalil untuk menerapkan hukum musuh terhadap permusuhannya kepada Allah dan menerapkan kesaksiannya terhadap mereka karena Allah swt memerintahkan berbuat adil walaupun dia membencinya.” (Al Jami’i li Ahkamil Qur’an juz VI hal 477)

Allah swt meminta kepada setiap hamba-Nya untuk senantiasa mencintai dan membenci seseorang karena-Nya bukan semata-mata karena diri atau latar belakang orang tersebut. Hendaklah seseorang mencintai orang lain karena keislaman atau ketaatannya kepada Allah swt dan membenci orang tersebut karena kemaksiatan atau kekufurannya kepada Allah swt.

Hukum membenci orang-orang Yahudi adalah seperti halnya hukum melaknat mereka. Para ulama bersepakat dibolehkan melaknat orang-orang Yahudi secara umum atau melaknat orang-orang tertentu yang memang sudah ada nash yang telah melaknatnya sedangkan terhadap orang-orang tertentu yang tidak ada nash baik dari Al Qur’an maupun hadits maka telah terjadi perbedaan ulama ada diantara mereka yang melarang namun ada juga yang membolehkannya jika ia orang kafir dan bukan orang fasiq sedangkan kelompok ketiga adalah membolehkan secara mutlak.

Syeikhul Islam Ibnu taimiyah mengatakan,”Melaknat dibolehkan secara umum terhadap orang-orang yang melaknat Allah dan Rasul-Nya. Adapun melaknat orang-orang tertentu adalah jika dia mengetahui bahwa orang itu mati dalam keadaan kafir maka dibolehkan melaknatnya. Adapun orang-orang tertentu yang fasiq maka tidak dibeolehkan melaknatnya disebabkan adanya larangan Nabi saw untuk melaknat Abdullah bin Himar, seorang peminum khamr meskipun dibolehkannya melaknat secara umum terhadap setiap peminum khamr meskipun melaknat orang-orang tertentu yang fasiq atau para penyeru bid’ah masih menjadi perdebatan.” (Majmu’ Fatawa juz VI hal 511)

Tidak Semua Israel adalah Yahudi

Kata Israel adalah sebutan untuk Nabi Ya’qub as yang merupakan hasil pernikahan Nabi Ibrahim as dengan Sarah. Allah swt memberikan keturunan kepada Ya’qub sebanyak 12 orang yang kemudian dikenal dengan nama Bani Israil (Anak-anak Ya’qub). Diantara 12 orang tersebut terdapat Yusuf as yang kemudian Allah jadikan nabi dan mengajak ayah beserta saudara-saudaranya untuk bermukim di Mesir.

Sedangkan Yahudi adalah umat Nabi Musa as. Pada asalnya Yahudi adalah agama langit yang memiliki kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as namun kemudian mereka menyimpangkan dan merubahnya. Yahudi saat ini bukanlah Yahudi yang diturunkan kepada Musa As akan tetapi ia adalah ajaran yang lain, sebagaimana firman Allah swt :

Artinya : “Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah Perkataan dari tempat-tempatnya.” (QS. An Nisaa : 46)

Realita ilmiyah dan nash menguatkan akan penyimpangan tersebut. Sejarah menyebutkan,”Sesungguhnya taurat diturunkan pada abad 6 SM, yaitu 9 abad setelah Musa as, hal ini juga dibarengi dengan anggapan orang-orang Yahudi dan Nasarani bahwa taurat yang sekarang ini adalah tulisan tangan Musa. Akan tetapi para peneliti—abad pertengahan—mengkritik pendapat tersebut dan menjatuhkan (argumen mereka). Ternyata taurat tersebut adalah tulisan dari Azran si pembuat kertas. Dan kenyataan ini diperkuat oleh Kelompok Kajian Perancis bahwa Musa tidaklah menulis taurat.. Sebagian Orientalis mengatakan,”Sesungguhnya taurat saat ini tidak lebih dari sebatas buku sejarah.” (www.islamweb.net)

Kewajiban Seorang Muslim terhadap Mujahidin Palestina

Permasalahan muslimin Palestina adalah permasalahan seluruh kaum muslimin, karena Rasulullah saw telah mengibaratkan bahwa kaum muslimin ini adalah bagai satu tubuh, manakala ada satu anggota tubuhnya sakit maka penyakit tersebut akan dirasakan oleh seluruh anggota tubuhnya sehingga menjadikan dirinya tidak bisa tidur dan demam.

Allah pun telah mengatakan didalan firman-Nya

Artinya : “orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujraat : 10)

Tentunya persaudaraan yang diikat atas dasar kesamaan aqidah dan keimanan jauh lebih kuat daripada sebatas nasab, kedaerahan atau kebangsaan. Persaudaraan atas dasar iman (Ukhuwah Imaniyah) inilah yang akan langgeng hingga di akherat.

Untuk itu seluruh kaum muslimin harus berupaya semaksimal mungkin membantu rakyat Palestina dalam mencari jalan keluarnya dan lepas dari penderitaan yang disebabkan oleh orang-orang Zionis Yahudi.

Diantara yang bisa dilakukan kaum muslimin dalam membantu mereka antar lain :
Mendesak negara-negara islam untuk mengirimkan pasukannya ke sana.

Pengiriman bantuan obat-obatan dan makanan pokok yang sekarang sudah sangat menipis.
Terus menerus mempublikasikan tentang kondisi-kondisi terbaru yang terjadi di Palestina kepada masyarakat muslim demi menggugah persaudaraan islam diantara kaum muslimin.
Penyaluran zakat-zakat, sedekah serta infak kepada mereka karena merekalah orang yang paling berhak menerimanya.

Berdoa agar Allah swt memberikan kemenangan serta kebaikan kepada mereka di dunia maupun akheratnya.

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo, Lc-


Silaturahim dengan Jin Muslim, Boleh?

$
0
0

sigitSaya mau bertanya mengenai hubungan manusia dengan jin. Sering saya mendenga kalimat Haram bersekutu dengan jin. Tetapi yang saya tahu jin itu ada yang muslim, dan kita sebagai orang islam wajib menjaga silaturohmi dengan sesama muslim. Jadi apakah kita tetap tidak boleh BERTEMAN dengan jin muslim? Karena menurut saya apapun bantuan yang kita dapatkan dari jin apapun bentuknya tetep sama saja seperti ketika kita mendapatkan bantuan dari sesama manusia cuma berbeda bentuknya. Kecuali kalo kita menyembah jin maupun kekuatannya..Tolong berikan penjelasan mengenai hal ini agar pemahaman saya bertambah baik. Terima kasih

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Agus yang dimuliakan Allah swt

Yang pertama bahwa berinteraksi atau bergaul dengan jin merupakan sesuatu yang mengandung bahaya besar, dan ia merupakan salah satu pintu keburukan dan kerusakan. Cukuplah dalam hal ini bahwa kemusyrikan tidaklah masuk kedalam diri manusia kecuali melalui jalan mereka (jin), sebagaimana diinformasikan oleh Rasulullah saw tentang pengajaran Allah kepada hamba-hamba-Nya,”Dan sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku seluruhnya dalam keadaan lurus maka kemudian datanglah setan dan menyimpangkan mereka dari agama mereka. Dia mengharamkan bagi mereka apa yang Aku halalkan bagi mereka serta memerintahkan mereka agar menyekutukan-Ku dengan apa-apa yang tidak Aku turunkan kepadanya suatu penjelasan.” (HR. Muslim)

Walaupun diantara golongan jin ada yang beriman dan muslim sebagaimana diantara mereka juga ada yang kafir dan fasiq namun ketidaknampakan mereka dihadapan manusia menjadikan ketidaktentraman manusia terhadap siapa pun diantara mereka (jin) dan menjadikan manusia khawatir dengan tipu daya mereka, khususnya saat tersebar luasnya kebodohan, bid’ah yang mengantarkan kepada kemusyrikan, dan pada umumnya menjatuhkan kebanyakan manusia kedalam apa-apa yang diharamkan kemudian tidaklah banyak bermanfaat bagi mereka kecuali sedikit sekali, firman Allah swt :

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

Artinya : “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al Jin : 6)

Untuk itu fatwa ahli ilmu mengharamkan adanya saling memberikan dengan jin dan bergaul dengan mereka secara mutlak—baik terhadap jin yang mukmin maupun kafir diantara mereka—dan yang penting adalah tidak menggampangkan permasalahan ini serta sebagai tindakan preventif dari terbukanya pintu fitnah dan kecemasan, dan memelihara hati manusia untuk tetap terisi oleh fitrah imaniyah.

Didalam al Mausu’ah al Fiqhiyah (14/18) : “Adapun meminta pertolongan kepada selain Allah swt, baik kepada manusia atau jin, apabila meminta pertolongan kepada jin maka hal ini terlarang, karena bisa mengakibatkan kemusyrikan dan kekufuran, sebagaimana firman Allah ta’ala :

Artinya : “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al Jin : 6)

Syeikh al Albani didalam kitabnya “As Silsilah ash Shahihah” (pada hadits no. 2760) mengatakan,”Dan sisi ini, sebagian orang secara demonstratif mengobati manusia, yang umumnya mereka disebut dengan “Dokter Rohani” baik dengan cara-cara kuno berupa berhubungan dengan kawannya dari golongan jin—sebagaimana pernah dilakukan pada masa jahiliyah—atau dengan cara yang saat ini dikenal dengan menghadirkan arwah, dan sejensinya, menurutku, “Hipnotis”, maka sesungguhnya itu semua merupakan sarana yang tidak disyariatkan karena hal itu kembali kepada permintaan tolong kepada jin yang merupakan sebab kesesatan orang-orang musyrik, sebagaimana disebutkan didalam Al Qur’an al Karim :

Artinya : “Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al Jin : 6)

Sebagian orang yang melakukan permintaan bantuan kepada golongan jin beranggapan bahwa mereka meminta pertolongan kepada jin-jin yang sholeh diantara mereka maka ini adalah anggapan yang tidak betul, karena mereka tidaklah mungkin—umumnya—bercampur dan berinteraksi dengan jin-jin itu sehingga dapat menyingkap kesalehan atau kerusakan mereka. Kita mengetahui melalui pengalaman bahwa kebanyakan diantara manusia yang memiliki pertemanan yang kuat dengan jin-jin ternyata pada akhirnya anda mendapatkan kejelasan bahwa jin-jin itu bukanlah termasuk dari yang shaleh, firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya : “Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At Taghabun : 14), ayat ini membicarakan tentang manusia yang nampak lantas bagaimana terhadap jin yang kata Allah swt :

إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ

Artinya : “Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS. Al A’raf : 27).

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo Lc-

Bila Alkohol Haram Buat Makanan, Bagaimana Dalam Parfum?

$
0
0

sigitAssalamualaikum warahmatullah wabarokatuh,,

Pak Ustadz yg di rahmati Allah. Saya mau bertanya tentang alkohol.

1. Apakah semua makanan atau minuman yang mengandung alkohol itu Haram?

2. Apakah makanan atau kue/roti yg disemprot langsung dengan alkohol  (dg tujuan mensterilkan makanan itu) itu haram?

3. Bagaimana dengan minyak wangi yang mengandung alkohol?

mengingat ini sangat penting bagi saya,mohon penjelasan dari pak ustadz

Jazakumullah khoiron katsiron

Wa Alaikumussalam Wr Wb.

Ibnu Rusyd setelah menceritakan perbedaan pendapat dikalangan para ulama Hijaz dan Iraq tentang apakah yang diharamkan pada khomr itu zatnya atau karena ia memabukkan menyebutkan :

1. Secara ijma’ dan atas dasar keadaan syara’ sudah ada ketetapan bahwa yang dimaksud khomr adalah pada jenisnya bukan pada kadar (banyak atau sedikitnya). Maka segala sesuatu yang di dalamnya terdapat hal-hal yang menutupi akal dinamakan khomr.

2. Para ulama bersepakat bahwa memeras anggur adalah halal selama belum menjadi keras sehingga mengandung khomr sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Maka peraslah anggur, dan segala yang memabukkan itu haram.” Begitu juga hadits bahwa Nabi saw memeras anggur menuangkannya pada hari kedua dan ketiga. (Bidayatul Mujtahid juz 1 hal 347)

Sayyid Sabiq di dalam ‘Fiqhus Sunah” mengatakan, “Segala sesuatu yang memabukkan adalah termasuk khomr dan tidak menjadi soal tentang apa asalnya. Oleh karena itu, jenis minuman apa pun sejauh memabukkan adalah khomr menurut pengertian syari’at dan hukum-hukum yang berlaku terhadap khomr adalah juga berlaku atas minuman-minuman tersebut, baik ia terbuat dari anggur, madu, gandum dan biji-bijan lain maupun dari jenis-jenis lain.”

Zat yang dapat digolongkan kedalam alkohol banyak digunakan untuk obat-obatan, makanan, parfum ataupun benda-benda yang ada disekitar kita namun dari jenis alkohol yang termasuk dalam kategori berbahaya dan memabukkan adalah ethanol.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa khomr tidaklah identik dengan alkohol dan sebaliknya tidak setiap alkohol adalah khomr. Jadi khomr adalah segala sesuatu yang mengandung ethanol atau zat lain yang memabukkan dari apapun ia dibuatnya.

1. Dengan demikian setiap makanan atau minuman yang mengandung ethanol disebut khomr dan haram untuk dikonsumsi. Pengharaman tidak dilihat dari aspek memabukkan atau tidak namun pada zatnya itu sendiri. Karena jika berpatokan dengan alasan memabukkan maka akan ada yang berpendapat selama khomr itu tidak memabukkan seseorang maka diperbolehkan padahal ini tidak betul. Namun jika seseorang berpatokan pada zat khomrnya; berapapun banyaknya kandungan zat (yang memabukkan) itu dalam suatu makanan / minuman maka ia haram dikonsumsi.

2. Adapun terhadap alkohol yang digunakan untuk bahan pensteril makanan atau roti maka selama ia bukan dari bahan ethanol yang berbahaya dan memabukkan maka halal digunakan.

Diantara dalil-dalilnya adalah :
Firman Allah swt :”Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (QS. Al Maidah : 90 – 91)

Hadits Abi Aun as Saqofiy dari Abdullah bin Saddad dari Ibnu Abbas dari Nabi saw bersabda, ”Khomr itu diharamkan karena bendanya.” (HR. Baihaqi)

Sabda Rasulullah saw : “Setiap yang memabukkan adalah khomr dan setiap khomr adalah haram.” (HR. Muslim).

Ijma’ dan atas dasar keadaan syara’ sudah ada ketetapan bahwa yang dimaksud khomr adalah pada jenisnya bukan pada kadar (banyak atau sedikitnya). Maka segala sesuatu yang didalamnya terdapat hal-hal yang menutupi akal dinamakan khomr. (Bidayatul Mujtahid juz 1 hal 347)

3. Sedangkan hukum penggunaan alkohol dalam parfum atau minyak wangi terjadi perbedaan pendapat yang disebabkan apakah ia termasuk najis atau suci?!

Ulama yang empat mengatakan bahwa khomr itu najis sebagaimana firman Allah swt : ““adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu.” (QS. Al Maidah : 90)

Sementara para ulama yang lain, seperti; Imam Robi’ah, al Laits bin Sa’ad dan al Mazini mengatakan bahwa khomr itu suci. Mereka berdalil dengan apa yang terjadi ketika ayat pengharamannya itu diturunkan maka khomr-khomr itu ditumpahkannya di jalan-jalan Madinah.

Seandainya khomr itu najis maka sahabat tidak akan melakukan hal itu dan Rasulullah saw pun pasti akan melarang mereka sebagaimana beliau saw melarang sahabat buang hajat di jalan-jalan. Ini menjadi dalil sucinya khomr.

Mereka menjawab jumhur dengan mengatakan bahwa najis yang dimaksud dalam ayat adalah najis hukmiyah seperti najisnya orang-orang musyrik (QS. 9 : 28), dan tidak diragukan lagi bahwa setiap yang diharamkan adalah najis hukmiyah… Khomr bukanlah najis bendanya akan tetapi hukumnya.

Jumhur kemudian menjawab,”Sesungguhnya firman Allah swt,’rijs’ menunjukan bahwa makna rijs dari sisi bahasa adalah najis. Kemudian seandainya kita berpegang teguh untuk tidak menghukum dengan suatu hukum kecuali jika kita dapatkan satu dalil yang manshush (ada nashnya) maka syariah ini akan terhambat, karena nash dalam hal ini tidaklah banyak namun sebagaimana penjelasan kami diawal bahwa rijs itu adalah najis hissiyah (fisik) dan maknawiyah sebagaimana disebutkan terhadap orang-orang musyrik…

Mereka menjawab jumhur dengan mengatakan bahwa asal segala sesuatu adalah boleh dan suci selama tidak ada dalil yang menentangnya serta tidak ada dalil yang menajiskannya.

Intinya menurut jumhur ulama bahwa khomr adalah najis maka alkohol pun menjadi najis. Sedangkan menurut selain jumhur khomr adalah suci dengan demikian khomr pun suci.

Diantara ulama belakangan yang mengatakan akan kesucian khomr adalah asy Syaukani, ash Shon’ani, Shiddiq Hasan Khan dan Syeikh Muhammad Rasyid Ridho yang berpendapat bahwa alkohol dan khomr tidaklah najis, demikian pula parfum yang dicampurkan dengannya karena tidak ada dalil shohih yang menjadikannya najis. Dan juga rijs didalam khomr adalah rijs hukmi yang berarti haram.

Syeikh Muhammad Rasyid Ridho didalam tafsirnya mengatakan bahwa terjadi perbedaan pendapat dalam najisnya khomr dikalangan ulama kaum muslimin. Sesungguhnya Abi Hanifah menganggap minuman dari anggur yang didalamnya terdapat alkohol secara pasti adalah suci. Dan bahwasanya alkohol bukanlah khomr. Parfum-parfum orang Eropa bukanlah alkohol tetapi ia adalah parfum yang didalamnya terdapat alkohol sebagaimana ia juga terdapat pada bahan-bahan suci lainnya menurut ijma serta tidak ada peluang untuk bisa dikatakan najis bahkan dikalangan orang-orang yang mengatakan khomr itu najis.

Sealama permasalahan masih menjadi perselisihan barangkali terdapat kemudahan setelah penyebarluasan penggunaannya didalam kedokteran, penyucian, berbagai operasi, parfum dan lain-lain maka kecenderungan kepada pendapat kesuciannya walaupun dibuat dari bahan-bahan beracun dan berbahaya. Walaupun digunakannya masih jarang seperti khomr maka sesungguhnya penajisannya tidaklah menjadi kesepakatan khususnya apabila ia terbuat dari selain juice anggur. Dan sekarang ia dihasilkan dari bahan-bahan yang bermacam-macam. Maka siapa yang terkena parfum baik badannya, pakaiannya atau yang lainnya maka tidaklah ia wajib mandi dan sholatnya pun sah.
(Fatawa Al Azhar, bab Parfum, juz 8 hal. 413)

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Memajang Gambar Makhluk Bernyawa

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum Wr. Wb.

Ustadz, saya baru satu bulan ini mengikuti tanya jawab di Eramuslim dan merasa mantap dengan jawaban-jawabannya.

Saya senang memasang gambar-gambar apa saja yang menurut saya indah, termasuk gambar-gambar makhluk bernyawa untuk tujuan  seni.

Pertanyaannya :

1. Bagaimana hukum memasang gambar makhluk bernyawa yang dimaksudkan sekedar untuk dinikmati keindahannya ?

2. Bagaimana hukum memasang foto-foto yang dimaksudkan untuk keindahan atau dokumentasi ?

Saya tidak tahu apakah masalah ini sudah pernah dimuat atau belum tapi saya sangat berharap jawaban dari ustadz agar segera bisa memutuskan untuk tetap memasang gambar-gambar di rumah saya atau harus mencopotnya.  Terimakasih.

Wassalamu’alaikum,

N.D

Wa’alaikumussalam Wr Wb

Hukum Memasang Gambar Makhluk Bernyawa

Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa hukum dari gambar-gambar dan lukisan-lukisan seni yang dilukis di lembaran-lembaran seperti kertas, pakaian, gordin, dinding, lantai, uang dan sebagainya adalah tidak jelas, kecuali setelah kita ketahui gambar itu sendiri untuk tujuan apa? Dimana dia diletakkan? Bagaimana dia dibuat? Dan apa tujuan pelukisnya?

Apabila lukisan seni itu untuk sesuatu yang disembah selain Allah—seperti Al Masih bagi orang-orang Nasrani dan sapi bagi orang-orang Hindu—dan sebagainya, maka orang yang melukisnya dengan maksud dan tujuan seperti ini tidak lain adalah kafir yang menyebarkan kekafiran dan kesesatan, dan hal ini berlaku baginya ancaman yang keras dari Rasulullah saw, ”Sesungguhnya orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat ialah para pelukis” (HR. Muslim)

Ath Thabari mengatakan bahwa yang dimaksud di sini adalah orang yang melukis sesuatu yang disembah selain Allah sedang dia mengetahui dan sengaja. Dengan demikian menjadi kafir. Adapun orang yang melukis dengan tidak bermaksud seperti itu maka dia telah melakukan dosa dengan sebab menggambar itu saja.”

Hal yang hampir sama adalah orang yang menggambar sesuatu yang tidak disembah, tetapi bermaksud menandingi ciptaan Allah, yakni dia beranggapan bahwa dia dapat membuat dan menciptakan model terbaru sebagaimana Allah swt. Maka dengan tujuan seperti ini berarti dia telah keluar dari tujuan agama tauhid, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Qudsi, ”Siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang hendak menciptakan seperti ciptaan-Ku? Oleh karena itu cobalah dia membuat biji atau atom.”

Diantara seni gambar yang diharamkan ialah melukis atau menggambar orang yang disucikan dalam konteks keagamaan atau diagung-agungkan secara keduniaan :

1. Gambar para nabi, malaikat dan orang-orang shaleh seperti Nabi Ibrahim, Ishaq, Maryam dan lainnya.

2. Gambar para raja, pemimpin, seniman, hal ini lebih kecil dosanya dari yang pertama. Namun dosanya menjadi lebih besar jika yang dilukisnya adalah orang kafir, zhalim atau fasiq.

Adapun gambar-gambar atau lukisan-lukisan yang tidak bernyawa, seperti : tumbuhan, pohon, laut, kapal, gunung, matahari, bulan, bintang dan sebagainya maka tidaklah berdosa bagi orang yang menggambar atau melukisnya.

Apabila ia adalah gambar-gambar bernyawa namun tidak untuk disucikan, diagungkan atau menandingi ciptaan Allah—sebatas untuk keindahan saja—maka ini tidak diharamkan. Dan tentang hal ini terdapat dalam sejumlah hadits shahih.

Imam Muslim meriwayatkan didalam shahih-nya dari Busr bin Said dari Zaid bin Khalid dari Abu Thalhah bahwa Rasulullah saw bersabda, ”Sesungguhnya malaikat tidak akan masuk kedalam rumah yang didalamnya terdapat lukisan.”

Busr berkata, ”Sesudah itu Zaid jatuh sakit, lalu kami menjenguknya. Tiba-tiba di pintunya terdapat gordin yang ada lukisannya. Lantas aku bertanya kepada Ubaidillah bin al Khaulani, anak tiri Maimunah, Istri Rasulullah saw (yang sedang bersama Zaid),’Bukankah Zaid telah memberitahukan kepada kita tentang gambar pada hari pertama ?’ Ubaidilah menjawab, ’Apakah engkau tidak mendengar ketika dia berkata, ’Kecuali lukisan pada kain.”

Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Utbah bahwa dia pernah menjenguk Abu Thalhah al Anshari, lalu didapatkannya Sahl bin Hanif (seorang sahabat yang lain) sedang berada di sisinya. Kemudian Abu Thalhah meminta untuk melepas kain hamparan (seprei) yang ada diabawahnya karena ada gambarnya. Kemudian Sahl bertanya kepadanya, ”Mengapa engkau lepas?’ dia menjawab,’karena ada gambarnya. Sedangkan Nabi saw bersabda mengenai hal ini sebagaimana engkau telah mengetahuinya.’ Sahl berkata,’Bukankah beliau yang bersabda, ’Kecuali lukisan yang ada pada kain?’ Abu Thalhah menjawab,’Ya, tapi dengan melepas seprei ini hatiku lebih senang.” Tirmidzi berkata, ”Ini adalah hadits hasan shahih.”

Kedua hadits ini menunjukkan bahwa yang diharamkan adalah gambar yang berbodi atau biasa disebut dengan patung. Adapun gambar-gambar atau lukisan-lukisan di papan, pakaian, lantai, tembok dan sebagainya maka tidak terdapat nash yang shahih dan sharih (jelas dan tegas) yang mengharamkannya.

Memang ada beberapa hadits shahih dimana Rasulullah saw hanya menunjukkan ketidaksenangannya saja terhadap gambar semacam ini karena menyerupai gaya hidup orang yang suka bermewah-mewahan dan gemar dengan sesuatu yang rendah nilainya, seperti hadits yang diceritakan oleh Aisyah bahwa Rasulullah saw keluar dalam salah satu peperangan, lalu saya membuat gordin (yang ada gambarnya) lantas saya tutupkan pada pintu. Ketika beliau datang dan melihat gordin, saya melihat tanda kebencian di wajah beliau, lantas beliau melepas gordin itu dan kain itu disobek atau dipotongnya seraya berkata,”Sesungguhnya Allah tidak menuyuruh kita mengenakan pakaian pada batu dan tanah.’ Aisyah berkata,’Lalu kami potong dan kami buat dua buah bantal, dan kami isi dengan sabut, dan beliau tidak mencela tindakan saya tersebut.”

Hukum Fotografi

Syeikh Yusuf al Qaradhawi menganggap bahwa fotografi merupakan hal baru dan belum ada pada masa Rasulullah saw ataupun Ulama Salaf, lalu apakah bisa disamakan dengan hukum menggambar dan melukis?

Pihak yang membatasi keharamannya pada gambar berbodi tidak mempermasalahkan fotografi ini sama sekali, apalagi jika gambarnya tidak utuh. Akan tetapi pihak lain mempersoalkan, apakah fotografi ini dapat dikiaskan dengan menggambar menggunakan kuas ? atau apakah illat (alasan) yang ditetapkan beberapa hadits tentang akan disiksanya para pelukis—yaitu karena hendak menandingi ciptaan Allah—itu dapat diberlakukan pada fotografi ? Sebagaimana dikatakan oleh para ahli ushul fiqih, apabila illat-nya tidak ada maka ma’lul (yang dihukumi) pun tidak ada.

Syeikh al Qaradhawi mengutip fatwa yang disampaikan Syeikh Bukhait, Mufti Mesir didalam risalahnya yang menjawab tentang permasalahan ini dengan mengatakan bahwa pengambilan fotografi—yakni menahan bayangan dengan menggunakan sarana yang sudah dikenal di kalangan orang-orang yang berprofesi demikian—sama sekali tidak termasuk gambar yang dilarang. Karena menggambar yang dilarang itu adalah mewujudkan dan menciptakan gambar yang belum diwujudkan dan diciptakan sebelumnya, sehingga bisa menandingi makhluk ciptaan Allah. Sedangkan tindakan ini tidak terdapat dalam pengambilan gambar melalui alat fotografi (tustel) tersebut.

Demikianlah, meskipun ada orang yang cenderung bersikap ketat dalam semua masalah gambar, dan membenci semua jenisnya, termasuk fotografi. Tetapi tidak diragukan lagi adanya rukhshah (keringanan) pada gambar atau foto yang diperlukan dan untuk kemaslahatan, seperti foto kartu jati diri, paspor, foto identitas dan lainnya yang tidak dimaksudkan untuk diagung-agungkan atau dikhawatirkan merusak akidah. Karena kebutuhan terhadap foto-foto ini lebih besar dan lebih penting daripada sekedar membuat lukisan pada kain yang dikecualikan Nabi saw. (sumber : Halal dan Haram)

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Hukum Berjima’ Tanpa Sehelai Benang

$
0
0

sigitAssalamualaikum wr wb.

Ustadz Sigit yang dirahmati Allah….

Saya ingin bertanya bagaimana hukumnya suami istri yg melakukan jima’ atau hubungan badan tanpa menggunakan selimut (telanjang bulat)? Bolehkah menurut Islam?

Jazakallaah

Waalaikumussalam Wr. Wb

Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap, mencakup seluruh aspek kehidupan. Islam mencakup kehidupan pribadi dan masyaakat, rumah tangga dan negara hingga tata cara pergaulan antara suami dan istri dalam berhubungan seks. Rasulullah saw adalah sosok manusia yang memiliki kepribadian lengkap dalam setiap nafas kehidupannya sehingga menjadi contoh (qudwah) bagi umatnya yang menginginkan kebaikan di dunia dan akherat. Firman Allah swt,”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21)

Islam menjelaskan secara gamblang tentang hubungan seksual antara suami dan isteri demi menumbuhkan dan meningkatkan kasih sayang diantara mereka, termasuk dalam hal bolehkah suami dan isteri tidak mengenakan sehelai pakaian pun dalam bersetubuh?

Makruh hukumnya bagi pasangan suami istri dalam persetubuhannya menanggalkan seluruh pakaian (bertelanjang bulat), sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Jika seseorang diantara kamu menyetubuhi istrinya, hendaklah memakai kain penutup dan janganlah sama-sama bertelanjang sebagaimana telanjangnya dua ekor keledai.” (HR. Ibnu Majah) – al Fiqhul Islami juz IV hal.2646.

Sabda Rasulullah saw yang lainnya dari Umar bahwasanya Rasulullah saw bersabda, ”Janganlah kamu bertelanjang karena ada malaikat yang senantiasa tidak berpisah denganmu kecuali diwaktu buang air dan ketika seorang laki-laki menyetubuhi istrinya. Karena itu, hendaklah kamu merasa malu dan hormatilah mereka.” (HR. Tirmidzi dia berkata hadits ghorib)

Wallahu A’lam

- Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Berfantasi Saat Hubungan Badan

$
0
0

sigitAssalamualaikumussalam

Ustadz Sigit, bagaimana hukumnya bila seorang suami ketika berjimak dengan istrinya tapi ia membayangkan sedang berjimak dengan wanita lain? Apakah ini termasuk dosa besar? Dan perbuatan zina?

Wassalamualaikumussalam

Waalaikumussalam Wr Wb

Tentunya setiap orang tidak bisa dicegah dan dilarang untuk berkhayal, terlepas apa dan bagaimana khayalan itu dikarenakan ia adalah sesuatu yang tanpa batas menghiasi pemikiran seseorang. Terkadang suatu khayalan bisa mendorong seseorang untuk lebih bersemangat didalam memburunya namun tidak jarang pula khayalan hanya sebatas hiasan fikiran yang tidak bisa terwujud.

Begitupula didalam bercinta, tidak jarang khayalan dibutuhkan untuk orang-orang tertentu dalam menambah gairah kenikmatan saat berhubungan dan memuaskan pasangannya, yang sering disebut dengan istilah fantasi seks.

Ada tiga macam fantasi yang sering menghiasi pemikirang orang-orang yang sedang bercinta dengan pasangannya :

  1. Berfantasi dengan tempat bercinta; artinya seorang yang sedang bercinta dengan pasangannya membawa fikirannya ke suatu tempat yang menurutnya bisa menambah gairah seksual didalam memberikan kepuasan kepada pasangannya. Suami atau istri membayangkan sebuah kamar di hotel berbintang dengan segala fasilitas didalamnya, vila yang mewah, desa yang indah, sebuah tempat di Eropa atau yang lainnya.
  2. Berfantasi dengan waktu dan suasana bercinta; artinya seorang yang sedang bercinta dengan pasangannya membayangkan bahwa mereka berdua sedang berada dalam suatu momen atau suasana terindah, seperti membayangkan bahwa ia sedang berada dalam suasana malam pertama pernikahan, liburan panjang di suatu pulau yang hanya ada mereka berdua saja, atau yang lainnya.
  3. Berfantasi dengan seseorang atau banyak orang dalam bercinta; artinya seorang yang sedang bercinta dengan pasangannya membayangkan bahwa dia sedang berhubungan dengan seorang wanita selain istrinya atau si istri membayangkan bahwa dia tengah berhubungan dengan laki-laki selain suaminya.

Untuk macam fantasi yang pertama dan kedua adalah boleh dan tidak dilarang menurut syari’at dikarenakan ia hanya mengkhayalkan tempat, waktu atau suasana.

Untuk macam yang ketiga para seksolog pada umumnya tidak melarang selama si suami atau si istri menyalurkan hasratnya kepada pasangannya yang sah meski dia membayangkan wanita atau lelaki lain. Bahkan hal ini mereka anggap sebagai sesuatu yang wajar dan normal bagi setiap manusia yang berhubungan untuk lebih menambah gairah bercintanya.

Para ulama telah berbeda pendapat dalam masalah seorang laki-laki yang membayangkan wanita yang diharamkan atasnya apakah dibolehkan atau dilarang. Jumhur ulama mengharamkan bagi seoang laki-laki yang membayangkan dirinya tengah bersenggama dengan wanita asing dikarenakan ini adalah penyimpangan fitrah. Efek yang bisa ditimbulkan darinya adalah bisa jadi orang itu akan meninggalkan istrinya pada masa yang akan datang. Demikian pula dengan seorang istri yang membayangkan seorang laki-laki yang bukan suaminya.

Sebagian ulama berpendapat bahwa hal yang demikian termasuk dalam zina maknawi yang dibolehkan, karena mata kadang berzina dan zinanya adalah memandang yang diharamkan, akal kadang berzina dan zinanya adalah menikmati khayalan yang diharamkan.

Para ulama berbeda pendapat tentang seorang suami yang menggauli istrinya sambil membayangkan wanita lain, demikian pula seorang istri yang sedang digauli suaminya sedangkan dia membayangkan laki-laki lain :

Sebagian besar ulama mengatakan bahwa hal yang demikian adalah haram, ini adalah pendapat para ulama madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali dan sebagian Syafi’i, bahkan sebagian dari mereka menganggap hal itu adalah bagian dari zina.

Ibnul Hajj al Maliki mengatakan,”…Jika seorang laki-laki melihat seorang wanita yang menarik hatinya, kemudian laki-laki itu mendatangi istrinya (jima’) dan membayangkan wanita yang tadi dilihatnya hadir dikedua bola matanya maka ini adalah bagian dari zina. Seperti halnya perkataan ulama kita terhadap orang yang mengambil segelas air dan membayangkan air itu adalah khamr yang akan diminumnya maka air itu berubah menjadi haram baginya.. Hal ini tidak hanya untuk kaum lelaki saja akan tetapi juga untuk para wanita bahkan lebih kuat lagi. Hal seperti ini bisa lebih sering terjadi pada wanita di zaman sekarang dikarenakan seringnya ia keluar rumah dan memandang orang lain. Apabila seorang wanita melihat seorang laki-laki yang menarik perhatiannya dan ketika dia berjima’ dengan suaminya dia membayangkan laki-laki yang dilihatnya tadi maka dia telah berzina.. kita meminta perlindungan kepada Allah..” (Al Madkhol)

Ibnu Muflih al Hambali mengatakan,”Ibnu ‘Aqil menguatkan hal ini didalam bukunya “ar Riayah al Kubro” yaitu seandainya seorang suami membayangkan seorang wanita yang diharamkan baginya tatkala berjima’ maka dia berdosa.”

Ibnu Abidin al Hanafi—setelah menyebutkan perkataan Ibnu Hajar al Haitamiy asy Syafi’i—mengatakan “Aku tidak melihat seorang dari kami (dari kalangan Hanafi) yang menentang hal ini, dan dia mengatakan didalam “ad duror”, “… karena membayangkan dia sedang mensetubuhi wanita asing adalah memvisualkan kemaksiatan secara langsung terhadap fisik wanita itu…”

Sebagian ulama Syafi’i mengharamkannya dengan mengatakan,”al Iroqi menyebutkan didalam “Thorhut Tatsrib” yaitu seandainya seorang laki-laki menyetubuhi istrinya sementara di fikirannya ia sedang menyetubuhi wanita yang diharamkan baginya maka ini adalah haram dikarenakan ia memvisualkan yang haram”

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo Lc-

Gara Gara Tukang Ojek

$
0
0

sigitAssalamualaikum Wr. Wb.

Saya adalah seorang ibu guru yang hampir setiap harinya mengajar di dua SMP berbeda di Jakarta Timur. Dikarenakan jarak diantara kedua sekolah tersebut tidaklah terlalu jauh sementara saya dituntut setelah mengajar di SMP pagi hari harus telah tiba di SMP siang hari sebelum bel masuk berbunyi maka saya menggunakan sarana ojek dengan sepengetahuan suami saya.

Hal Ini berjalan sampai beberapa bulan. Pada awalnya sikap saya terhadap supir ojek ini biasa saja, tidak banyak bicara namun pada akhirnya saya melihat dia bisa diajak bertukar-fikiran tentang masalah-masalah didalam keluarga kami. Saya mulai merasa ada saluran setelah sekian lama saya pendam sendiri terlebih sikap suami saya yang pendiam dan tertutup.

Namun tanpa saya sadari, simpati si tukang ojek ini berubah menjadi suka kepada saya. Saya pun kaget karena bagaimana mungkin, padahal kita sama-sama sudah mempunyai keluarga.

Tidak jarang dia kirim sms mulai dari sekedar menanyakan keadaan hingga perasaaannya kepada saya. Saya sering mengingatkan dia akan istrinya di rumah. Hingga suatu malam, sms dia yang berisi perasaannya kepada saya, lupa saya hapus dan terbaca oleh suami saya. Seketika itu juga suami saya marah dan memukuli saya kemudian dia membawa anak-anak kami ke rumah mertua saya, kebetulan rumah kami dengan rumah mertua saya tidak berjauhan. Dia mengancam akan menceraikan saya dan melaporkannya ke polisi.

Saya bingung ustadz ?! Apakah yang selama ini saya lakukan salah dan apa yang seharusnya saya lakukan? Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Wa’alaikumussalam Warohmatullohi Wabarokaatuh

Sungguh pekerjaan ibu begitu mulia sebagai seorang guru yang membimbing anak-anak bangsa ini menuju kecerdasan dan kemajuan. Semoga Allah swt memberkahi waktu-waktu ibu dan senantiasa mencurahkan kasih sayang-Nya kepada ibu serta memberikan solusi terhadap permasalahan yang sedang ibu hadapi.

Upaya ibu untuk mengejar waktu mengajar di dua sekolah (pagi dan sore) dengan menggunakan ojek yang pengendaranya bukan berasal dari mahram ibu adalah tidak tepat dan dilarang oleh agama meskipun ibu telah mendapatkan idzin dari suami karena di situ terdapat khalwat.

Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah saw : “Tidak diperbolehkan seorang lelaki dan perempuan berkhlawat (berdua-duaan) kecuali jika perempuan itu disertai mahramnya. “ (HR. Muslim)

Khalwat ini dilarang oleh agama dikarenakan membuka peluang masuknya setan di antara anda berdua. Setan tidak akan pernah berdiam diri memanfaat peluang sekecil apa pun untuk mencari pengikut-pengikutnya. Dia akan menggoda dengan berbagai cara dan sarana. Dan suatu kemaksiatan biasanya akan menarik kemaksiatan lainnya yang kadar dan dosanya lebih besar. Hal ini dibuktikan dengan apa yang telah ibu alami. Berawal dari sekedar sapaan perkenalan hingga hal-hal lain yang menghiasi obrolan anda berdua sampai permasalahan keluarga yang berakibat munculnya simpati dan perasaan suka dia kepada ibu. Bahkan secara terbuka dia berani mengungkapkannya melalui sms padahal dia mengetahui bahwa ibu sudah memiliki keluarga.

Firman Allah swt : “Wahai istri-istri nabi. Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al Ahzab : 32)

Dapat difahami sikap suami ibu yang marah setelah mengetahui apa yang terjadi sebagai ungkapan cemburu dan ini dibenarkan oleh agama. Islam melarang seorang laki atau suami yang tidak memiliki rasa cemburu terhadap keluarga/istrinya yang dalam istilah fiqh disebut dayyuts.

Sabda Rasulullah saw : “Tiga golongan manusia yang Allah swt tidak akan melihat mereka pada hari kiamat yaitu orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai laki-laki dan dayyuts.” (HR. An Nasai).

Untuk itu saya menyarankan hal-hal berikut :

  1. Agar ibu segera menghentikan menggunakan ojek yang dikendarai oleh laki-laki yang bukan mahram karena alasan diatas, syukur-syukur kalau ada dari anggota keluarga ibu (mahram) yang siap menggantikan posisi sopir ojek itu. Tentunya hal ini menjadikan jadwal mengajar ibu agak berantakan. Untuk itu cobalah ibu bicarakan permasalahan ini dengan pihak sekolah dan memintanya untuk mere-skedul jadwal mengajar ibu sehingga ibu bisa menggunakan fasilitas umum. Jika hal ini ternyata sulit diwujudkan maka ibu harus mengurangi jam mengajar di salah satu sekolah sehingga waktunya lebih luang. Tentunya pengurangan jam mengajar ini akan berimbas pada income ibu, tapi insya Allah meski income berkurang namun keberkahan bertambah. Dalam hal ini ibu tidak termasuk dalam kategori darurat karena ibu masih mempunyai pilihan meski harus mengurangi jam mengajar. Lain halnya jika seseorang yang dalam kondisi darurat dan terpaksa harus menggunakan ojek dan tidak ada pilihan lain maka ia diperbolehkan menaiki ojek namun tetap harus menjaga diri dari hal-hal yang bisa mengundang fitnah.
  2. Meski dalam permasalahan ini tidak sepenuhnya kesalahan ibu tapi ada juga kesalahan suami ibu karena itu semua atas sepengetahuannya tetap sebaiknya ibu mengawali untuk meminta maaf darinya. Insya Allah sikap mengawali minta maaf ini lebih baik ketimbang menunggu suami meminta maaf. Mudah-mudahan sikap ini akan meluruhkan emosiuya dan keinginanannya untuk memperpanjang masalah.
  3. Perbaikilah komunikasi antara ibu dengan suami, bisa jadi kemandekan komunikasi anatara ibu dan suami selama ini dikarenakan cara mengkomunikasikan suatu permasalahan atau mungkin waktunya yang kuang tepat.

Semoga penjelasan dan beberapa saran diatas bisa membantu ibu mendapatkan kembali kebahagian dalam rumah tangga dan mendapatkan bimbingan dari Allah swt. Amin.

Wa’alaikumsalam Warohmatullahi Wabarokatuh

Sigit Pranowo, Lc

Nabi Isa As Diangkat ke Langit Dalam Kondisi Masih Hidup atau Mati?

$
0
0

sigitSaya pernah baca di internet bahwa Nabi Isa As tidak mati di salib (Menurut kristen) atau telah diangkat ke langit (Menurut Islam) tapi diselamatkan oleh muridnya karena pada saat di salib Nabi Isa As belum mati. Kemudian Nabi Isa mengembara dan akhirnya meninggal di Kashmir, mohon penjelasannya apakah ini semacam doktrin dari penganut ahmadiyah. Terima Kasih.

Waalaikumussalam Wr Wb

Assalamu Alaikum Wr Wb

Allah swt membicarakan tentang kisah berakhirnya Nabi Isa as bersama kaumnya didalam tiga surat, yaitu :

إِذْ قَالَ اللّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُواْ وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُواْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Artinya : “(ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai Isa, Sesungguhnya aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari “. (QS. Al Imran 55)

وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِن شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُواْ فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِّنْهُ مَا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلاَّ اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا ﴿١٥٧﴾
بَل رَّفَعَهُ اللّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا ﴿١٥٨﴾

Artinya : “dan karena Ucapan mereka: “Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa : 157 – 158)

فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنتَ أَنتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

Artinya : “Maka setelah Engkau wafatkan Aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. dan Engkau adalah Maha menyaksikan atas segala sesuatu.” (QS. Al Maidah : 116 – 117)

Kata-kata “إنى متوفيك”didalam surat Ali Imram dan kata-kata “فلما توفيتنى” didalam surat Al Maidah memberikan pengertian bahwa Nabi isa as telah mati dikarenakan kata tawaffa terdapat didalam Al Qur’an berarti mati sehingga makna inilah yang dipakai didalam ungkapan tentangnya, sebagaimana kata tawaffaitu didalam makna bahasanya berarti menggenggam dan mengambil. Dengan demikian makna “إنى متوفيك” dan ”فلما توفيتنى” berarti “Sesungguhnya aku menggenggammu dari bumi”, sebagaimana dikatakan, ”tawaffaitu min fulan maalii alaihi” artinya aku telah memegangnya. Kemudian yatawaffa juga berarti tidur, sebagaimana firman Allah swt didalam surat al An’am :

وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُم بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُم بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَى أَجَلٌ مُّسَمًّى ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Artinya : “dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Al An’am : 60)

Didalam ayat itu yatawaffa bermakna tidur, sebagaimana penggunaan kata yab’atsu untuk kebangkitan di kehidupan lain setelah kematian di dunia, artinya dibangunkan dari tidur karena itu kemungkinan yang dimaksud dengan kata إنى متوفيك dan فلما توفيتنى bisa berarti tidur sebagai pengganti dari kematian sebagaimana disebutkan diatas.

Adapun ta’wil dari kata ورافعك إلى didalam surat Ali Imran dan يل رفعه الله إليه didalam surat An Nisaa telah ditafsirkan oleh para ahli tafsir bahwa Allah swt mengangkat Isa as ke langit sedangkan kata terkahir يل رفعه الله إليه adalah sebagai informasi tentang kenyataan apa yang dijanjikan Allah kepadanya didalam surat Ali Imran didalam perkataannya إنى متوفيك ورافعك إلى

Didalam Al Qur’an kata raf’u (mengangkat) digunakan untuk sesuatu yang bersifat fisik dan juga non fisik (maknawi). Apabila kata yang dimaksudkan itu adalah pengangkatan yang bersifat fisik maka ini bisa diterima dikarenakan diselamatkannya Isa as dari musuh-musuhnya adalah penyelamatan terhadap ruh dan jasadnya. Dengan demikian pengangkatan yang bersifat fisik yaitu kematian dalam arti sebenarnya atau dalam arti tidur lebih didahulukan dikarenakan pengangkatannya dalam keadaan hidup seperti kehidupan pada umumnya di dunia adalah suatu siksaan baginya, sebagaimana ditunjukkan oleh kenyataan ilmiah bahwa manusia semakin naik ke langit maka ia akan semakin merasa sesak di dadanya dikarenakan sedikitnya oksigen di udara dan juga sebagai pembuktian dari kebenaran firman Allah swt :

يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاء

Artinya : “Niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit.” (QS. Al An’am : 125)

Dari penuturan itu semua menunjukkan bahwa Allah swt telah mengangkat Isa as dan menyelamatkannya dari pembunuhan dan penyaliban yaitu dengan mewafatkannya bisa jadi dengan kematian yang sebenarnya ataupun secara hukum yaitu tidur demi membebaskan dan menyelamatkannya dari penyiksaan yang dialami tubuhnya apabila diangkat dari dunia ke langit masih dalam keadaan hidup seperti kehidupan pada umumnya di dunia atau Nabi Isa saw diangkat dalam keadaan hidup dan masih tetap hidup meskipun tidak diketahui bagaimana keadaannya. (Buhuts wa Fatawa Islamiyah juz IV hal 645 – 646)

Jadi seandainya ada yang mengatakan bahwa Nabi Isa as diangkat Allah swt dari dunia ke langit dalam keadaan mati maka hal ini pun dimungkinkan sebagaimana makna dari kata إنى متوفيك didalam surat Ali Imran dan فلما توفيتنى didalam surat Al Maidah diatas. Adapun apabila ada yang mengatakan bahwa Nabi Isa melakukan da’wahnya di Kashmir atau India kemudian meninggal di sana maka tidak ada dalil-dalil yang membuktikan dan membenarkannya dan ada kemungkinan keyakinan ini sengaja disebarkan sebagai alat propaganda orang-orang Nasrani dalam menjalankan praktek-praktek kristenisasinya.

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo Lc-


Isteri Dunia dan Bidadari Surga

$
0
0

sigitAssalamu’alaykum wr. wb.

Saya seorang suami yang baru berumah tangga selama dua tahun, sudah hampir satu tahun ini saya ditinggal wafat oleh istri tercinta yang sedang hamil delapan bulan anak pertama yang sangat kami harapkan.

Pertanyaan saya, apakah ada doa khusus yang dicontohkan oleh Rasulullah saw untuk mendoakan wafat seorang istri yang sedang hamil supaya di akhirat nanti saya dapat bertemu dan berkumpul kembali bersama mereka? syukron jazakumullah.

Wassalamu’alaykum wr. wb.

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Doa untuk orang yang sudah meninggal adalah sebagai berikut:

” اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ، وَعافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وأكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مُدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بالمَاءِ والثَّلْجِ وَالبَرَدِ، ونَقِّهِ منَ الخَطايا كما نَقَّيْتَ الثَّوْبَ الأبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وأبْدِلْهُ دَاراً خَيْراً مِنْ دَارِهِ، وَأهْلاً خَيْراً مِنْ أهْلِهِ، وَزَوْجاً خَيْراً مِنْ زَوْجِهِ، وأدْخِلْهُ الجَنَّةَ، وأعِذْهُ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ أو مِنْ عَذَابِ النَّارِ “

Didalam riwayat muslim lainnya disebutkan ” وَقِهِ فتْنَةَ القَبْرِ وَعَذَابَ النَّارِ ”

Dan apabila anda ingin menambah doa-doa lainnya yang secara khusus ditujukan untuk istri anda maka diperbolehkan bagi anda dengan menggunakan bahasa Indonesia dan berdoa sekehendak anda untuk kebaikannya di akhirat serta kebaikan anda dan keluarga yang ditinggalkannya.

Dalam hal berdoa dengan menggunakan bahasa selain arab ini maka Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa berdoa diperbolehkan dengan menggunakan bahasa arab dan selain bahasa arab. Dan Allah swt mengetahui maksud dari orang yang berdoa dan keinginannya walaupun orang yang bersangkutan kurang baik didalam menyebutkannya. Dan Allah swt mengetahui kegaduhan suara-suara yang berdoa dengan berbagai bahasa untuk berbagai macam keperluan.” (Majmu’ al Fatawa juz XXII hal 488 – 489)

Bagaimana Keadaan Seorang Istri di Surga

Adapun jika seorang wanita meninggal sebelum dia sempat menikah dengan seorang laki-laki maka Allah lah yang menikahkannya kelak di surga dengan seorang lelaki dunia, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Tidaklah ada di surga seorang bujang.” (HR. Muslim). Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa jika seorang wanita belum menikah di dunia maka Allah swt yang menikahkannya dengan seseorang yang menyedapkan pandangan matanya di surga. Kenikmatan di surga tidaklah terbatas untuk kaum laki-laki akan tetapi untuk kaum laki-laki dan wanita dan diantara kenikmatan itu adalah pernikahan. Demikian halnya dengan seorang wanita yang meninggal dalam keadaan sudah dicerai.

Demikian pula terhadap seorang wanita yang suaminya tidak masuk surga, Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa seorang wanita yang masuk surga dan belum menikah atau suaminya tidak termasuk kedalam ahli surga maka jika wanita itu masuk surga dan di surga terdapat lelaki dunia yang belum menikah maka seorang dari merekalah yang menikahinya.

Adapun seorang wanita yang meninggal setelah menikah dan dia termasuk ahli surga maka di surga dia akan bersama suaminya yang menikahinya saat meninggalnya.

Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia tidak menikah lagi setelahnya hingga dia meninggal dunia maka wanita itu akan menjadi istrinya di surga.

Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia menikah lagi setelah itu maka wanita itu menjadi istri bagi suaminya yang terakhir walaupun wanita itu pernah menikah dengan beberapa laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Seorang istri untuk suaminya yang terakhir.” (Silsilatu al Ahadits ash Shahihah Lil Albani) dan perkataan Hudzaifah kepada istrinya,”Jika engkau mau menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah sepeninggalku. Sesungguhnya seorang istri di surga adalah untuk suaminya yang terakhir di dunia. Karena itu Allah swt mengharamkan istri-istri Nabi untuk menikah sepeninggal beliau saw karena mereka adalah istri-istrinya saw di surga.”

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo Lc-

Bolehkah Memiliki Boneka Untuk Mainan ?

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum waohmatullohi wabarokatuh

Ustadz yang dirahmati Alloh, bolehkah membuat ataupun membeli boneka kecil sekitar tinggi 30 cm, yang mempunyai anggota tubuh seperti wajah, tangan, dan kaki serta berpakaian. Dengan tujuan untuk mainan dan hiasan. Mohon penjelasan dari Ustadz, karena kegelisahan saya akan hadist-hadist yang pernah saya baca.

Jazakumulloh

Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Sunjuwono yang dimuliakan Allah swt…

Diantara hikmah diharamkannya patung adalah agar tauhid (aqidah) kaum muslimin tetap terjaga dan umat terhindar dari menyerupai kaum penyembah berhala yang membuat patung kemudian mereka agung-agungkannya yang lambat-laun berubah menjadi dipertuhankan.

Kemudian hal lainnya adalah agar si pembuat patung tidak terperdaya dan merasa bahwa dirinya mampu membuat suatu makhluk yang tadinya belum ada atau seolah-olah merasa dirinya dapat menciptakan makhluk hidup dari tanah.

Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa jika patung-patung yang tidak tampak adanya maksud untuk mengagungkan, tidak ada unsur kemegahan, maka islam sama sekali tidak mempersempitnya dan tidak memandangnya sebagai dosa. Seperti permainan untuk anak-anak kecil dalam bentuk pengantin-pengantinan, kucing-kucingan dan binatang-binatang lainnya. Karena semua itu rendah nilainya dengan dijadikan permainan dan hiburan bagi anak-anak.

Ummul Mukminin Aisyah berkata,”Saya biasa bermain-main dengan boneka di sisi Rasulullah saw dan teman-temanku datang kepadaku, kemudian mereka menyembunyikan boneka-boneka itu karena takut kepada Rasulullah saw. Akan tetapi Rasulullah saw suka dengan kedatangan mereka itu kepadaku, lalu mereka bermain-main denganku.” (HR. Bukhori Muslim)

Didalam riwayat lain diterangkan,”Pada suatu hari Rasulullah saw bertanya kepada Aisyah,’Apa itu?’ Aisyah menjawab,’Anak-anak perempuan (boneka perempuan)-ku.’ Beliau bertanya lagi,’Apakah yang ditengah ini?’Aisyah menjawab,’Kuda.’ Beliau bertanya lagi,’Dan apa yang diatasnya?’ Aisyah menjawab,’Itu kedua sayapnya.’ Beliau bertanya lagi,’Kuda yang mempunyai dua sayap?’ Aisyah berkata,’Apakah engkau tidak mendengar bahwa Sulaiman bin Daud mempunyai kuda yang memiliki beberapa sayap? Lalu Rasulullah saw tertawa hingga tampak gigi serinya.” (HR. Abu Daud)

Boneka-boneka perempuan yang disebutkan dalam hadits ini adalah pengantin-pengantinan yang biasa dibuat bermain oleh anak-anak gadis dan anak-anak kecil. Waktu itu Aisyah masih muda usianya ketika beliau baru saja menikah dengan Rasulullah saw. (Halal dan Haram hal 116)

Al Alamah Abadi mengatakan bahwa hadits ini merupakan dalil dibolehkannya gambar anak-anak dan boneka untuk mainan anak-anak. Hadits ini juga mengkhususkan keumuman terhadap pelarangan mengambil gambar-gambar. Hal ini dikuatkan oleh ‘Iyadh serta pendapat jumhur yang membolehkan menjual boneka untuk mainan anak-anak dengan tujuan pengajaran kepada mereka tentang berbagai hal yang terkait dengan urusan-urusan rumah tangga atau terkait dengan urusan anak-anak. (‘Aunul Ma’bud juz XIII hal 205)

Wallahu A’lam

- Ustadz Sigit Pranowo Lc-

Dimana Kedudukan Kaum Gay Di Akhirat?

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum!

Ustd, ada sebuah pertanyaan dari orang yang memiliki kecenderungan perasaan terhadap sesama jenis (gay). Sesungguhnya dia sangat memahami kalau perilaku ini merupakan penyimpangan dan dilaknat Allah. Selama ini masih dapat ditekan perasaan itu meskipun gejolak itu kerapkali hadir. Yang jadi pertanyaan apakah kalau rasa itu dapat dijaga kelak diakhirat akan merasakan “nikmatnya GAY” seperti ketika kita menahan diri dari khamar kelak akan diberi Allah khamar yang terbaik di Syurga? Terimakasih atas jawabannya

Waalaikumussalam Wr Wb

Para ulama bersepakat bahwa prilaku gay (suka sesama jenis) yang didalam istilah agama disebut dengan liwath adalah salah satu dari perbuatan dosa besar yang lebih besar daripada zina.

Hal itu bisa dilihat dari hukuman yang ditimpakan Allah swt kepada kaum Luth dengan hujan batu-batu dari langit, dijungkir balikan kampung halamannya serta sangsi yang dijatuhkan terhadap para pelakunya sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Jika kamu mendapati orang yang melakukan perbuatan seperti kaum Luth (liwath) maka bunuhlah para pelakunya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Namun demikian Allah swt masih tetap membuka pintu taubat bagi para pelakunya yang mau kembali kepada Allah swt dan bertaubat dengan taubat nashuha, sebagaimana firman Allah swt :

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا ﴿٦٨﴾
يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا ﴿٦٩﴾
إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا ﴿٧٠﴾

Artinya : “Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya) (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqon : 68 – 70)

Dengan kembalinya seorang pelaku liwath kepada Allah swt serta bertaubat dengan taubat nashuha maka pintu surga tetap terbuka baginya sebagaimana disebutkan Ibnu Qoyyim bahwa jika seorang yang diuji dengan ujian ini lalu kembali kepada Allah dan diberikan rezeki untuk bertaubat dengan taubat nashuha dan beramal shaleh… dan mengganti perbuatan-perbuatan yang buruk dengan perbuatan-perbuatan yang baik, mencuci kotoran itu dengan bermacam-macam ketaatan dan amal-amal yang mendekatkannya dengan Allah, menjaga pandangan, memelihara kemaluan dari apa-apa yang dihaamkan, berlaku jujur kepada Allah dalam pergaulannya maka orang yang seperti ini akan mendapatkan ampunan dan dia termasuk kedalam penghuni surga.

Sesungguhnya Allah swt mengampuni seluruh dosa-dosa. Apabila taubat dapat menghapuskan setiap dosa hingga dosa syirik terhadap Allah, membunuh paa nabi, wali-wali-Nya, sihir, kekufuran dan sebagainya maka taubat itu tidaklah terbatas hanya pada penghapusan dosa ini.

Sungguh telah kokoh hikmah, keadilan dan keutamaan Allah swt bahwa seorang yang bertaubat dari dosa bagai seorang yang tidak melakukan dosa. Sungguh Allah telah menjamin orang yang bertaubat dari dosa syirik, membunuh jiwa dan berzina bahwa Dia akan mengganti keburukannya dengan kebaikan. Ini adalah hukum yang umum bagi setiap orang yang bertaubat ari dosa, sebagaimana firman Allah swt :

Artinya : “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar : 53)

Maka tidaklah satu dosa pun yang keluar dari keumuman ini akan tetapi ini adalah hak orang-orang yang bertaubat secara khusus. (al Jawabul Kaafi hal 116)

Taubat nashuha haruslah dibarengi dengan tekad untuk tidak mengulangi lagi perbuatan buruk tersebut. Tentunya diperlukan upaya keras untuk mendapatkan solusi menghilangkan perbuatan itu dari dirinya.

Adapun langkah-langkah solusi apa yang bisa dilakukannya maka anda bisa membaca kembali tulisan yang berjudul “Gay Ingin Menikah”.

Apakah Di Surga Ada Perbuatan Liwath ?

Sesungguhnya para penghuni surga adalah orang-orang yang disucikan dari berbagai akhlak yang buruk, keinginan yang rendah, kehendak yang hina. Allah swt telah mensifatkan para wanita penghui surga dengan firman-Nya :

Artinya : “Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar Rahman : 56)

Mereka adalah para bidadari yang menundukkan pandangan dari para lelaki dan mereka tidaklah melihat kecuali suami-suami mereka.

Firman Allah swt :

Artinya : “(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah.” (QS. Ar Rahman : 72)

As Sa’diy mengatakan bahwa mereka adalah bidadari-bidadari yang dikurung didalam tenda-tenda permata. Mereka berhias dan berdandan untuk suami-suami mereka. Hal itu tidaklah menafikan mereka untuk keluar ke kebun-kebun dan taman-taman surga sebagaimana kebiasaan yang dilakukan oleh anak-anak perempuan para raja atau sejenisnya.” (Tafsirus Sa’diy hal 831)

Lalu mungkinkah kita mengatakan : “Para wanita-wanita surga itu tidaklah dilarang melihat kaum lelaki asing karena mereka telah dilarang melihatnya saat di dunia?!”

Apakah bisakah mengatakan : “Para wanita-wanita surga itu tidaklah dilarang berzina, berbuat keji, melakukan perbuatan tercela karena dahulu mereka diminta untuk menjauhkan perbuatan itu saat di dunia?!’

Sesungguhnya Allah swt telah mencukupkan orang-orang beriman baik laki-laki maupun perempuan dengan karunia-Nya yang kekal dan kenikmatannya yang sangat banyak di surga dari berbagai perbuatan-perbuatan buruk…

Artinya : “Di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Fushilat : 31 – 32)

Ibnu Katsir mengatakan bahwa di surga terdapat segala macam yang kamu kehendaki, disenangi jiwa dan disukai mata, “didalamnya apa yang kamu minta” artinya apa pun yang kamu minta maka itu ada dan akan datang dihadapanmu persis seperti yang kamu sebutkan.” (Tafsir Ibnu katsir Juz VII hal 177)

Maka apakah seorang yang beriman kepada Allah swt akan meminta perbuatan keji dan menjijikkan itu padahal Allah swt telah memberikan kenikmatan kepadanya dengan bidadari yang menyejukkan pandangan yang apabila salah seorang dari bidadari itu ditampakkan kepada para penghuni bumi maka bumi ini akan diselimuti dengan cahaya sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori (2796) dari Anas bin Malik dari Nabi saw bersabda,”Seandainya wanita dari penghuni surga ditampakkan kepada penghuni bumi maka dia akan menyinari diantara keduanya (timur dan barat bumi), akan berhembus angin dan kerudung yang ada diatas kepalanya lebih baik dari dunia dan seisinya.”

Sesungguhnya perkataan yang menyebutkan bahwa prilaku gay dibolehkan di surga adalah perkataan yang tidak benar. Ibnu Muflih mengatakan didalam “al Furu’” (juz VI hal 71 – 72) yang diambil dari Ibnul Jauzi bahwa Ibnu ‘Uqail mengatakan bahwa pembicaraan tentang ini pernah terjadi diantara Abu Ali bin al Walid, seorang yang berfaham mu’tazilah dengan Abu Yusuf al Qozwiniy. Abu Ali mengatakan,”Tidaklah dilarang menyetubuhi pemuda-pemuda surga dan membangkitkan syahwat untuk itu karena hal itu adalah bagian dari kenikmatan… “ maka Abu Yusuf mengatakan,”Kecenderungan (laki-laki) kepada laki-laki adalah suatu penyakit. Dan tidaklah dia diciptakan untuk disetubuhi.”

Ibnu ‘Uqail mengatakan bahwa tidak ada tempat untuk berfikir tentang liwath karena tidaklah ditegaskan bahwa para penghuni surga memiliki saluran pembuangan air besar. Kalau begitu mereka tidaklah buang air besar.” (www. http://islamqa.com)

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Bagaimana Hukumnya “Taaruf” lewat Facebook?

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum wr wb.

Saya kenal wanita via facebook, dari status dan profilnya begitu menarik saya untuk mengenalnya.

Saya pun memberanikan untuk mengenalnya lebih dalam, niat saya ingin menikah, pertanyaan yang saya ajukan ke dia juga seperlunya saja. Hampir sebulan pertanyaan saya baru direspon dan orang tuanya juga setuju tapi kami belum pernah ketemuan sama sekali.

Apakah ini yg namanya ta’aruf dan bagaimana hukumnya ta’aruf lewat facebook. Terima kasih.

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Taaruf bermakna saling mengenal antara sebagian manusia dengan sebagian lainnya. Termasuk dalam istilah ini adalah proses saling mengenal antara dua orang lawan jenis yang ingin menikah. Jika diantara mereka berdua ada kecocokan maka bisa berlanjut ke jenjang pernikahan namun jika tidak maka proses pun behenti dan tidak berlanjut.

Taaruf bukanlah pernikahan yang menghalalkan berdua-duaan layaknya pasangan suami-istri. Di dalam proses taaruf ini tidak diperbolehkan adanya khalwat (berdua-duaan) di antara dua orang lawan jenis tersebut karena perbuatan ini melanggar rambu-rambu syar’i dan menjadi pintu masuknya setan, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam at Tirmidzi bahwa Nabi shalalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali ketiganya adalah setan.”

Juga apa yang diriwayatkan Imam Muslim dari Ibnu ‘Abbas bahwa dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali wanita itu disertai muhrimnya.”

Taaruf dengan menggunakan alat-alat komunikasi modern seperti telepon, handphone, email maupun Facebook memungkinkan terjadinya khalwat di antara mereka berdua serta dapat menimbulkan fitnah.

Hal itu dikarenakan didalam proses taaruf inilah si lelaki akan menggali tentang data-data si wanita, begitu sebaliknya si wanita akan menggali tentang data-data si lelaki, baik data-data pribadi, pendidikan, keluarga atau lainnya yang diperlukan mereka berdua. Dan ketika dilakukan dengan menggunakan handphone, email maupun Facebook maka terjadi proses komuniksi dua arah secara langsung antara mereka berdua bahkan tidak jarang terjadi hingga beberapa kali. Dan jika ini terjadi maka sesungguhnya setan telah berhasil memperdaya dan menipu mereka berdua.

Syeikh Ibnu Jibrin pernah ditanya tentang hukum surat menyurat antara seorang pemuda dan pemudi, sebagaimana diketahui bahwa didalam surat menyurat ini bersih dari mesum, percumbuan dan percintaan?

Beliau menjawab:

“Tidak diperbolehkan seorang pemuda mengirimkan surat kepada wanita yang bukan mahramnya dikarenakan hal itu mengandung fitnah. Memang terkadang orang yang mengirim surat tidak merasa bahwa hal itu adalah fitnah akan tetapi setan senantiasa menggoda si pemuda dan pemudi itu.”

“Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan seseorang yang mendengar tentang dajjal agar menjauhinya. Dan beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam juga memberitahu bahwa seorang lelaki benar-benar akan mendatangi dajjal dan mengira seorang mukmin akan tetapi ia tetap mengikuti dajjal sehingga ia terkena fitnah.”

“Didalam surat menyurat antara para pemudi dan pemuda terdapat fitnah dan bahaya besar yang harus dihindari meskipun si penanya mengatakan bahwa didalamnya tidak terdapat dari mesum, percumbuan dan percintaan.” (Fatawa al Marah)

Oleh karena itu sebaiknya anda menyudahi proses taaruf melalui Facbook karena tidak aman dari fitnah —sebagaimana penjelasan di atas— dan lanjutkanlah proses taaruf itu —jika masih diperlukan— dengan pertemuan ‘darat’ yang disertai orang lain atau mahramnya.

Wallahu A’lam.

-Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Hukum Menikah Dengan Jin

$
0
0

sigitAssalamualaykum, pa ustadz saya mau tanya tentang keabsahan hukum Islam dalam perkara menikah dengan jin, itu sah apa nggak? terima kasih.

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang kemungkiinan terjadinya pernikahan antara manusia dan jin. Pendapat yang tepat adalah bahwa hal itu dimungkinkan berdasarkan firman Allah swt :

وَشَارِكْهُمْ فِي الأَمْوَالِ وَالأَوْلادِ وَعِدْهُمْ

Artinya : “Dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak.” (QS. Al Isra : 64)

Adapun tentang hukum pernikahan antara manusia dan jin maka tidaklah dibolehkan, sebagaimana hal itu diterangkan Imam Suyuthi didalam kitabnya “al Asybah an Nazhair”.

Di dalam permasalahan-permasalahan tentangnya telah ditanyakan asy Syeikh Jamaluddin al Isnawi kepada hakim dari para hakim Syarofuddin al Bariziy apabila seseorang ingin menikah dengan wanita dari kalangan jin —ketika dimungkinkan— maka apakah hal demikian diperbolehkan atau dilarang. Sesungguhnya Allah SWT berfirman :

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri.” (QS.Ar Ruum : 21)—Sang Maha Pencipta telah memberikan karunia dengan menjadikan hal itu dari satu jenis yang bisa dipergauli.

Dan jika kita membolehkan hal demikian —ini disebutkan di dalam kitab “Syarh al Wajiz’ milik Ibnu Yunus— maka apakah diharuskan bagi jin wanita itu untuk tetap tinggal di rumah atau tidak? Apakah dia dilarang untuk berbentuk selain bentuk manusia ketika dirinya menyanggupi karena kadang dirinya senang dan kadang tidak dengan hal itu? Apakah dirinya juga tergantung dengan syarat-syarat sah pernikahan seperti walinya atau apakah dirinya harus bersih dari berbagai penghalang (pernikahan) atau tidak? Apakah jika si lelaki melihatnya dalam bentuk selain bentuk biasanya dan si wanita jin itu mengaku bahwa ini adalah dirinya, maka apakah pengakuannya itu bisa dijadikan sandaran, lalu dibolehhkan baginya menggaulinya atau tidak? Apakah si lelaki juga dibebankan untuk memberikan apa-apa yang menjadi kebiasaan mereka (kaum jin), seperti : tulang dan selainnya jika dirinya mampu ataukah ia tidak dibebankan?

Lalu beliau menjawab : “Tidak diperbolehkan menikah dengan wanita dari kalangan jin berdasarkan pemahaman dari dua ayat yang mulia didalam surat an Nahl :

وَاللّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا

Artinya : “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri” (QS. An Nahl : 72)

Dan didalam surat ar Ruum :

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri.” (QS. Ar-Ruum : 21)

Terhadap kedua ayat tersebut, para mufasir mengatakan bahwa makna dari “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri” adalah dari jenis, macam atau seperti fisik kalian, sebagaimana firman Allah SWT :

لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ

Artinya : “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari jenismu sendiiri.” (QS. At Taubah : 128) —yaitu dari kalangan manusia, karena wanita-wanita yang dihalalkan untuk dinikahi adalah anak-anak perempuan dari saudara-saudara perempuan bapak dan anak-anak perempuan dari saudara-saudara perempuan ibu. Termasuk dalam hal ini adalah wanita-wanita jauh sebagaimana yang difahami dari ayat di surat al Ahzab :

Artinya : “Dan anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu.” (QS. Al Ahzab : 50) dan wanita-wanita selain mereka yang haram (dinikahi)… sebagaimana disebutkan didalam surat an Nisa tentang wanita-wanita yang haram (dinikahi), maka itu semua adalah tentang nasab sementara itu tidaklah ada nasab antara anak-anak Adam dan jin.

Dan inilah jawaban al Barizi. Jika engkau bertanya,”Bagaimana menurutmu tentang hal itu?” Aku mengatakan,”Bahwa yang aku yakini adalah diharamkan berdasarkan beberapa alasan berikut, diantaranya :

  1. Berdasarkan kedua ayat terdahulu.
  2. Apa yang diriwayatkan Harb al Karmani didalam “Masaa’il” nya dari Ahmad dan Ishaq, keduanya mengatakan : Muhammad bin Yahya al Qathi’i telah bercerita kepada kami : Basyar bin Umar telah bercerita kepada kami : Ibnu Luhai’ah telah bercerita kepada kami dari Yunus bin Yazid dari az Zuhriy berkata,”Bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang menikahi jin.”. walaupun hadits ini mursal namun dikuatkan oleh berbagai perkataan para ulama. Terdapat riwayat dari al Hasan al Bashri, Qatadah, al Hakam bin ‘Uyainah Ishaq bin Rohuyah dan ‘Uqbah al ‘Asham tentang pelarangan itu. Al Jammal as Sijistani dari kalangan Hanafi didalam kitab “Munyah al Mufti ‘an al Fatwa as Sirajiyah” mengatakan bahwa tidak diperbolehkan pernikahan antara manusia dan jin, dan manusia air karena perbedaan jenis.
  3. Bahwa pernikahan disyariatkan untuk ketenangan, ketentraman, kecintaan dan kasih sayang dan hal ini tidak terdapat pada jin bahkan yang ada pada mereka adalah sebaliknya yaitu permusuhan yang tidak hilang.
  4. Tidak terdapat perizinan dari syariat tentang hal itu. Sesungguhnya Allah swt telah berfirman :فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءArtinya : “Maka kawinilah wanita-wanita (an nisa) yang kamu senangi.” (QS. An Nisa : 3) An Nisaa adalah nama khusus untuk wanita-wanita dari kalangan Bani Adam sehingga selain mereka adalah haram. Karena asal dari persetubuhan adalah haram hingga terdapat dalil yang menghalalkannya.
  5. Dan seorang yang merdeka dilarang menikahi budak wanita jika akan menghasilkan kemudharatan pada anak karena perbudakan… Maka apabila pernikahan dengan budak wanita adalah dilarang padahal dari jenis yang sama meskipun dari macam yang berbeda maka pernikahan dengan yang tidak sejenis tentunya lebih utama lagi. (al Asbah an Nazha’ir hal 457–459)

Wallahu A’lam.

-Ustadz Sigit Pranowo Lc-

Viewing all 153 articles
Browse latest View live