Quantcast
Channel: Ustadz Menjawab – Eramuslim
Viewing all 153 articles
Browse latest View live

Ketaatan dan Aib Pemimpin

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum…

Ustadz saya ingin bertanya tentang membuka aib sesama muslim.

kapan “aib” seseorang bisa kita bicarakan atau diungkapkan? hal ini berkaitan dengan semangkin maraknya pengungkapan kasus korupsi/kolusi terhadap pejabat di negri ini.

Apakah benar kita harus mentaati penguasa (imamah) sekalipun mereka berbuat  dzolim yang banyak terdapat pada hadits seperti : “engkau mendengar dan mentaati penguasa sekalipun dipukul punggungmu dan diambil hartamu maka tetap mendengarlah dan taatlah” (HR.Muslim no.1847) atau …”apakah tidak sebaiknya kami memerangi mereka (penguasa), beliau menjawab “tidak boleh, selama mereka masih shalat” (HR. Muslim no.1854). siapa imamah yang dimaksud?

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Swarna yang dimuliakan Allah swt

Mengungkap Aib Seseorang

Pada dasarnya diharamkan bagi seorang muslim mengungkapkan aib saudaranya karena ini termasuk kedalam perbuatan ghibah, yaitu mengungkapkan aib saudaranya sesame muslim pada saat orang itu tidak ada dihadapannya dan saudaranya itu tidak menyukainya jika berita tersebut sampai kepadanya tanpa adanya suatu keperluan.

Para ulama mengharamkan ghibah ini jika dilakukan tanpa adanya suatu kepentingan bahkah termasuk kedalam kategori dosa besar, sebagaimana disebutkan didalam firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

Artinya : “Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat : 12)

Didalam shahih Muslim dari hadits al ‘Ala bin Abdurrahman dari ayahnya dari Abu Hurairoh bahwa Nabi saw bersabda,”Tahukah kalian apa itu ghibah?’ para sahabat bertanya,”Allah dan Rasul-Nya lah yang mengetahuinya.” Beliau saw bersabda,”Engkau menyebutkan apa-apa yang tidak disukai oleh saudaramu.’ Beliau saw ditanya,’Apa pendapatmu, jika pada saudaraku itu benar ada apa yang aku katakan?’ beliau saw bersabda,’Jika apa yang engkau katakan itu benar (ada pada saudaramu) maka sungguh engkau telah melakukan ghibah dan jika apa yang engkau katakana itu tidak benar maka engkau telah berdusta.”

Namun ghibah atau menyebutkan aib saudaranya untuk suatu kepentingan maka dibolehkan, dan diantara hal-hal yang dibolehkannya ghibah adalah :

1. Adanya unsur kezhaliman.

Dibolehkan bagi seorang yang dizhalimi untuk mengadukannya kepada penguasa atau hakim atau orang-orang yang memiliki wewenang atau orang yang memiliki kemampuan untuk menghentikan kezhaliman orang yang berbuat zhalim itu kemudian orang itu mengatakan,”Sesungguhnya si A telah merzhalimiku, dia telah berbuat ini kepadaku, dia telah mengambil itu dariku atau sejenisnya.”

2. Meminta pertolongan untuk menghentikan kemunkaran dan mengembalikan orang-orang yang berbuat maksiat kepada kebenaran dengan penjelasannya yang mengatakan kepada orang yang diharapkan kesanggupannya untuk menghilangkan kemunkaran dengan mengatakan,”Si A melakukan ini dan itu maka cegahlah dia, atau perkataan sejenisnya.” Maksudnya adalah untuk menghilangkan kemunkaan dan jika tidak ada maksud yang demikian maka diharamkan.

3. Meminta fatwa, seperti penjelasannya kepada seorang mufti,”Ayahku telah menzhalimiku atau saudaraku atau fulan dengan perbuatan ini. Adakah balasannya ? Bagaimana caranya untuk melepaskan diri dari perbuatan itu dan mendapatkan hakku serta mencegah kezhaliman itu terhadapku?’ atau perkataan-perkatan seperti itu, maka hal ini dibolehkan untuk suatu kepentingan.

Namun yang lebih baik baginya adalah dengan mengatakan,”Bagaimana pendapatmu tentang seorang laki-laki yang melakukan perbuatan ini dan itu, atau seorang suami atau istri yang melakukan ini dan itu atau sejenisnya.” Ia hanya menyampaikan substansinya tanpa menyebutkan orangnya meski jika menyebutkan orangnya pun dibolehkan, berdasarkan hadits Hindun yang mengatakan,”Wahai Rasulullah saw sesungguhnya Abu Sofyan adalah seorang yang kikir…” dan Rasulullah saw tidaklah melarang Hindun.

4. Memberikan peringatan kepada kaum muslimin dari keburukan dan kejahatannya. Hal itu dalam lima bentuk sebagaimana disebutkan Imam Nawawi :

a. Mengungkapkan ‘cacat’ para perawi dan saksi yang memiliki cacat, ini dibolehkan menurut ijma’ bahkan diwajibkan demi menjaga syariah.

b. Memberitahukan dengan cara ghibah saat bermusyawarah dalam permasalahan keluarga besan, atau yang lainnya.

c. Apabila engkau menyaksikan orang yang membeli sesuatu yang mengandung cacat atau sejenisnya lalu engkau mengingatkan si pembeli yang tidak mengetahui perihal itu sebagai suatu nasehat baginya bukan bertujuan menyakitinya atau merusaknya.

d. Apabila engkau menyaksikan seorang yang faqih, berilmu berkali-kali melakukan perbuatan fasiq atau bid’ah sedangkan orang itu menjadi rujukan ilmu sementara kemudharatan yang ada didalam perbuatan itu masih tersembunyi maka hendaklah engkau menasehatinya dan menjelaskan perbuatannya itu dengan tujuan memberikan nasehat.

e. Terhadap seorang yang memiliki kekuasaan (amanah) yang tidak ditunaikan sebagaimana mestinya dikarenakan dirinya tidak memiliki kemampuan atau karena kefasikannya maka hendaklah hal itu diungkapkan kepada orang yang memiliki wewenang atau kemampuan untuk menggantikan orang tersebut dengan orang lain yang lebih mampu, tidak mudah tertipu dan istiqomah.

5. Apabila kefasikan atau bid’ah yang dilakukannya sudah tampak terang maka dibolehkan mengungkapkan yang tampak terang itu saja dan tidak dibolehkan baginya mengungkapkan aib-aib selain itu kecuali jika ada sebab lainnya.

6. Sebagai pengenalan atau pemberitahuan… apabila seseorang telah dikenal dengan gelar si Rabun, si Pincang, si Biru, si Pendek, si Buta, si Buntung atau sejenisnya maka dibolehkan baginya untuk mengenalkannya dengan perkataan itu dan diharamkan menyebutkannya dengan maksud menghinakannya akan tetapi jika dimungkinkan untuk pengenalannya dengan selain gelar-gelar itu maka hal ini lebih utama. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 11445 – 1146)

Dengan demikian dibolehkan mengungkapkan aib korupsi yang dilakukan para pejabat dikarenakan adanya kemaslahatan didalamnya yaitu untuk menghentikan kezhalimannya yang dapat merugikan negara dan menyengsarakan masyarakat dan agar para pejabat lainnya tidak melakukan perbuatan itu atau pun agar pejabat itu diganti dengan pejabat lainnya yang lebih baik dan amanah.

Mentaati Pemimpin

Selain hadits-hadits yang anda sebutkan diatas yang memerintahkan seorang muslim untuk mendengar dan menaati pemimpinnya maka terdapat hadits-hadits lainnya, diantaranya :
Sabda Rasulullah saw,”Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemui keadaan itu?’ Beliau saw bersabda,”Hendaklah engkau berkomitmen (iltizam) dengan jama’atul muslimin dan imam mereka.” (HR. Bukhori)

Sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang melepaskan tangannya (baiat) dari suatu keaatan maka ia akan bertemu Allah pada hari kiamat tanpa adanya hujjah (alasan) baginya. Dan barangsiapa mati sementara tanpa ada baiat di lehernya maka ia mati seperti kematian jahiliyah.” (HR. Muslim)

Maksud kata “pemimpin/imam” yang harus didengar dan ditaati didalam hadits-hadits diatas adalah pemimpin seluruh kaum muslimin atau khalifah atau imam syar’iy yang dipilih oleh Ahlu al Halli wa al Aqdi yang merupakan perwakilan dari seluruh kaum muslimin bukan pemimpin suatu organisasi, jama’ah, partai, perkumpulan atau bukan pula penguasa suatu negara, pemimpin suatu daerah atau yang sejenisnya.

Sehingga apabila seorang pemimpin suatu organisasi atau jamaah atau seorang penguasa suatu negeri memerintahkan kemaksiatan walaupun dirinya masih melaksanakan shalat maka ia tidak boleh ditaati karena tidak ada ketaatan didalam maksiat kepada Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Tidak ada ketaatan dalam suatu kemaksiatan akan tetapi ketaatan kepada hal yang ma’ruf.” (HR. Bukhori dan Muslim)—(baca : Hukum Berhenti dari Jama’ah)

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…


Hidangan dan Hari Raya di Masa Nabi Isa

$
0
0

sigit1Assalamu’alaikum ustadz,

langsung saya saya mau menanyakan tentang tafsir ayat-ayat ini :

5:114. Isa putra Maryam berdoa: “Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezekilah kami, dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling Utama”.

5:115. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barang siapa yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia”.

Kapan Allah SWT menurunkan hidangan yang diminta oleh nabi Isa AS tersebut? karena disitu disebutkan bahwa Allah SWT akan menurunkan hidangan itu.

Kalau sudah pernah, hari raya apa yang dijadikan pengikut nabi Isa AS tersebut? Apakah sampai saat ini hari raya itu masih ada?

Terimakasih atas jawabannya,

Wassalamu’alaikum

Waalaikumussalam Wr Wb

Firman Allah swt :

قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا أَنزِلْ عَلَيْنَا مَآئِدَةً مِّنَ السَّمَاء تَكُونُ لَنَا عِيداً لِّأَوَّلِنَا وَآخِرِنَا وَآيَةً مِّنكَ وَارْزُقْنَا وَأَنتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ ﴿١١٤﴾
قَالَ اللّهُ إِنِّي مُنَزِّلُهَا عَلَيْكُمْ فَمَن يَكْفُرْ بَعْدُ مِنكُمْ فَإِنِّي أُعَذِّبُهُ عَذَابًا لاَّ أُعَذِّبُهُ أَحَدًا مِّنَ الْعَالَمِينَ ﴿١١٥﴾

Artinya : “Isa putera Maryam berdoa: “Ya Tuhan Kami turunkanlah kiranya kepada Kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi Kami Yaitu orang-orang yang bersama Kami dan yang datang sesudah Kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rzekilah Kami, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling Utama”. Allah berfirman: “Sesungguhnya aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, Barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan itu), Maka Sesungguhnya aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah aku timpakan kepada seorangpun di antara umat manusia”. (QS. Al Maidah : 114 – 115)

Ibnu Katsir menyebutkan ayat ini menceritakan tentang “al Maidah” (hidangan) dan surat ini dinisbahkan kepadanya sehingga dinamakan “Surat al Maidah” yang merupakan karunia dari Allah swt kepada hamba dan rasul-Nya, Isa as tatkala Allah menjawab doanya dengan menurunkan (hidangan) tersebut. Lalu Allah menurunkan satu ayat dan mu’jizat-Nya yang luar biasa dan bukti yang kuat.

Sebagian imam menyebutkan bahwa kisah al Maidah ini tidaklah disebutkan didalam injil dan tidak pula dikenal oleh orang-orang Nasrani kecuali hanya oleh orang-orang muslim.

Imam al Qurthubi mengatakan bahwa kata ” تكون ” adalah sifat dari مائدة dan bukan sebagai jawaban. Al A’masy membaca ” تكن ” sebagai jawaban, dan maknanya adalah pada hari diturunkannya yaitu “hari raya bagi orang-orang pertama kami” yaitu orang-orang pertama umat kami dan yang terakhirnya.

Ada yang mengatakan bahwa hidangan tersebut diturunkan kepada mereka pada hari ahad di pagi dan sore hari karena itu mereka menjadikan hari ahad sebagai hari rayanya.

Ada yang mengatakan bahwa asalnya (kata ‘id) dari aada ya’uudu yang berarti kembali atu a’udu dengan huruf waw lalu diganti dengan huruf yaa dikarenakan huruf sebelumnya yang berharokat kasroh, seperti miizaan, miiqoot, mii’aad. Dan hari fitri dan adha disebut ‘id dikarenakan kedua hari tersebut senantiasa berulang setiap tahunnya.

Kemudian al Anbariy mengatakan bahwa dinamakan ‘id dikarenakan kembali bersenang-senang dan berbahagia yaitu hari kebahagiaan seluruh makhluk. Tidakkah anda melihat pada hari itu orang-orang yang dipenjara tidak dituntut, tidak diberikan sangsi, binatang liar dan burung-burung tidak diburu…

Ada yang mengatakan bahwa dinamakan ‘id karena setiap manusia kembali kepada kadar kedudukannya. Tidakkah anda menyaksikan perbedaan pakaian, peralatan dan tempat-tempat makanan mereka. Dari mereka ada orang-orang menerima tamu dan ada yang bertamu, dari mereka ada yang menyanyangi dan dari mereka ada yang disayangi.

Ada yang mengatakan bahwa dinamakan dengan ‘id karena itu adalah hari mulia sepertihalnya hari raya.. (al Jami’ Li Ahkam al Qur’an juz VI hal 367 – 368)

Dengan demikian tidaklah diketahui secara pasti hari raya yang dimaksudkan didalam suat al Maidah ini meskipun ada pendapat yang megatakan bahwa ia adalah hari ahad yang hingga sekarang dijadikan sebagai hari raya oleh orang-orang Nasrani.

Wallahu A’lam

Bacaan Shalawat pada Tasyahud dan Sujud Tilawah

$
0
0

sigit1Assalamualaikum pak ustadz

saya ingin menanyakan pada saat tasyahud awal membaca salawatnya penuh seperti tasyahud akhir atau hanya membaca salawat nabi muhammad saja kemudian berdiri.

yang kedua tentang sujud tilawah apakah hanya dikerjakan waktu sholat saja waktu membaca ayat sajdah atau membaca al Quran seperti biasa perlu sujud tilawah. apa saja ayat sajdah itu?

terimakasih

wassalamualaikum

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Khairul Hidayat yang dimuliakan Allah

Bacaan Tasyahud Awal

Berikut beberapa lafazh tasyahud yang matsur dari nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam :

saya mendengar Ibnu Mas’ud berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengajariku tasyahud -sambil menghamparkan kedua telapak tangannya- sebagaimana beliau mengajariku surat Al Qur’an, yaitu “’ATTAHIYYAATU LILLAHI WASHSHALAWAATU WATHTHAYYIBAAT. ASSALAAMU ‘ALAIKA AYYUHANNABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUH. ASSALAAMU ‘ALAINAA WA ‘ALAA ‘IBAADILLAHISH SHAALIHIIN ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ABDUHU WA RASULUHU.’

(Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada engkau wahai Nabi dan juga rahmat dan berkah-Nya. Dan juga semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih Aku bersaksi tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya’) Yaitu ketika beliau masih hidup bersama kami, namun ketika beliau telah meninggal, kami mengucapkan; “Assalaamu maksudnya atas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Bukhari, Bab Meminta Izin No. 6265)

Lafazh tasyahud diatas adalah yang paling baik menurut para ulama. Lafazh tersebut dibaca pada tasyahud awal. Sedangkan pada tasyahud akhir, ditambah dengan shalawat atas Nabi shalallahu ‘alaihiw wa sallam. Ibnul Qayyim mengatakan bahwa diasyariatkan terhadap umatnya agar bershalawat atasnya pada saat tasyahud akhir.” (Shalat dan Hukum Meninggalkannya juz I hal 284) – Fatawa al Islam, Sual wa Jawab No. 11417)

Sujud Tilawah

Diajurkan bagi seorang yang melewati suatu ayat sajdah, baik dirinya dalam keadaan shalat maupun di luar shalat untuk melakukan sujud tilawah.

Tempat-tempat sujud tilawah didalam Al Qur’an ada 15 ayat :

1. Surat Al A’raf ayat 206.

إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ

2. Surat Ar Ra’du ayat 15.

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَالُهُمْ بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ

3. Surat An Nahl 49.

وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ دَابَّةٍ وَالْمَلَائِكَةُ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

4. Surat al Isra : 107

قُلْ آَمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا

5. Surat Maryam : 58

إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آَيَاتُ الرَّحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

6. Surat al Hajj : 18

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ

7. Surat Al Hajj : 77

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

8. Surat Al Furqon : 60

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمَنِ قَالُوا وَمَا الرَّحْمَنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا وَزَادَهُمْ نُفُورًا

9. Surat An Naml : 25

أَلَّا يَسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي يُخْرِجُ الْخَبْءَ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُخْفُونَ وَمَا تُعْلِنُونَ

10. Surat As Sajdah : 15

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآَيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

11. Surat Shaad : 24

وَظَنَّ دَاوُودُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ

12. Surat Fushilat : 37

وَمِنْ آَيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

13. Surat an Najm : 62

فَاسْجُدُوا لِلَّهِ وَاعْبُدُوا

14. Surat al Insyiqaq : 21

وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآَنُ لَا يَسْجُدُونَ

15. Surat al Alaq : 19

كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ

Wallahu A’lam

Sigit Pranowo, Lc

Maksud Allah Lebih Dekat dari Urat Leher

$
0
0

sigit1Ass. Wr.wb

Mohon penjelasan mengenai kata-kata bahwa Allah itu lebih dekat dari urat leher

Wass.wr.wb

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Ali yang dimuliakan Allah swt

Firman Allah swt :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ ﴿١٦﴾
إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ ﴿١٧﴾

Artinya : “Dan Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qoff : 16 – 17)

Firman-Nya,” وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيد “ artinya : “dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” adalah para malaikat Allah swt lebih dekat kepada manusia dari urat lehernya. Dan barangsiapa yang menakwilkannya atas dasar ilmu maka dia akan menghindar agar tidak terjadi penyatuan antara keduanya (hulul / ittihad), dan hal itu tertolak berdasarkan ijma’, Maha Suci dan Maha Tinggi Allah swt. Namun lafazh tidaklah menunjukkan yang demikian karena Allah swt tidak mengatakan,”dan Aku lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” akan tetapi Dia swt mengatakan,”dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”

Sebagaimana disebutkan didalam ”al Muhtadhor” bahwa makna dari :

Artinya : ”Dan kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. tetapi kamu tidak melihat,” (QS. Al Waqi’ah : 85) yaitu malaikat-Nya, sebagaimana firman Allah swt :


Artinya : ”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al hijr : 85) yaitu malaikat turun dengan membawa Al Qur’an dengan izin Allah swt. Begitu pula dengan malaikat lebih dekat kepada manusia dari pada urat lehernya dengan kekuasaan Allah terhadap mereka. (Tafsir al Qur’an al Azhim juz VII hal 398)

Sedangkan makna ”ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” yaitu Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya saat kedua malaikat mencatat amalnya. Artinya bahwa Kami lebih mengetahui tentang keadaannya dan Kami tidak memerlukan malaikat pemberitahu akan tetapi kedua malaikat itu ditugaskan untuk suatu keperluan sebagai penegasan perintah.

Al Hasan. Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa المتلقيان adalah dua malaikat yang mencatat amalmu, satu berada di sebelah kananmu mencatat amal kebaikanmu sedangkan yang lainnya berada di sebelah kirimu mencatat amal keburukanmu.

Al Hasan mengatakan,”Hingga jika engkau meninggal maka ditutuplah lembaran catatan amalmu lalu pada hari kiamat maka dikatakanlah kepadamu, firman Allah swt :

Artinya : “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu”. (QS. Al Israa : 14) ….demi Allah engkaulah yang telah menjadikan dirimu menghisab dirimu sendiri.” (al Jami’ Li Ahkamil Qur’an juz IX hal 11 – 12)

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Hukum Haji dan Umroh dari Pinjaman di Bank

$
0
0

sigit1assalamu’alaikum warahmatullah.

Ustad ana mau menanyakan apakah boleh seseorang pergi haji dan umroh dengan menggunakan pinjaman bank bagi PNS atau pegawai swasta yang memiliki gaji bulanan yang tetap? atas penjelasannya ana mengucapkan Jazakallahu.

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Abu Shabir yang dimuliakan Allah swt

Diantara syarat diwajibkannya seseorang pergi haji adalah memiliki kesanggupan untuk berangkat ke sana. Seorang yang berutang pada dasarnya termasuk orang yang tidak memiliki kesanggupan kecuali setelah dirinya melunasi utang-utang tersebut atau telah mendapatkan toleransi dari orang atau pihak yang memberikannya pinjaman akan penundaan pembayaran utang tersebut hingga setelah penunaian haji.

firman Allah swt :

وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً

Artinya : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Al Aimron : 97)

Diriwayatkan oleh al Baihaqi dari Abdullah bin Abi Aufa berkata,”Aku bertanya kepada Rasulullah saw tentang seorang yang belum menunaikan haji atau berutang untuk haji? Beliau saw bersabda,’Tidak.” (HR. Baihaqi)

Demikian pula utang yang pelunasannya baru terjadi pada masa yang akan datang dan pembayarannya diambil dari pemotongan gaji atau pernghasilan tetapnya secara rutin setiap bulannya maka pada dasarnya ia bukanlah penghalang baginya untuk berhaji. Baik utang itu tidak terkait dengan ONH nya, seperti : cicilan kendaraan, cicilan rumah atau lainnya maupun utang untuk ONH itu sendiri.

Akan tetapi jika seseorang untuk biaya pergi hajinya melakukan pinjaman dari bank konvensional yang menerapkan praktek ribawi maka hal itu termasuk perkara yang tidak diperbolehkan meskipun dia memiliki kesanggupan melakukan pembayaran per bulannya dari pemotongan gajinya.

Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir dia berkata, “Rasulullah saw melaknat pemakan riba, orang yang menyuruh makan riba, juru tulisnya dan saksi-saksinya.” Dia berkata, “Mereka semua sama.”

Dan apa yang dilakukannya itu termasuk tolong menolong atau bantu membantu dalam kemaksiatan dan dosa yang dilarang Allah swt.

وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ

Artinya “ Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah.” (QS. Al Maidah : 2)

Wallahu Alam

Ustadz Sigit Pranowo

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Hukum Berqurban dan Menikmati Dagingnya

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum Wr.Wb.

Ustadz yang dilindungi Allah SWT… saya mau bertanya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kurban, baik itu yang sunnah atau tata cara maupun syarat-syarat untuk berkurban… Dan satu lagi, apa hukumnya jika kita berkurban dan meminta 1/3 bagian dari kurban itu sendiri….

atas jawabannya, saya ucapkan terima kasih…

Wassalam….

Waalaikumussalam Wr Wb

Hukum Berkurban
Ibadah menyembelih hewan kurban ini adalah sunnah muakkadah (tidak ada dosa bagi orang yang tidak melaksanakannya) menurut para ulama diantaranya Imam Malik dan Syafi’i. Dan diantara dalil-dalil mereka adalah :

1. Firman Allah swt,”Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS Al Kautsar : 2)
2. Sabda Rasulullah saw,”Jika kalian telah melihat bulan dzulhijjah, hendaklah salah seorang diantara kalian berkurban..”(HR. Muslim)
3. Riwayat dari Abu Bakar dan Umar ra bahwa mereka berdua belum pernah melaksanakan penyembelihan kurban untuk keluarganya karena takut dianggap sebagai suatu kewajiban. (Fiqhus Sunnah, edisi terjemah juz IV hal 294)

Tata Cara dan Syarat-syarat Kurban

Adapun tata cara penyembelihan hewan kurban sebagai berikut :

1. Mengucapkan nama Allah swt, firman-Nya,”Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya.” (QS. Al An’am : 118) Didalam Shohihain disebutkan bahwa Rasulullah saw menyebut bismillahirrohmanirrohim saat menyembelih kurbannya.

2. Shalawat atas Nabi saw sebagaimana disebutkan Imam Syafi’i… Allah swt mengangkat penyebutannya saw dan tidaklah disebutkan nama Allah kecuali dengan disebutkan juga namanya saw.

3. Menghadapkan sembelihan kearah kiblat, dikarenakan kiblat adalah arah terbaik dan Rasulullah saw menghadapkan sembelihannya ke arah kiblat saat menyembelih.

4. Mungucapkan takbir sebagaimana riwayat dari Anas bahwa Rasulullah saw menyembelih dua ekor gibas yang baik dan bertanduk dengan tangannya sendiri yang mulia dengan menyebut nama Allah dan bertakbir.” (HR. Bukhori Muslim)

5. Berdoa, disunnahkan mengucapkan,”Allahumma minka wa ilaika fataqobbal minniy.—Ya Allah ini dari Engkau dan kembali kepada-Mu maka terimalah kurban dariku ini” maksudnya adalah nikmat dan pemberian dari-Mu dan aku mendekatkan diriku kepada-Mu dengannya. Berdasarkan dalil bahwa Rasulullah saw berkata saat menyembelih dua gibas itu,”Allahumma taqobbal min Muhammadin wa aali Muhammadin.” (Kifayatul Akhyar juz II hal 148)

Ada juga yang mengatakan disunnahkan mengucapkan,”Inni wajjahtu wajhiya lilladzi fathoros samawati wal ardho haniifan wama ana minal musyrikin, Inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi robbil ‘alamin, laa syariika lahu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimin.” dan tatkala mengelus-elusnya haruslah mengucapkan basmalah dan takbir,”bismillah wallahu akbar Allahumma hadza minka wa laka.” (Minhajul Muslim hal 236)

Sabda Rasulullah saw,”Wahai Fatimah, bangkitlah dan saksikanlah penyembelihan hewan qurbanmu! Sesungguhnya sejak tetes darah pertama qurbanmu, Allah swt telah mengampuni dosa yang kamu perbuat. Katakanlah, Inna sholati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi robbil ‘alamin, laa syariika lahu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimin. ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku (sembelihanku), hidupku dan matiku hanya umtuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan demikianlah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama dari orang-orang yang pertama dari orang-orang yang menyerahkan diri kepada-nya.” (HR al Hakim)

Sedangkan syarat-syarat kurban adalah :

1. Usianya; hewan kurban yang berupa domba yang dianggap layak adalah yang berumur setengah tahun, kambing berumur satu tahun, sapi berumur dua tahun, dan unta berumur lima tahun. Semua hewan itu tidak dibedakan apakah jantan atau betina. Hal itu berdasarkan dalil-dalil berikut.

a. Riwayat dari Uqbah bin Amir, ia berkata,”Aku bertanya kepada Rasulullah,’Wahai Rasulullah saw aku memiliki jadza’ kemudian Rasulullah saw menjawab,’Berkurbanlah dengannya.” (HR. Bukhori dan Muslim). Jadza’ menurut Abu Hanifah adalah kambing/domba yang berumur beberapa bulan, sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa kambing yang berumur satu tahun, inilah yang paling shohih.

b. Sabda Rasulullah saw,”Janganlah kalian berkurban kecuali yang telah berumur satu tahun ke atas. Jika hal itu menyulitkanmu maka sembelihlah jaza’ kambing.” (QS. Muslim) –(Fiqhus Sunnah edisi terjemah juz IV hal 294 – 295)

2. Tidak ada cacat (aib) pada hewan kurban seperti, picak matanya, pincang, patah tanduknya, terpotong kupingnya, tidak sakit, tidak terlalu kurus, berdasarkan sabda Rasulullan saw,”Empat jenis jenis hewan yang tidak boleh dikurbankan : Yang tampak jelas picak matanya, yang tampak jelas penyakitnya, yang pincang sekali, dan yang kurus sekali.” (QS. Tirmidzi)

3. Yang paling utama dari hewan kurban adalah gibas (domba) yang kuat, bertanduk dan berwarna putih kehitam-hitaman disekitar kedua matanya dan juga di badannya, berdasarkan riwayat bahwa Rasulullah saw menyembelih hewan yang seperti itu. Aisyah ra mengatakan,”Sesungguhnya Nabi saw pernah berkurban seekor gibas yang bertanduk ada warna hitam di badannya, ada warna hitam di kakinya dan ada warna hitam di kedua matanya.” (QS. Tirmidzi) Tentunya ini adalah yang paling utama dan bukan berarti hewan yang akan dikurbankan harus seperti ini, karena hal itu pasti menyulitkan bagi setiap orang yang ingin berkurban.

Hukum Meminta Sepertiga Daging

Orang yang berkurban disunnahkan untuk memakan dagingnya, membagikannya kepada karib kerabat, serta menyedekahkannya kepada orang-orang fakir, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Makanlah olehmu, simpanlah dan sedekahkanlah.” (HR. Tirmidzi)

Jadi dari hadits tersebut bisa disimpulkan bahwa diperbolehkan bagi orang yang berkurban untuk meminta yang sepertiga karena memang itu menjadi hak atau bagian untuknya atau menyedekahkan seluruhnya tanpa mengambil bagian sedikitpun darinya.
Wallahu A’lam

– Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Bila ingin memiliki sebuah karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC, silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Mencintai dan Mendoakan Non Muslim

$
0
0

sigit1Assalamualaikum Ustadz,

Saya seorang muslimah berusia 25 tahun. Saat ini saya sedang menyukai seorang lelaki yang beragama nasrani. Hubungan kami hanya sebatas saling mengenal saja. Akan tetapi saya berharap bahwa kelak dia akan menjadi seorang muslim meskipun pada akhirnya dia bukan jodoh saya. Saya mengerti masalah hidayah hanya Allah SWT yang mengetahui. Lalu, sampai batas manakah saya bisa berdoa agar dia sekiranya bisa mendapat hidayah. Atas jawaban dan perhatiannya saya sampaikan terima kasih. Wassalamualaikum, wr, wb.

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Tika yang dimuliakan Allah swt

Memang cinta adalah misteri yang kekuatannya sering memperdaya orang-orang yang merasakannya dan menjadikan mereka berbuat apa pun untuk dapat menyempurnakannya. Ia adalah perasaan hati seseorang yang muncul dikarenakan ketertarikan terhadap sesuatu yang dia sukai.

Begitulah yang terjadi pada diri anda ketika anda mencintai seorang laki-laki yang beragama Nasrani. Tentunya ada sesuatu (kelebihan) didalam diri orang itu yang menjadikan anda begitu tertarik kepadanya hingga berniat untuk melanjutkan hubungan dari sekedar saling kenal menjadi saling mengasihi dan mencintai.

Apapun yang menjadi daya tariknya terhadap anda namun ada satu hal yang sangat mendasar yang perlu anda perhatikan sebagai seorang muslimah, sebagaimana disebutkan Allah swt yaitu agamanya. Inilah yang harus menjadi pertimbangan pertama dan utama bagi anda didalam melihat calon pasangan anda karena didalam sebuah rumah tangga yang menjadi pemimpinnya adalah suami. Suamilah yang paling banyak memegang peranan dan kendali didalamnya hingga dalam pembentukan karakter keluarga dan anak-anaknya. Dia lah yang paling bertanggung-jawab terhadap kesalehan orang-orang yang ada dibawah kendalinya itu. Tentunya jika ia seorang yang shaleh maka akan membawa istri dan anaknya menjadi orang-orang yang shaleh begitu pula sebaliknya.

Firman Allah swt.:

وَلاَ تَنكِحُواْ الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلاَ تُنكِحُواْ الْمُشِرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُواْ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّن مُّشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُوْلَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللّهُ يَدْعُوَ إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al Baqoroh : 221)

Ayat itu menjelaskan bahwa bagaimana pun tetap seorang muslim lebih baik dihadapan Allah swt daripada orang-orang musyrik (non muslim) betapa pun daya tarik yang dimilikinya.

Betul… anda belumlah sampai ke tingkat pernikahan namun ada baiknya mempertimbangkan hal itu sejak dini karena tentunya hubungan yang akan anda bina dengan orang itu akan bermuara kepada suatu pernikahan juga sebagaimana suatu kaidah menyebutkan “Tutuplah suatu jalan (keburukan)”.

Namun andai pun anda tetap berkeinginan bersamanya maka janganlah anda menikah dengannya sebelum dirinya menjadi seorang muslim dan betul-betul anda yakini bahwa keislamannya—jika Allah kehendaki—adalah benar bukan hanya tipuan dan main-main sebagaimana kebanyakan dari mereka. Para ulama telah bersepakat bahwa diharamkan bagi seorang wanita muslimah menikah dengan seorang laki-laki non muslim.

Adapun tentang hukum seorang muslim yang berdoa agar seseorang yang kafir mendapatkan hidayah maka hal ini tidaklah dilarang sebagaimana terdapat didalam beberapa hadits shahih diantaranya :

1. Dari Abu Hurairoh berkata bahwa Thufail bin ‘Amr ad Dausiy—Thufail bin ‘Amr (ad Dausiy) mendatangi Nabi saw—dan berkata,”Sesungguhnya (orang-orang) Daus telah celaka, maksiat dan enggan maka berdoalah kepada Allah untuk mereka.’ Lalu beliau saw bersabda,’Wahai Allah berilah petunjuk kepada (orang-orang) Daus dan berangkatlah kamu menemui mereka.” (HR. Bukhori dan Muslim)

2. Diriwayatkan dari Abu Hurairoh yang mengatakan bahwa aku mengajak ibuku memeluk islam sementara dia masih musyrik maka dia memperdengarkan kepadaku tentang Rasulullah sesuatu yang aku tidak menyukainya. Aku pun mendatangi Rasulullah saw sambil menangis aku mengatakan,”Wahai Rasulullah sesungguhnya aku mengajak ibuku memeluk islam tapi dia enggan terhadapku dan hari ini pun aku mengajaknya dan dia memperdengarkan kepadaku tentang dirimu yang aku tidak menyukainya. Maka berdoalah kepada Allah agar Dia swt memberikan petunjuk (hidayah) kepada ibu Abu Hurairoh. Rasul pun bersabda,’Wahai Allah berikanlah petunjuk kepada Ibu Abu Hurairoh.’ Maka aku pun keluar dengan gembira karena doa Nabi Allah swt. Tatkala aku datang saat itu ibuku dalam keadaan kering dan ia mendengar langkah kedua kakiku dan dia berkata,’diam di tempatmu.’. kemudian aku mendengar suara air, Abu Hurairoh berkata—ibuku mandi dan mengenakan pakaian panjangnya dan bersegera mengenakan khimar (kerudung hingga ke dada) lalu membuka pintu sambil berkata,’Wahai Abu Hurairoh Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.’—Abu Hurairoh berkata—maka aku pun kembali menemui Rasulullah saw—aku menemuinya dengan tangisan gembira—Abu Hurairoh berkata—aku mengatakan,’Wahai Rasulullah bergembiralah sungguh Allah telah mengabulkan doamu dan Dia swt telah memberikan hidayah kepada ibu Abu Hurairoh.’ Beliau saw pun memuji Allah dan berkata,’selamat.’—Abu Hurairoh berkata—aku berkata,’Wahai Rasulullah berdoalah kepada Allah agar memberikan kepadaku dan ibuku kecintaan kepada sesama hamba-Nya yang beriman dan memberikan kepada mereka kecintaan kepada kami—dia berkata—maka Rasulullah saw bersabda,’ Wahai Allah berikanlah kedua hamba-Mu ini—yaitu Abu Hurairoh dan ibunya—kecintaan kepada hamba-hamba-Mu yang beriman dan berikanlah kepada mereka kecintaan kepada orang-orang beriman.” Maka tidaklah ada seorang mukmin yang tercipta dan didengar olehku walau aku tidak melihatnya kecuali orang itu pasti mencintaiku.” (HR. Muslim)

Wallahu A’lam

Hukum Bersekutu dengan Orang Kafir dan Munafik

$
0
0

sigit1Asssalammu’alaikum.,

ustadz yg dirahmati Allah.,

Mau nanya tafsir surat An-Nisa’ 138-140.

bagaimna sikap kita terhadap teman yg non-muslim? adakah batasan2nya? apa saja batasannya?

syukron atas jawabannya.

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Muslim yang dimuliakan Allah swt

Makna Surat An Nisaa Ayat 138 – 140

بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا ﴿١٣٨﴾
الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ العِزَّةَ لِلّهِ جَمِيعًا ﴿١٣٩﴾
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللّهِ يُكَفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُواْ مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ إِنَّ اللّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا ﴿١٤٠﴾

Artinya : “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.” (QS. An Nisaa : 138 – 140)

Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna dari firman Allah swt بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih” yaitu bahwa orang-orang munafik yang memiliki sifat : beriman kemudian kafir maka hati mereka tertutup kemudian Allah mensifatkan bahwa mereka adalah orang-orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai pelindung dengan meninggalkan orang-orang beriman artinya bahwa mereka (orang-orang munafik) pada hakekatnya bersama mereka (orang-orang kafir), memberikan loyalitas dan kasih sayangnya kepada mereka lalu jika bertemu dengan mereka maka orang-orang munafik itu mengatakan,”Sesungguhnya kami bersama kalian, sesungguhnya kami hanya mengolok-olok orang-orang beriman dengan penampilan kami yang seolah-olah sejalan dengan mereka.”

Lalu Allah swt mengingkari pemberian loyalitas mereka (orang-orang munafik) kepada orang-orang kafir dengan أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ “Apakah mereka (orang-orang munafik) mencari kekuatan di sisi orang-orang kafir?” kemudian Allah swt memberitahukan bahwa izzah (kekuatan) seluruhnya adalah milik Allah saja dan tak satu pun yang menyertainya dan juga milik orang-orang yang diberikan oleh-Nya, sebagaimana firman-Nya di ayat lain :

Artinya : “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, Maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.” (QS. Fathir : 10)

يَقُولُونَ لَئِن رَّجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Artinya : “Mereka berkata: “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya.” Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (QS. Al Munafiqun : 8)

Maksudnya adalah memberikan dorongan untuk meminta izzah (kekuatan) itu dari sisi Allah swt, berlindung kepada-Nya dengan menyembahan-Nya serta bergabung dengan kelompok hamba-hamba-Nya yang beriman yang telah ditetapkan bagi mereka kemenangan di kehidupan dunia dan pada hari ditegakkannya kesaksian.

Senada dengan itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Husein bin Muhammad telah bercerita kepada kami, Abu Bakar bin ‘Ayyasy telah bercerita kepada kami dari Humaid al Kindiy dari ‘Ubadah bin Nusaiy dari Abi Raihanah bahwa Nabi saw bersabda,”Barangsiapa yang menasabkan (menyandarkan dirinya) kepada sembilan nenek moyang yang kafir karena menginginkan kekuatan dan kebanggaan bersama mereka maka orang itu adalah yang kesepuluh di neraka.”

Adapun firman Allah swt pada ayat 140:

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللّهِ يُكَفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُواْ مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ إِنَّ اللّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا ﴿١٤٠﴾

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.”

Yaitu : apabila kalian jatuh kedalam larangan itu setelah sampainya larangan itu kepada kalian lalu kalian ridho untuk duduk-duduk bersama mereka di tempat yang didalamnya terdapat pengingkaran, memperolok-olok dan merendahkan ayat-ayat Allah lalu kalian setuju dengan mereka maka sungguh kalian adalah sekutu mereka.

Untuk itu Allah swt berfirman إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ “Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka” didalam perbuatan dosa, sebagaimana disebutkan didalam hadits,”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka dia tidak akan duduk pada satu meja yang diatasnya diedarkan minuman keras.”

Firman Allah swt tentang larangan itu ada didalam surat al An’am yang tergolong ayat-ayat Makkiyah :

Artinya : “Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” (QS. Al An’am : 68) …

Sedangkan makna firman-Nya إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا “Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam” yaitu sebagaimana orang-orang munafik telah menyertai orang-orang kafir didalam kekufuran demikian pula Allah akan menjadikan mereka bersama-sama kekal di neraka jahanam selama-lamanya dan menggabungkan mereka semua di tempat penyiksaan dengan belenggu, rantai-rantai, minuman dari air panas yang mendidih serta air nanah. (Tafsir al Qur’an al Azhim juz II hal 435)

Adab Terhadap Orang-orang Kafir

Syeikh Abu Bakar Jabir al Jaza’iriy mengatakan bahwa setiap muslim haruslah meyakini bahwa seluruh ajaran dan agama adalah batil dan para penganutnya adalah kafir kecuali agama islam karena ia adalah agama ang benar dan kecuali para pemeluk islam karena mereka adalah orang-orang yang beriman dan berserah diri, sebagaimana firman Allah swt :

Artinya : “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Al Imran : 19)

Artinya : “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al Imran : 85)

Artinya : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah : 3)

Itu semua adalah informasi Ilahi yang benar yang memberitahu seorang muslim bahwa seluruh agama yang ada sebelum islam telah dihapuskan dan hanya Islam lah agama seluruh manusia. Allah tidaklah menerima satu agama pun selain islam dan Dia tidaklah rela dengan syariat selainnya. Dari sini seorang muslim melihat bahwa setiap orang yang tidak beragama dengan agama Allah (Islam) adalah kafir.

Untuk itu hendaklah seorang muslim memiliki adab-adab berikut dalam bermuamalah dengan mereka :

1. Tidak menyetujui kekufurannya, tidak ridho dengannya karena ridho dengan kekufuran adalah kekufuran.

2. Membencinya dengan kebencian Allah kepadanya, yaitu mencintai karena Allah dan membenci karena Allah. Selama Allah membenci kekufuran maka seorang muslim harus membenci pula kekufuran dengan kebencian Allah kepadanya.

3. Tidak memberikan wala’ (loyalitas) dan kecintaan kepadanya, berdasarkan firman-Nya :
Artinya : “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin.” (QS. Ali Imran : 28)

Artinya : “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al Mujadalah : 22)

4. Berlaku adil terhadapnya serta memberikan kebaikan kepadanya selama dia tidak memerangi (kaum muslimin) berdasarkan firman Allah :

Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah : 8)

5. Menyayangi dengan sifat kasih sayang pada umumnya, seperti memberikannya makan ketika dia merasa lapar, memberikannya minum ketika kehausan, mengajaknya berobat ketika sakit, meneyalamatkannya dari sesuatu yang bisa membahayakannya dan menjauhinya dari apa-apa yan bisa menyakitinya, berdasarkan sabda Rasulullah saw.”Sayangilah orang-orang yang di bumi maka yang di langit akan menyayangimu.” (HR. ath Thabrani)

6. Tidak menyakiti (menzhalimi) nya didalam harta, darah atau kehormatannya jika dia bukan termasuk orang-orang yang memerangi (umat islam) berdasarkan sabdanya,”Allah swt berfirman,’Wahai hamba-hamba-Ku sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezhaliman terhadap diri-Ku dan Aku jadikan hal itu haram diantara kalian maka janganlah kalian saling menzhalimi.” (Muslim)

7. Boleh memberikan hadiah kepadanya atau menerima hadiah darinya dan memakan makanannya jika dia termasuk ahli kitab : Yahudi atau Nasrani :

Artinya : “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu.” (QS. Al Maidah : 5)

Terdapat riwayat shahih yang menyebutkan bahwa Nabi saw diundang oleh orang Yahudi di Madinah lalu Rasul menyambut undangan itu dan memakan hidangan yang disuguhkan olehnya.

8. Tidak menikahkan laki-lakinya dengan seorang wanita mukminah..

Artinya : “(Wanita-wanita) mukminah tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka (wanita-wanita mukminah).” (QS. Al Mumtahanah : 10)

9. Menjawab bersinnya dengan mengucapkan يهديكم الله ويصلح يالكم “Semoga Allah memberikan hidayah kepadamu dan membaikan urusanmu.”. Suatu ketika orang-orang Yahudi bersin dihadapan Rasulullah saw dan mereka berharap Nabi saw mengatakan kepada mereka يرحمكم الله “Semoga Allah merahmatimu” namun Rasul mengatakan kepada mereka يهديكم الله ويصلح يالكم

10. Tidak memulai salam kepadanya dan jika mereka mengawali salam maka jawablah dengan kata-kata “wa alaikum”, berdasarkan sabdanya saw,”Apabila orang-orang ahli kitab membeikan salam kepadamu maka ucapkanlah ‘wa alaikum’ (Muttafaq Alaihi)

11. Menyempitkan jalannya berdasarkan sabdanya,”Janganlah kalian mendahulukan salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasranai dan jika kalian bertemu dengan sorang dari mereka di jalan maka persempitlah.” (HR. Abu Daud)

12. Tidak menyerupainya dalam permasalahan yang tidak darurat, sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dari mereka (kaum itu).” (Muttafaq Alaihi). Sabdanya saw lagi,”Berbedalah dengan orang-orang musyrikin maka biarkanlah jenggot dan rapihkanlah kumismu.” (Muttafaq Alaihi). Sabdanya saw,”Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidaklah mencat rambut mereka maka berbedalah dengan mereka.” (HR. Bukhori), yaitu mencat jenggot dan rambut kepala dengan warna kuning atau merah karena terdapat larangan mencat dengan warna hitam, sebagaimana riwayat Muslim bahwa Nabi saw bersabda,”Catlah ini—rambut yang putih—akan tetapi jauhilah oleh kalian warna hitam. (Minhaj al Muslim hal 79 – 81)

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…


Misteri Harut dan Marut

$
0
0

sigit1Assalamualaikum

Saya ingin bertanya tentang sebuah ayat dlm Al-Qur’an yg menyebutkan kisah tentang dua orang malaikat di Negri Babil yg bernama Harut dan Marut. Sebenarnya siapakah dua malaikat yg bernama Harut dan Marut tersebut ?

Atas perhatian Ust. saya ucapkan terimakasih. Wassalam

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Zae yang dimuliakan Allah swt

Allah swt berfirman :

وَاتَّبَعُواْ مَا تَتْلُواْ الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيْاطِينَ كَفَرُواْ يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُواْ لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْاْ بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُواْ يَعْلَمُونَ

Artinya : “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil Yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya Kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa Barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, Tiadalah baginya Keuntungan di akhirat, dan Amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al Baqoroh : 102)

Syeikh Athiyah Saqar menyebutkan bahwa di beberapa buku tafsir disebutkan kedua malaikat itu telah diturunkan ke bumi sebagai fitnah sehingga Allah swt mengadzab mereka berdua dengan menggantung kedua kaki mereka, perkataan para mufassir ini bukanlah hujjah (dalil) dalam hal ini, hal itu berasal dari warisan masyarakat Babilonia dan penjelasan orang-orang Yahudi serta kitab-kitab Nasrani.

Dan perkataan mereka yang paling dekat tentang kedua malaikat tersebut adalah bahwa masyarakat saat itu mendapatkan fitnah dengan para tukang sihir sehingga mereka mengangkat para tukang sihir itu sampai ke derajat para nabi. Kemudian Allah swt menurunkan dua malaikat untuk mengajarkan kepada manusia sihir agar mereka bisa membedakan antara sihir dengan kenabian serta memperingatkan mereka tentang fitnah terhadapnya. Atau—ada juga yang mengatakan—bahwa mereka berdua adalah dua orang yang memiliki ilmu dan akhlak mulia sehingga menjadi fitnah di masyarakat dan mereka memberikan kepada kedua orang itu nama dua malaikat. Hal ini dari aspek penyerupaan dan gaya bahasa yang sudah difahami sejak dahulu sebagaimana saat ini nama Malaak digunakan untuk seorang yang istimewa.

Didalam cerita-cerita kuno masayarakat Babilonia terdapat dua orang yang memiliki nama mirip yaitu Harut dan Marut. Masyarakat saat itu begitu kagum dengan mereka berdua sehingga memberikan kepada keduanya nama dua malaikat. Bahkan kekaguman mereka terhadap keduanya pun bertambah sehingga meyakini bahwa mereka berdua adalah Tuhan.

Kemudian orang-orang Yahudi mempelajari peninggalan dari kedua orang itu berupa hikmah dan sihir yang menjadikan mereka lebih disibukkan olehnya daripada Kitab Allah dan mereka pun membuang Kitab Allah itu dibelakang punggung mereka.

Tidak diperbolehkan bagi kita untuk merujuk kepada cerita-cerita yang dikatakan mereka itu tentang malaikat yang bertentangan dengan kemaksuman mereka. Para malaikat tidaklah maksiat kepada Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka dan mereka pun melakukan apa-apa yang diperintahkan-Nya, firman Allah swt :

Artinya : “Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya.” (QS. Al Anbiya : 26 – 27)
Artinya : “Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih.” (QS. Al Anbiya : 19 – 20) – (Fatawa Al Azhar juz VII hal 436)

Firman Allah swt :

Artinya : ”dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil Yaitu Harut dan Marut”
Sayyid Qutb mengatakan bahwa terdapat kisah tentang keduanya yang sudah diketahui dimana orang-orang Yahudi atau para setan telah menganggap bahwa mereka berdua (Harut dan Marut) mengetahui tentang sihir dan mengajarkannya kepada manusia dan kedua malaikat itu menganggap bahwa sihir itu diturunkan kepada mereka berdua! Kemudian Al Qur’an membantah kebohongan ini, kebohongan yang menyatakan bahwa sihir diturunkan kepada kedua malaikat itu.. Selanjutnya Allah swt menjelaskan hal yang sebenarnya, bahwa kedua malaikat itu hanyalah fitnah dan menjadi cobaan bagi manusia untuk sebuah hikmah yang ghaib. Kedua malaikat itu mengatakan kepada setiap orang yang mendatangi dan meminta mereka berdua untuk mengajarinya sihir,


Artinya : “Sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”.

Sekali lagi kita dapati Al Qur’an yang menyatakan bahwa mempelajari dan menggunakan sihir adalah suatu kekufuran. Hal ini disebutkan melalui lisan dua malaikat, yaitu Harut dan Marut.

Dan ada sebagian manusia yang memaksa untuk belajar sihir dari kedua malaikat itu walaupun telah diingatkan dan diberitahu. Maka pada saat itu terjadilah fitnah pada sebagian orang-orang yang yang terkena fitnah :


Artinya : “Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya”

Inilah suatu keburukan yang telah diingatkan oleh kedua malaikat itu…. Di sini Al Qur’an menyatakan sebuah kalimat wawasan islam yang mendasar yaitu tidaklah segala sesuatu terjadi di alam ini kecuali dengan izin Allah swt.

Artinya : “dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah”

Dengan izin Allah maka terjadilah sebab-sebab suatu perbuatan, memunculkan bekas-bekasnya dan terealisasi hasil-hasilnya.. Inilah kaidah suatu kalimat yang harus tampak jelas didalam hati seorang mukmin. Permisalahn yang paling dekat adalah apabila anda mengulurkan tangan anda ke api maka ia akan terbakar namun tidaklah terjadi kebakaran itu kecuali dengan izin Allah swt.

Allah lah yang menjadikan api itu membakar dan menjadikan tangan anda terbakar olehnya. Dia juga Maha Kuasa menghentikan kekhususan itu untuk tidak mengizinkan kekhususan itu terjadi, seperti apa yang terjadi terhadap Ibrahim as. Demikian pula sihir yang memisahkan antara seseorang dengan isterinya, dan terjadinya akibat itu dengan izin Allah swt dan Dia swt juga Maha Kuasa untuk menghentikan kekhususan ini untuk tidak terjadi…..

Kemudian Al Qur’an menyatakan hal sebenarnya yang mereka pelajari dan apa yang memisahkan antara mereka dari isterinya… sesungguhnya itu adalah kejahatan yang menimpa diri mereka sendiri dan bukanlah kebaikan :

Artinya : “dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat.”

Dan cukuplah kejahatan ini adalah kekufuran yang menjadi mudharat sesungguhnya yang tidak ada manfaat didalamnya.

Artinya : “Demi, Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat”

Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa apa yang mereka beli (sihir itu) tidaklah ada bagian baginya di akherat, yaitu ketika mereka memilih untuk membelinya maka hilanglah seluruh persediaan miliknya di akherat dan juga setiap bagiannya…

Maka sungguh buruklah apa yang diri mereka beli seandainya mereka mengetahui kenyataan dari transaksi tersebut :

Artinya :”dan Amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” –(Fi Zhilalil Qur’an juz I hal 95 – 96)

Tentang pengajaran sihir yang diberikan Harut dan Marut ini, telah diriwayatkan dari Ali ra yang mengatakan bahwa kedua malaikat itu mengajarkan kepada manusia tentang peringatan terhadap sihir bukan mengajarkan untuk mengajak mereka melakukan sihir. Az Zajjaj mengatakan bahwa perkataan itu adalah juga pendapat kebanyakan ahli bahasa. Artinya bahwa pengajaran kedua malaikat itu kepada manusia adalah berupa larangan, keduanya mengatakan kepada mereka,”Janganlah kalian melakukan ini (sihir) dan janganlah kalian diperdaya dengannya sehingga kalian memisahkan seorang suami dari isterinya dan apa yang diturunkan kepada mereka berdua adalah berupa larangan.” (al Jami li Ahkamil Qur’an juz II hal 472)

Wallahu Alam

Bolehkah Perlihatkan Aurat Kepada Dokter Kandungan Pria?

$
0
0

sigit1Assalamu’alaikum Wr.Wb

Ustadz Sigit Yang dimuliakan Allah SWT.

Keluarga istri saya, ada yang mau melahirkan minggu-minggi ini,menurut dokter kemungkinan harus dilakukan dioperasi karena kondisi fisik lemah

Pertanyaannya :

1. bagaimana hukumnya jika diantara tim medisnya ada dokter laki laki yang ikut dalam proses bedahnya

2.adakah do’a khusus untuk melahirkan yang dapat diamalkan yang sesuai dngan anjuran Rosulullah/dimudahkan melahirkan (mohon dikirimkan)

3.Mohon do’a dari Ustadz terhadap kluarga kami yang hendak melahirkan

Demikian disampaikan Jazakallah atas Jawabannya

Bekasi

Waalaikumussalam Wr Wb

Gus Aa yang dimuliakan Allah swt

Dokter Lelaki Menangangi Operasi Persalinan

Pada dasarnya seorang wanita muslimah diharamkan menampakkan auratnya kepada lelaki asing sebagaimana dikatakan jumhur ulama bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat terhadap seorang lelaki asing kecuali wajah dan telapak tangan, sebagaimana firman Allah swt :

Artinya : “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur : 31)

Sedangkan aurat seorang wanita muslimah terhadap wanita muslimah lainnya adalah sepertihalnya aurat seorang lelaki muslim dengan lelaki muslim lainnya, yaitu antara pusar dan kedua lutut, sebagaimana dikatakan oleh para fuqaha.

Jadi pada dasarnya seorang wanita muslimah yang hendak melahirkan tidak dibolehkan operasi persalinannya ditangani oleh selain dokter wanita atau bidan yang muslimah. Jika dokter wanita atau bidan muslimah tidak ada maka bisa ditangani oleh seorang dokter wanita atau bidan non muslimah. Namun jika memang mereka semua tidak ada atau ada akan tetapi tidak bisa melakukan pengoperasian persalinan tersebut atau dikhawatirkan akan terjadi kemudharatan terhadap si wanita yang hendak melahirkan itu dikarenakan ketidakmampuannya maka dibolehkan baginya untuk dioperasi oleh seorang dokter lelaki yang muslim yang jujur dan bisa dipercaya dan jika memang dokter lelaki muslim tidak ada batu kemudian dokter lelaki non muslim, demikianah urutan-urutannya.

Tidak diperbolehkan berkhalwat (berdua-duaan) antara wanita tersebut dengan dokter lelaki yang ingin menangani persalinannya itu kecuali dengan kehadiran suaminya atau wanita lainnya.

Doa Khusus untuk Memudahkan Kelahiran

Tidak ada dalil secara khusus yang menunjukkan bahwa adanya bacaan-bacaan tertentu baik bacaan surat-surat atau ayat-ayat tertentu di dalam al Qur’an atau dzikir-dzikir tertentu yang bisa memudahkan seorang wanita yang hendak melahirkan seorang anak, baik bacaan yang dibaca oleh si wanita itu sendiri, atau oleh suaminya atau oleh kedua-duanya kecuali apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Sinni dengan sanad lemah menurut Imam Nawawi, yaitu apa yang diriwayatkan dari Fatimah bahwa Rasulullah saw ketika dirinya (Fatimah) hendak melahirkan lalu beliau saw memerintahkan Ummu Salamah dan Zainab binti Jahsy agar membacakan di sisinya ayat kursi dan إن ربكم الله hingga akhir ayat itu (Surat Al A’raf : 54) dan agar melindunginya dengan al muawwidzatain (surat Al Falaq dan An Naas, pen).”

Namun demikian Imam Nawawi didalam kitabnya “al Azkar” tentang fasal apa yang dibaca seorang yang ingin melahirkan dan ketika si wanita merasakan sakitnya mengatakan bahwa seyogyanya dirinya memperbanyak berdoa dengan doa-doa di saat-saat mendapatkan kesulitan atau kesusahan.

Diantara doa-doa yang bisa dibaca ketika seseorang ditimpa suatu kesulitan atau kesusahan—di bagian lain dari bukunya ‘Al Azkar” ini—adalah :

1. Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw berdoa disaat mendapatkan kesulitan dengan :

لا إِلَهَ إِلا اللهُ العَظِيمُ الحَلِيمُ ، لا إِلَه إِلا اللهُ رَبُّ العَرشِ العَظِيم ، لا إِلَهَ إِلا اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الأَرضِ رَبُّ العَرشِ الكَرِيم

(Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Agung lagi Maha Penyantun, Tidak ada Tuhan selain Allah Tuhan Arsy yang agung, Tidak ada Tuhan selain Allah Tuhan langit dan Tuhan bumi dan Tuhan ‘arsy yang mulia.” (HR. Bukhori dan Muslim)

2. Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Anas dari Nabi saw jika beliau saw ditimpa suatu perkara kesulitan maka beliau berdoa :

يَا حَيٌّ يَا قَيُّومٌ ، بِرَحمَتِكَ أَستَغِيثُ

(Wahai Allah Yang Maha Hidup dan Yang terus mengurus makhluk-Nya, aku memohon pertolongan-Mu dengan rahmat-Mu). Sementara Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.

3. Diriwayatkan didalam “Sunan an Nasai” dan kitab Ibnu as Sinni dari Abdullah bin Ja’far dari Ali berkata,”Rasulullah saw mengajarkan beberapa kalimat dan memerintahkanku jika aku ditimpa suatu kesusahan atau kesulitan agar membaca:

لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الكَرِيمُ العَظِيمُ ، سُبحَانَهُ ، تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ العَرشِ العَظِيم ، الحَمدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالمَِينَ

(Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung, Maha Suci Dia, Maha Suci Allah Tuhan arsy yang agung, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam)

Jadi dibolehkan bagi saudara anda yang akan melahirkan membaca doa-doa diatas atau ayat-ayat yang ada didalam al Qur’an karena pada dasarnya al Qur’an adalah obat baik obat buat hati, fisik atau ketika seseorang menghadapi kesulitan, sebagaimana firman Allah swt :

Artinya : “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al Isra : 82)

Semoga Allah swt memberikan kemudahan dan kesabaran kepada beliau saat melahirkan dan menganugerahkan kepadanya anak yang shaleh dan berguna bagi kedua orang tuanya dan umat islam seluruhnya.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Transfusi Darah dari Non Muslim

$
0
0

sigit1Mau nanya nih pak ustad. temen saya ( orang mexico, katholik ) nanya, orang selain islam kan banyak yang makan babi, bacon dsb nah dalam darah mereka pasti mengandung zat-zat yang terkandung dalam daging babi.

Bolehkah darah tersebut ditransfusikan ke orang muslim ? bagaimana hukumnya ?

Bagaimana menjaga kemurnian darah di red cross ( PMI di indonesia ) bebas dari orang yang makan daging babi ?
terima kasih pak ustad

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Suyono yang dirahmati Allah swt

DR Ali Jum’ah, Mufti Negara Mesir mengatakan bahwa Allah swt telah memuliakan manusia dan memberikan keutamaan terhadap banyak makhluk-Nya. Allah melarangnya untuk menghinakan diri sendiri dan menyakiti kehormatannya karena diantara tujuan syariah islamiyah adalah melindungi jiwa. Firman Allah swt :

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ

Artinya : “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam.” (QS. Al Isra : 70)

Ddiantara bentuk pemuliaannya adalah diciptakannya manusia dengan sebaik-baik bentuk, hal ini merupakan suatu nikmat dari Allah kepada manusia. Oleh karena itu diharuskan bagi manusia untuk bersyukur kepada Allah swt atas nikmat itu, firman-Nya :

Artinya : “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At Tiin : 4)

Bentuk pemuliaan Allah lainnya kepada manusia adalah bahwa tubuh manusia merupakan sebuah amanah yang harus dipelihara. Oleh karena itu tidak diperbolehkan bagi seorang pun untuk memperlakukannya dengan perbuatan yang buruk atau melakukan perusakan terhadapnya walaupun perbuatan itu dilakukan oleh pemilik tubuh itu sendiri.

Karena itulah agama-agama langit dan undang-undang melarang perusakan badan dan pelenyapan nyawa dengan jalan bunuh diri atau cara-cara yang mengarahkan pada tindakan bunuh diri itu, firman Allah swt :

وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisaa : 29)

Diantara pemuliaan Allah lainnya kepada manusia bahwa Allah swt memerintahkannya untuk memperhatikan kesehatan jasmani baik kesehatan lahir maupun batin serta memerintahkannya untuk mempergunakan setiap sarana pengobatan terhadap suatu penyakit, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”Berobatlah wahai hamba Allah. Sesungguhnya Allah swt tidaklah meletakkan suatu penyakit kecuali Dia telah meletakkan obat yang menyertainya kecuali (penyakit) tua.” Didalam riwayat lain,”Kecuali racun.”—yaitu kematian—Syariah Islamiyah telah memberikan kemuliaan yang besar kepada manusia dan memerintahkannya untuk memelihara jiwa dan tubuhnya dari segala sesuatu yang bisa mencelakakan dan merusaknya.serta melarangnya untuk membunuh dirinya atau menyakitinya. Karena itu tidak dibolehkan bagi seseorang melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merusak atau menyakitinya kecuali dengan jalan hudud yang disyariatkan Allah swt, sebagaimana firman-Nya :

وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوَاْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya : “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Baqoroh : 195)

وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An Nisaa : 29)

Manusia dituntut untuk menjaga badan dan seluruh anggota tubuhnya—darah merupakan cairan hidup diantara cairan-cairan dalam tubuh. Dan tabiatnya itu menjadikannya suatu bagian tubuh cair yang bergerak mengalir didalam urat-urat tubuh dan pembuluh-pembuluhnya—maka janganlah menyakiti tubuhnya dalam keadaan apa pun.

Tranfusi darah dapat menyelamatkan seorang mansia dari kebinasaan dan juga telah ditetapkan oleh para ahli kedokteran yang bisa dipercaya bahwa hal itu tidaklah berbahaya bagi orang yang mendonorkannya, tidak berpengaruh terhadap kesehatan, kehidupan dan aktivitasnya. Tidak ada larangan untuk memberikan keringanan dalam hal itu apabila tidak terdapat kemudharatan (bahaya).

Hal itu juga bisa diterima dari aspek perizinan syariah yaitu pemeliharaan jiwa dan kehidupannya sebagaimana diperintahkan Allah swt serta dari aspek pengorbanan dan itsar (mengutamakan orang lain) yang juga diperintahkan Allah swt :

وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Artinya : “Ddan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr : 9)

Analoginya adalah seperti penyelamatan terhadap seorang yang tenggelam, terbakar maupun tertiban reruntuhan yang ada kemungkinan binasa, firman Allah swt ;

Artinya “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.” (QS. Al Maidah : 2)

Dengan demikian tranfusi darah tidaklah dilarang menurut syariah terlebih lagi darah merupakan anggota tubuh yang bisa memperbaharui bahkan senanatiasa memperbaharui dan melakukan perubahan.

Inilah beberapa batasan dan persyaratan dalam hal ini :

1. Adanya keadaan darurat tatkala transfusi, seperti sebagian manusia atau orang-orang yang berada dalam keadaan yang sangat membutuhkan kepada sejumlah darah untuk menyelamatkan kehidupan mereka dari kebinasaan seperti kecelakaan, bencana alam atau operasi pembedahan.

2. Hendaknya tranfusi darah itu adalah untuk mengukuhkan suatu kemaslahatan bagi seorang manusia dari aspek kedokteran dan mencegah suatu kemudharatan terhadapnya.

3. Hendaknya transfusi darah itu tidak mengakibatkan suatu kemudharatan (bahaya) terhadap orang yang mendonorkannya baik bahaya yang menyeluruh atau sebagian atau tidak mengahalanginya dari aktivitas kehidupannya baik fisik maupun non fisik atau menimbulkan efek negatif kepadanya dengan cara-cara yang telah dipastikan dari aspek kedokteran.

4. Telah dipastikan melalui cara-cara kedokteran bahwa orang yang mendonorkan darah itu terbebas dari penyakit-penyakit yang membahayakan kesehatan seseoang karena hal itu tidaklah dibolehkan menurut syariat yaitu menghilangkan kemudharatan dengan kemudharatan pula.

5. Hendaknya orang yang mendonorkan darah itu adalah orang yang sudah memenuhi kelayakan. (http://www.arababts.com)

Demikianlah fatwa DR Ali Jum’ah tentang dibolehkannya transfusi darah menurut syariat.

Pendonoran darah ini perlu lebih berhati-hati daripada pendonoran organ tubuh. Hal itu dikarenakan bahwa darah seseorang mudah terkotori oleh suatu penyakit yang menjadikannya tidak diperbolekan didonorkan kepada orang lain, seperti penjelasan diatas.

Kebiasaan non muslim yang mengkonsumsi makanan maupun minuman yang diharamkan syariat, seperti : daging babi, anjing, khamr ataupun yang sejenisnya tidaklah membebaskan darahnya dari adanya kemungkinan penyakit yang dikandung didalam darahnya.

Karena itu, DR. Fahd bin Abdurrahman al Yahya, salah seorang anggota Lembaga Pengajaran di Universitas al Qashim berpendapat bahwa pada dasarnya dilarang mengambil darah dari orang-orang kafir kecuali dalam keadaan yang sangat darurat dikarenakan kebiasaannya melakukan hal-hal yang diharamkan, seperti minum khamr, berbuat zina sehingga tidak adanya jaminan terhadap kesehatan darahnya, ini adalah pendapat yang kuat. (http://www.islamtoday.net)

Dengan demikian selama masih ada darah dari orang-orang muslim maka hal itu lebih utama untuk digunakan daripada darah yang berasal dari orang-orang non muslim kecuali apabila persediaan darah dari orang-orang muslim sudah tidak ada atau sangat terbatas maka diperbolehkan baginya menggunakan darah yang berasal dari non muslim.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Poligami dan Asbabun Nuzul Ayat

$
0
0

Asslm. Wr. Wb,

Ustadz yang insya ALLOH dirahmati ALLOH SWT,

1. Saya ada pertanyaan mengenai poligami dikarenakan ada yang menyatakan kalau kita mau berpoligami yang sesuai dengan Rasulullah SAW, maka istri pertama harus meninggal dahulu seperti Khadijah R.A?

2. Apa dan sebab turunnya ayat berpoligami tersebut, apakah pada saat Khadijah R.A masih ada atau beliau sudah meninggal? Atau bagaimana? Mohon penjelasannya.

Terima kasih atas perhatiannya.

Wasslm. Wr. Wb,

Hamba ALLOH

Bentuk Burung Buroq Rasulullah saw.

$
0
0

sigit1Eramuslim – Assalamualaikum wr wb

pada saat isro mi roz sewaktu naik ke langit ada keterangan yg menyatakan bahwa untuk kelangit ke tujuh nabi muhammad saw menggunakn kendaraan yg di sebut burog (kilat)

yg ingin saya tanyakan apakah wujud sejati dari burog itu  apakh benar pernyataan yg mengatan burog adalah kuda bersayab yg dapat terbang jika benar bagaimana ia dapat hidup pada saat keluar dari atmosfer bumi

yg kedua  saat nabi naik ke sidratul muntaha apakah seluruh jiwa dan raganya ikut bersama nya ataukah hanya ruh nya saja

terimaksih atas penjelasannya ust jazzakalloh

wassalamualaikum wr wb

Mestikah Muslim Itu Harus Berjenggot?

$
0
0

sigit1Assalaamu’alaikum wr. wb.

Pak Ustadz yang dimuliakan Allah….

Bagaimana sebenarnya hukum mencukur atau merapikan jenggot (termasuk brewok)? Karena, ada sebagian teman yang mengharamkan dan sebagian yang lain membolehkannya (makruh,red). Terima kasih.

Wassalaamu’alaikum wr. wb.

Penanya kedua:

Isteri saya mengancam minta cerai jika saya tidak mau mencukur jenggot. Mana yang lebih didahulukan antara keharmonisan suami isteri dengan memelihara sunnah berjenggot?

Waalaikumussalam Wr. Wb.

Hukum Mencukur Jenggot

Makna Islam Terpecah 73 Golongan, dan Siapa yang Selamat?

$
0
0

sigitAssalamualaykum wa rahmatullah wa barakatuh.

ustadz yg dirahmati ALLAH, saya ingin menanyakan arti surat al anbiyaa ayat 93. apakah ayat tersebut mengindikasikan bahwa agama islam memang terpecah menjadi 73 bagian? sebab saya pernah mendengar tentang hal tersebut. apabila memang benar yg manakah yg harus saya ikuti? adakah ciri2 dari ajaran ALLAH yg paling benar dan sesuai dengan syariat yg diajarkan nabi Muhammad SAW. terima kasih atas penjelasan ustadz


Wajibkah Wanita Dikhitan/Sunat ?

$
0
0

sigit1Assalaamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Pertama saya doakan semoga ustadz dalam keadaan sehat walafiat tak kurang suatu apapun.

Beberapa minggu lagi, istri saya akan melahirkan bayi kami yang pertama. Menurut USG Rumah Sakit, diperkirakan anak kami perempuan. Yang ingin kami tanyakan adalah mengenai sunat pada anak kami nantinya. Dari kesehatan sendiri seperti yang saya baca, sunat pada wanita dianjurkan tidak dilaksanakan karena katanya melanggar hak asasi wanita kelak saat sudah menikah. Tapi dari sisi agama saya belum menemukan jawabannya. Apakah sunat pada wanita di wajibkan? Apakah Rasul melakukan hal ini dulunya? Apakah ada dalil-dalil yang menguatkan hal ini?

Atas jawaban nya saya ucapkan terima kasih pak ustadz.

Siapakah Uzair Itu Bagi Yahudi?

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum Ustadz..

Dalam surah At-Taubah ayat 30 ada disebutkan tentang Uzair yg dikatakan oleh kaum Yahudi sebagai anak Allah. Siapakah yg dimaksud dgn Uzair itu dan bagaimana riwayatnya ?

Terima kasih.

wassalamu’alaikum wr wb

Bayang-bayang Perasaan Murtad

$
0
0

sigitSebagai manusia saya tidak lepas dari kesalahan…tapi kadang saya merasa selalu takut bila kesalahan saya tersebut dapat mengakibatkan keluarnya saya dari ke Islaman saya. Perasaan ini selalu saja menghantui, rasa was-was yang amat sangat…seolah apapun yang saya lakukan berbuntut pada kalimat MURTAD!!!

Selama 15 tahun ini hampir semua was-was telah saya alami. Dari masalah bersuci, Ibadah Sholat, puasa, harta, dan lain-lain… tapi ketika sekarang…saya mau menikah hal ini nmenjadi semakin sangat parah…kadang saya terserang panic attack atau rasa takut yang amat sangat. Inilah sekarang rasa was-was itu…Ialah saya selalu dihantui rasa MURTAD.

1. adakah amalan atau bacaan yang ketika saya baca atau saya amalkan akan tetap menjaga saya tetap Islam?

2. setiap langkah saya selalu saja  dirundung serba salah, seraya ada yang membisiki…bagaimana menghilangkannya?

3. saya pernah meyakini atau entah itu bisikan atau bukan…misalnya….saya pernah meyakini “ah menguap kan tidak apa-apa. Apakah saya menjadi murtad akan hal ini?

4. Dosa saya sangat banyak tapi tidak selalu saya dapat ingat…apakah ada perbuatan saya yang dapat membatalkan syahadat saya. Sebaiknya apa yang saya lakukan?

sebelum dan sesudah saya ucapkan terima kasih.

Hukum Mencari Nafkah dari Berdakwah

$
0
0

sigitSesuai dgn surat asyura ayat 23, dan dari kisah para sahabat nabi yang tidak menerima upah atas da’wah. Apakah hukumnya profesi ustadz2 guru2 agamasekolah dosen2 yg menerima gaji dari da’wah serta khatib2 jum’at yg menerima amplop sehabis khutbah? apakah tdk termasukmemperjual belikan agama?

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Abdurrahman yang dimuliakan Allah swt

Jumhur ulama berpendapat dibolehkan bagi seorang yang guru mengajarkan al Qur’an (guru ngaji) untuk mengambil upah dari pengajarannya tersebut berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Ibnu Abbas bahwa beberapa sahabat Nabi saw melewati sumber mata air dimana terdapat orang yang tersengat binatang berbisa, lalu salah seorang yang bertempat tinggal di sumber mata air tersebut datang dan berkata; “Adakah di antara kalian seseorang yang pandai menjampi? Karena di tempat tinggal dekat sumber mata air ada seseorang yang tersengat binatang berbisa.” Lalu salah seorang sahabat Nabi pergi ke tempat tersebut dan membacakan al fatihah dengan upah seekor kambing. Ternyata orang yang tersengat tadi sembuh, maka sahabat tersebut membawa kambing itu kepada teman-temannya. Namun teman-temannya tidak suka dengan hal itu, mereka berkata; “Kamu mengambil upah atas kitabullah?” setelah mereka tiba di Madinah, mereka berkata; “Wahai Rasulullah, ia ini mengambil upah atas kitabullah.” Maka Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil adalah upah karena (mengajarkan) kitabullah.”

Hal itu juga diperkuat bahwa Rasulullah saw pernah memerintahkan seorang lelaki untuk mengajarkan istrinya al Qur’an sebagai mahar baginya. (baca : Upah Mengajar Al-Qur’an)

Demikian halnya dengan seorang ustadz, guru agama, dosen-dosen yang mengajarkan ilmu-ilmu agama atau para dai atau khotib yang menyampaikan ceramah-ceramahnya maka dibolehkan bagi mereka menerima upah dari pengajarannya itu sebagaimana dibolehkannya seorang yang mengajarkan Al Qur’an mengambil upah atau bayaran atau gaji dari pengajaran al Qur’annya kepada murid-muridnya.

Markaz al Fatwa menyebutkan bahwa boleh mengambil upah dari mengajarkan ilmu-ilmu syar’i (baca : ilmu agama) seperti para ustadz (dosen) di Fakultas Syariah dan lainnya.

Al Khotib al Baghdadiy didalam “al Fiqh wa al Mutafaqqih” mengatakan,”diwajibkan bagi seorang imam (pemimpin) untuk memberikan kecukupan penghasilan kepada orang-orang yang menyerahkan dirinya untuk memberikan pengajaran didalam bidang fiqih atau fatwa hukum-hukum dan ambilah untuk itu dari baitul mal kaum muslimin. Jika di sana tidak terdapat baitul mal maka penduduk negeri harus bekerja sama menyisihkan sebagian dari hartanya untuk diberikan kepadanya (mufti) agar dia bisa fokus mencurahkan segenap waktunya untuk memberikan fatwa kepada mereka dan jawaban-jawaban dari permasalahan-permasalahan mereka. (Markaz al Fatwa, fatwa No. 34050)

Namun hendaklah setiap ustadz, dai, khotib, dosen, guru agama atau orang-orang yang memberikan pengajaran dan pengetahuan tentang agama kepada orang lain yang mendapatkan bayaran atau gaji darinya tetap menjaga keikhlasan niatnya agar apa yang didapatnya itu tidak menghapuskan pahalanya di sisi Allah swt.

Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Umar bin Khattab dia berkata, “Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya amalan itu tergantung dengan niatnya, dan sesungguhnya ia akan mendapatkan sesuatu yang diniatkannya.”

Wallahu alam,

Ustadz Sigit Pranowo

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Wallahu A’lam

Berfantasi Saat Hubungan Badan

$
0
0

sigit1Assalamualaikumussalam

Ustadz Sigit, bagaimana hukumnya bila seorang suami ketika berjimak dengan istrinya tapi ia membayangkan sedang berjimak dengan wanita lain? Apakah ini termasuk dosa besar? Dan perbuatan zina?

Wassalamualaikumussalam

Waalaikumussalam Wr Wb

Tentunya setiap orang tidak bisa dicegah dan dilarang untuk berkhayal, terlepas apa dan bagaimana khayalan itu dikarenakan ia adalah sesuatu yang tanpa batas menghiasi pemikiran seseorang. Terkadang suatu khayalan bisa mendorong seseorang untuk lebih bersemangat didalam memburunya namun tidak jarang pula khayalan hanya sebatas hiasan fikiran yang tidak bisa terwujud.

Begitupula didalam bercinta, tidak jarang khayalan dibutuhkan untuk orang-orang tertentu dalam menambah gairah kenikmatan saat berhubungan dan memuaskan pasangannya, yang sering disebut dengan istilah fantasi seks.

Ada tiga macam fantasi yang sering menghiasi pemikirang orang-orang yang sedang bercinta dengan pasangannya :

  1. Berfantasi dengan tempat bercinta; artinya seorang yang sedang bercinta dengan pasangannya membawa fikirannya ke suatu tempat yang menurutnya bisa menambah gairah seksual didalam memberikan kepuasan kepada pasangannya. Suami atau istri membayangkan sebuah kamar di hotel berbintang dengan segala fasilitas didalamnya, vila yang mewah, desa yang indah, sebuah tempat di Eropa atau yang lainnya.
  2. Berfantasi dengan waktu dan suasana bercinta; artinya seorang yang sedang bercinta dengan pasangannya membayangkan bahwa mereka berdua sedang berada dalam suatu momen atau suasana terindah, seperti membayangkan bahwa ia sedang berada dalam suasana malam pertama pernikahan, liburan panjang di suatu pulau yang hanya ada mereka berdua saja, atau yang lainnya.
  3. Berfantasi dengan seseorang atau banyak orang dalam bercinta; artinya seorang yang sedang bercinta dengan pasangannya membayangkan bahwa dia sedang berhubungan dengan seorang wanita selain istrinya atau si istri membayangkan bahwa dia tengah berhubungan dengan laki-laki selain suaminya.

Untuk macam fantasi yang pertama dan kedua adalah boleh dan tidak dilarang menurut syari’at dikarenakan ia hanya mengkhayalkan tempat, waktu atau suasana.

Untuk macam yang ketiga para seksolog pada umumnya tidak melarang selama si suami atau si istri menyalurkan hasratnya kepada pasangannya yang sah meski dia membayangkan wanita atau lelaki lain. Bahkan hal ini mereka anggap sebagai sesuatu yang wajar dan normal bagi setiap manusia yang berhubungan untuk lebih menambah gairah bercintanya.

Para ulama telah berbeda pendapat dalam masalah seorang laki-laki yang membayangkan wanita yang diharamkan atasnya apakah dibolehkan atau dilarang. Jumhur ulama mengharamkan bagi seoang laki-laki yang membayangkan dirinya tengah bersenggama dengan wanita asing dikarenakan ini adalah penyimpangan fitrah. Efek yang bisa ditimbulkan darinya adalah bisa jadi orang itu akan meninggalkan istrinya pada masa yang akan datang. Demikian pula dengan seorang istri yang membayangkan seorang laki-laki yang bukan suaminya.

Sebagian ulama berpendapat bahwa hal yang demikian termasuk dalam zina maknawi yang dibolehkan, karena mata kadang berzina dan zinanya adalah memandang yang diharamkan, akal kadang berzina dan zinanya adalah menikmati khayalan yang diharamkan.

Para ulama berbeda pendapat tentang seorang suami yang menggauli istrinya sambil membayangkan wanita lain, demikian pula seorang istri yang sedang digauli suaminya sedangkan dia membayangkan laki-laki lain :

Sebagian besar ulama mengatakan bahwa hal yang demikian adalah haram, ini adalah pendapat para ulama madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali dan sebagian Syafi’i, bahkan sebagian dari mereka menganggap hal itu adalah bagian dari zina.

Ibnul Hajj al Maliki mengatakan,”…Jika seorang laki-laki melihat seorang wanita yang menarik hatinya, kemudian laki-laki itu mendatangi istrinya (jima’) dan membayangkan wanita yang tadi dilihatnya hadir dikedua bola matanya maka ini adalah bagian dari zina. Seperti halnya perkataan ulama kita terhadap orang yang mengambil segelas air dan membayangkan air itu adalah khamr yang akan diminumnya maka air itu berubah menjadi haram baginya.. Hal ini tidak hanya untuk kaum lelaki saja akan tetapi juga untuk para wanita bahkan lebih kuat lagi. Hal seperti ini bisa lebih sering terjadi pada wanita di zaman sekarang dikarenakan seringnya ia keluar rumah dan memandang orang lain. Apabila seorang wanita melihat seorang laki-laki yang menarik perhatiannya dan ketika dia berjima’ dengan suaminya dia membayangkan laki-laki yang dilihatnya tadi maka dia telah berzina.. kita meminta perlindungan kepada Allah..” (Al Madkhol)

Ibnu Muflih al Hambali mengatakan,”Ibnu ‘Aqil menguatkan hal ini didalam bukunya “ar Riayah al Kubro” yaitu seandainya seorang suami membayangkan seorang wanita yang diharamkan baginya tatkala berjima’ maka dia berdosa.”

Ibnu Abidin al Hanafi—setelah menyebutkan perkataan Ibnu Hajar al Haitamiy asy Syafi’i—mengatakan “Aku tidak melihat seorang dari kami (dari kalangan Hanafi) yang menentang hal ini, dan dia mengatakan didalam “ad duror”, “… karena membayangkan dia sedang mensetubuhi wanita asing adalah memvisualkan kemaksiatan secara langsung terhadap fisik wanita itu…”

Sebagian ulama Syafi’i mengharamkannya dengan mengatakan,”al Iroqi menyebutkan didalam “Thorhut Tatsrib” yaitu seandainya seorang laki-laki menyetubuhi istrinya sementara di fikirannya ia sedang menyetubuhi wanita yang diharamkan baginya maka ini adalah haram dikarenakan ia memvisualkan yang haram”

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo Lc-

Viewing all 153 articles
Browse latest View live