Quantcast
Channel: Ustadz Menjawab – Eramuslim
Viewing all 153 articles
Browse latest View live

Hukum Berbohong Bagi Politikus

$
0
0

sigitPak Ustad, ketika bulan syawal lalu saya mendengar dari televisi bahwa dikatakan politikus itu wajib berbohong, ungkapan ini disampaikan oleh saudaranya ulama terkemuka di Indonesia. Tolong beri penjelasan tentang hukum berbohong bagi seorang politikus menurut Islam.

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Alfian yang dimuliakan Allah swt

Pada dasarnya dusta adalah perbuatan yang diharamkan dan termasuk dosa yang paling buruk dan keji, berdasarkan firman Allah swt :

وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ

Artinya : “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan Ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (QS. An Nahl : 116)

Didalam riwayat Bukhori dan Muslim dari Abdullah bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya dusta membawa kepada kedurhakaan sedangkan kedurhakaan menyeret ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.”
Terdapat keringan didalam berdusta ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar al Haitsami didalam kitabnya “Az Zawajir” bahwa dusta terkadang dibolehkan dan terkadang diwajibkan.

Patokannya—sebagaimana disebutkan didalam kitab “Ihya’—bahwa setiap tujuan terpuji yang bisa dicapai dengan kejujuran dan kedustaan sekaligus maka berdusta didalam hal ini adalah haram. Jika bisa dicapai hanya dengan berdusta saja maka berdusta didalamnya mubah (boleh) jika pencapaian hal itu memang mubah. Dan wajib jika pencapaian tujuan itu sendiri wajib dilakukan. Seperti jika seseorang melihat seorang muslim yang tidak bersalah sedang bersembunyi dari seorang zhalim yang ingin membunuh atau menyakitinya maka berdusta didalam hal ini adalah wajib, karena adanya kewajiban melindungi darah seorang yang dilindungi. (az Zawajir An Iqtirof al Kabair juz III hal 238)

Didalam riwayat Bukhori dan Muslim dari Ummu Kaltsum binti Uqbah bin Mu’ith disebutkan bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda,”Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan antara manusia lalu dia mengembangkan kebaikan dan mengatakan kebaikan.” Didalam riwayat lain,”Aku tidak pernah mendengar beliau memberikan keringan terhadap apa yang dikatakan manusia berupa dusta kecuali dalam tiga hal : peperangan, mendamaikan diantara manusia dan perkataan suami kepada istrinya atau perkataan istri pada suaminya.” Maksud dari perkataan antara suami istri itu adalah tentang cinta yang dapat membantu kelanggengan hubungan diantara mereka.

Didalam tiga perkara diatas : peperangan, mendamaikan antara manusia dan perkataan suami istri demi menjaga kelanggengan hubungan mereka pun tetap dianjurkan untuk tidak berdusta akan tetapi hendaklah menggunakan kata-kata kiasan, yaitu kata-kata yang mengandung dua arti, si pembicara menginginkan makna yang benar sementara si pendengar memahaminya dengan arti yang lain.

Dengan demikian bisa difahami bahwa dusta tidaklah diperbolehkan kecuali dikarenakan suatu keadaan darurat atau mendesak. Karena dalam kondisi seperti ini maka yang haram bisa menjadi halal dan tetap diharuskan dalam batas-batas yang tidak berlebihan. Artinya bahwa rukhshah (keringanan) didalam dusta digunakan sesempit mungkin jika tidak ada lagi cara lain untuk mencapai tujuan (kemaslahatan) dan mencegah kemudharatan kecuali hanya dengan berdusta. Namun demikian para ulama menganjurkan kepada setiap orang yang menghadapi kondisi seperti itu hendaklah berusaha untuk menggunakan kata-kata kiasan terlebih dahulu sebelum dirinya berdusta sebagai jalan terakhir.

Kemaslahatan yang dimaksud diatas bukanlah kemaslahatan yang bersifat pribadi, seperti : mendapatkan tambahan harta kekayaannya, menaikkan popularitasnya, jabatannya atau lainnya. Atau pun kemaslahatan golongan atau partainya saja, seperti : menambah keuangan partai, menaikkan popularitas partainya atau lainnya. Akan tetapi ia adalah kemaslahatan seluruh rakyat untuk mendapatkan hak-haknya, seperti : hak hidup, hak mendapatkan pendidikan dan kesehatan, hak mendapatkan rasa aman dan perlindungan dari berbagai bentuk penzhaliman, penganiayaan, penindasan oleh orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu.

Hal itu berlaku bagi setiap orang apa pun profesinya termasuk apabila ia adalah seorang politisi. Dan ungkapan : “Seorang politisi wajib berbohong” ini dapat disalah-artikan jika difahami secara mutlak karena dikhawatirkan ‘senjata’ dusta ini akan digunakan tanpa kendali oleh para politisi terutama oleh mereka yang berhati kotor untuk melegalkan segala perbuatan curangnya atas nama kemaslahatan rakyat tanpa melihat batasan-batasannya, seperti yang telah dijelaskan diatas.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…


Apa Maksud Fitnah Perempuan?

$
0
0

sigitEramuslim – Assalaamu’alaykum wr wb

Ustadz, saya kurang paham dengan maksud bisa menimbulkan fitnah bagi perempuan yang pergi keluar rumah dengan berhias, memakai asesoris, ataupun memakai parfum. Maksud fitnah di sini bagaimana ya?

Jazakallah

Wassalaamu’alaikum wr wb

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Fajar Rusdiyanto yang dimuliakan Allah swt

Diantara fitnah hawa syahwat yang tidak jarang melemahkan keimanan seorang mukmin adalah fitnah wanita, sebagaimana disebutkan didalam firman Allah swt :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء

Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita.” (QS. Ali Imran : 14)

Artinya : “Sesungguhnya tipu daya kamu (wanita) adalah besar.” (QS. Yusuf : 28)

Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid dari Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah suatu fitnah sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki daripada (fitnah) para wanita.” (Muttafaq Alaih)

Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan,”Didalam hadits ini disebutkan bahwa fitnah para wanita lebih berat dari fitnah-fitnah selainnya. Hal itu ditunjukkan pula oleh firman Allah swt :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء

Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita.” (QS. Ali Imran : 14)

Disebutkan didalam ayat itu bahwa mencintai wanita merupakan bagian dari kecintaan kepada syahwat, (ayat itu) diawali dengan para wanita sebelum jenis-jenis yang lainnya sebagai petunjuk bahwa para wanita adalah pokok dari fitnah itu semua. Sebagai bukti pula adalah kecintaan seorang lelaki kepada anak istrinya melebihi kecintaannya kepada anak selain dari istrinya… (Fathul Bari juz XIV hal 337)

Didalam riwayat Muslim dari Abu Said al Khudriy dari Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau. Sesungguhnya Allah menjadikan kalian sebagai khalifah diatasnya lalu Dia akan melihat bagaimana engkau beramal. Jagalah (diri) kalian terhadap dunia dan jagalah (diri) kalian terhadap wanita. Sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa Bani Israil adalah wanita.

DR. Abdul Muhaimin Abdussalam Thahhan, Ustadz di Perguruan Tinggi I’dad al A’immah wa ad Du’ah mengatakan bahwa fitnah wanita pada masa sekarang ini jauh lebih berat daripada pada masa-masa lalu dikarenakan sebab-sebab berikut :

1. Banyaknya tabarruj (wanita-wanita yang berdandan), beragamnya sarana-sarana modern yang digunakan kaum wanita pada zaman ini untuk menambah daya tarik yang dahulu hal ini belum lah ada. Banyaknya pabrik-pabrik yang memproduksi berbagai perhiasan, minyak wangi, pakaian-pakaian wanita yang semakin menambah fitnah wanita terhadap kaum lelaki.

2. Tersebarluasnya ikhtilath (percampuran dalam pergaulan) antara pria dan wanita, para pemuda dan pemudi di berbagai sekolah, perguruan tinggi, kantor-kantor, departemen, sarana-sarana transportasi, kendaraan umum, club-club pertemuan, pesta-pesta, kolam renang, tempat-tempat hiburan dan sebagainya. Pada masa sekarang ini ikhtilath antara pria dan wanita jauh lebih luas dan banyak daripada masa-masa sebelumnya.

3. Perbuatan zina atau pergaulan seksual yang tampak demikian terbuka (terang-terangan) tanpa ada lagi rasa malu bahkan berbagai praktek perzinahan tampak di tempat-tempat umum di berbagai negeri non muslim.

4. Terbangkitkannya gairah seksual dikarenakan dorongan yang luar biasa dari berbagai media yang ada melalui program-program hiburan dan lainnya. (Min Mu’awwiqhoot ad Da’wah hal 70 -71)

Untuk itu hendaklah setiap wanita muslimah bisa menjaga dirinya didalam bergaul, seperti : menghindari khalwat dengan yang bukan mahramnya, ikhtilath dengan lelaki, tidak membagus-baguskan atau mengayun-ayunkan suara ketika berbicara dengan lawan jenisnya atau tidak berlenggak lenggok saat berjalan. Setiap wanita muslimah juga diharuskan menghindari dirinya dari berpakaian yang dapat mengundang fitnah dari kaum lelaki seperti : menampakkan auratnya, berbahan transparan, ketat, bercorak atau warna yang mengundang perhatian orang yang melihatnya, parfum atau lainnya.

Dan sudah seharusnya seorang wanita muslimah menggunakan pakaian khas wanita muslimah dengan jilbab dan pakaiannya yang menutup aurat serta menghindari berbagai perhiasan dan asesorisnya kecuali jika diperuntukan bagi suaminya.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Artinya : “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab : 59)

وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Artinya : “dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al Ahzab : 33)

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Hukum Terapi Ejakulasi Dini

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum ustadz,

Saya seorang suami berusia 27 tahun.

Saat ini saya merasa “terganggu” dlm mnjlankan kewajiban saya sebagai seorang suami. Hal ini karena saya menderita ejakulasi dini. Akibatnya, istri saya tdk mendapatkan secara cukup atas kebutuhan biologisnya yang saya berikan.

Saya sdh mencoba beberapa terapi dan obat, namun hasilnya blm bisa dikatakan memadai krn hanya bermanfaat sesaat, dan juga saya takut efeknya di kemudian hari.

Beberapa saat yg lalu, sy memperoleh penjelasan tentang sebuah terapi pengobatan dgn cara pemijatan pada beberapa bagian tubuh mulai kepala hingga ke bagian bawah, terutama pada bagian tubuh yg terdapat syaraf2 yg berkaitan dgn fungsi seksual, dan ditambah jg ramuan tradisonal.

Yang hendak saya tanyakan kepada ustadz adalah, apakah saya diperbolehkan oleh agama menjalani terapi tersebut, mengingat salah satu bagian yg akan dipijat adalah titik2 syaraf yg ada di sekitar alat vital?

Sementara ini saya “mengira” boleh saja dilakukan jika memang tujuannya u/ pengobatan, sama halnya jika kita mendapat penyakit di alat vital dan ditangani oleh dokter Sp.KK.

Niat sy dr awal adalah agar saya dpt menjalani kewajiban suami memberi nafkah biologis secara CUKUP, disamping saya juga tidak minder kepada istri, dan hikmah yg saya harapkan keluarga yg sejahtera lahir-batin. Sbenarnya istri saya menerima kekurangan saya tersebut, tp justru karena itulah saya merasa kasihan dan terdorong untuk menghargainya dgn ikhtiar ini.

Terima kasih ustadz, jawabnnya sangat saya tunggu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Benarkah Kisah Nabi Zakaria dan Yahya Berakhir Tragis

$
0
0

Assalamu’alaikum wr.wb.

Ustadz, saya ingin bertanya mengenai kisah Nabi Zakaria dan Nabi Yahya. Semoga Allah memberi saya hidayah melalui jawaban Ustadz.

Saya pernah membaca mengenai akhir hidup Nabi Zakaria dan Nabi Yahya yang menurut saya sangat tragis. Nabi Zakaria yang bersembunyi di dalam pohon mati digergaji. Sedangkan Nabi Yahya mati dipenggal kepalanya. Pertanyaan saya:

1. Benarkah kisah mengenai akhir hidup kedua Nabi tersebut?

2. Jika benar seperti itu, apakah hikmah dari Allah dalam kisah akhir hidup/perjuangan Nabi Zakaria dan Nabi Yahya (maksud saya: dalam pemahaman saya yang awan dalam bidang agama ini, akhir kisah perjuangan Nabi Zakaria dan Nabi Yahya yang sangat tragis tersebut kontras sekali dengan -misalnya- akhir kisah perjuangan:

  • Nabi Nuh ( diselamatkan oleh Allah dari kezaliman umatnya yang durhaka dengan dihancurkannya umat yang durhaka tersebut melalui banjir besar)
  • Nabi Ibrahim (diselamatkan oleh Allah dari hukuman dibakar hidup-hidup oleh Raja Namrud)
  • Nabi Musa (diselamatkan oleh Allah dari kejaran Firaun dengan terbelahnya Laut Merah)
  • Nabi Daud (diselamatkan oleh Allah dari kekejaman Jalut/Goliath)
  • Nabi Yusuf (diselamatkan oleh Allah dari kezaliman/iri hati saudara-saudaranya bahkan akhirnya saudara-saudaranya menghormat kepada beliau)
  • Nabi Isa (diselamatkan oleh Allah dari penyaliban)
  • Nabi Muhammad SAW (diselamatkan oleh Allah dari kebiadaban kafir Quraisy dan Yahudi Madinah bahkan akhirnya berhasil kembali ke Mekkah dengan kemenangan)

Bahkan selain kisah para Nabi yang diselamatkan oleh Allah sebagaimana saya sebutkan di atas, ada pula kisah Ashabul Kahfi (diselamatkan oleh Allah dengan ditidurkan/disembunyikan dalam gua)

Saya mengimani bahwa Allah Yang Maha Kuasa dan Penolong akan dengan mudahnya menyelamatkan Nabi Zakaria dan Nabi Yahya sehingga beliau berdua dapat terselamatkan dari kezaliman umatnya. Saya juga mengimani bahwa Allah Yang Maha Tahu juga mempunyai rahasia dan hikmah dalam setiap peristiwa di dunia ini termasuk kisah akhir hidup kedua Nabi tersebut.

Itulah yang ingin saya tanyakan kepada Ustadz mengenai hal tersebut : Rahasia atau Hikmah apakah dalam kisah akhir hidup Nabi Zakaria dan Nabi Yahya tersebut sehingga pertolongan Allah “tidak tampak secara kasat mata” dibandingkan kisah para Nabi lain +Ashabul Kahfi? (Saya yakin pertolongan Allah pasti ada untuk  Nabi Zakaria dan Nabi Yahya, tapi saya belum dapat memahami bagaimana bentuk pertolongan Allah untuk kedua nabi tersebut).

Terima kasih untuk perhatian dan jawaban Ustadz.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Jawaban

sigit1

Waalaikumussalam Wr Wb

Kisah Nabi Zakaria dan Yahya

Allah swt memerintahkan Rasulullah saw untuk menceritakan tentang Zakaria kepada manusia termasuk kisah ketika dirinya dikaruniai seorang anak laki-laki pada usianya yang sudah lanjut sementara istrinya adalah seorang wanita tua yang mandul dengan maksud agar manusia tidak pernah berputus asa terhadap karunia dan rahmat Allah swt, sebagaimana firman-Nya :

ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا ﴿٢﴾ إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيًّا ﴿٣﴾

Artinya : “(yang dibacakan Ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.” (QS. Maryam : 2 – 3)

Sebagian salaf mengatakan bahwa Zakaria bangun pada saat malam hari lalu berdoa kepada Tuhannya dengan diam-diam tanpa diketahui banyak orang dan berdoa,”Wahai Robb, wahai Robb, wahai Robb” Allah berkata,”labbaik, labbaik, labbaik.” Zakaria mengatakan, “Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban.” (QS. Maryam 4)

Firman Allah swt :

يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَل لَّهُ مِن قَبْلُ سَمِيًّا

Artinya : “Hai Zakaria, Sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan Dia.” (QS. Maryam : 7) ayat ini ditasirkan oleh firman Allah swt yang lain :

Artinya : “Kemudian malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”. (QS. Al Imron : 7)

Ilustrasi anak shalih. Foto: tsaqafah.com

Keshalehan Nabi Yahya ini sudah terlihat sejak masa anak-anak, Abdullah bin al Mubarok mengatakan : Ma’mar mengatakan bahwa suatu ketika ada seorang anak yang mengatakan kepada Yahya bin Zakaria,”Mari kita bermain bersama.” Lalu Yahya menjawab,”Sesunguhnya kita diciptakan bukan untuk bermain.”, ada yang mengatakan bahwa ini adalah maksud dari firman Allah swt :

يَا يَحْيَى خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ وَآتَيْنَاهُ الْحُكْمَ صَبِيًّا

Artinya : “Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.” (QS. Maryam : 12)

Ibnu Katsir juga menyebutkan riwayat dari Qotadah bahwa al Hasan berkata bahwa ketika Isa dan Yahya bertemu lalu Isa berkata kepada Yahya,”Mohonkanlah ampunan (kepada Allah) untukku sesungguhnya engkau lebih baik dariku.” Yahya berkata,” ,”Mohonkanlah ampunan (kepada Allah) untukku sesungguhnya engkau lebih baik dariku.” Lalu Isa pun mengatakan kepadanya lagi,”Engkau lebih baik dariku, aku memberikan salam kepada diriku sendiri sementara Allah memberikan salam kepadamu.” Dan Allah pun memberikan keutamaan kepada mereka berdua.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah seorang anak Adam kecuali dia akan melakukan sebuah kesalahan atau berkeinginan untuk melakukan kesalahan namun tidak pada diri Yahya bin Zakaria..”

Riwayat Kematian Nabi Zakaria

Sedangkan tentang kematian ayahnya, Nabi Zakaria, maka terjadi perbedaan riwayat dari Wahab bin Munbih : Apakah Nabi Zakaria mati secara wajar ataukah ia dibunuh? , terdapat dua riwayat.

Abdul Mun’im meriwayatkan dari Idris bin Sinan dari ayahnya dari Wahab bin Munbih mengatakan bahwa Zakaria lari dari kaumnya lalu masuk ke sebuah pohon, lalu mereka pun mendatanginya dan menggergaji pohon itu.

Tatkala gergaji itu mengenai otot-ototnya dan ia pun merintih lalu Allah mewahyukan kepadanya, “Jika rintihanmu tidak mereda pasti aku akan jungkalkan bumi dan apa-apa yang ada di atasnya maka Zakaria pun menghentikan rintihannya sehingga dirinya terpotong dua”, ini diriwayatkan di dalam hadits yang marfu’.

Namun terdapat riwayat Ishaq bin Basyar dari Idris bin Sinan dari Wahab bahwa dia mengatakan bahwa orang yang terbelah di dalam pohon itu adalah Sya’ya, adapun Zakaria meninggal secara wajar, wallahu a’lam.

Kematian Nabi Yahya

Sedangkan tentang pembunuhan putranya, Yahya, mereka banyak menyebutkan sebab-sebabnya sementara yang paling masyhur menurut Ibnu Katsir adalah bahwa sebagian raja di Damaskus pada zaman itu ingin menikahi wanita-wanita yang menjadi mahram mereka atau wanita-wanita yang tidak halal untuk mereka nikahi. Hal ini mendapat penentangan dari Yahya as.

Sehingga terdapat seorang wanita yang meminta kepada seorang raja yang menyukainya agar memberikan hadiah kepadanya darah Yahya. Lalu dikirimlah seseorang untuk membunuh Yahya serta membawakan kepala dan darahnya di atas sebuah nampan kehadapan wanita itu.

Namun demikian, ada pula yang mengatakan bahwa cerita pembunuhan Nabi Yahya tersebut bersumber dari israiliyat yang tidak pernah disebutkan di dalam Al Qur’an maupun sunnah-sunnahnya bahkan bertentangan dengan firman Allah swt:

Artinya : “Keselamatan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.” (QS. Maryam)

Mereka juga merujuk kepada pengertian dari kata salam (keselamatan) di situ termasuk diselamatkannya dari kematian yang tidak menyenangkan.

Al Qodhi, ketika menjelaskan firman-Nya :

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدتُّ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

Artinya : “(Isa berkata) Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari Aku dilahirkan, pada hari Aku meninggal dan pada hari Aku dibangkitkan hidup kembali”.(QS. Maryam : 33), bahwa kata salam merupakan ungkapan yang memberikan keamanan, seperti keamanan di dalam berbagai kenikmatan dan dihindarkannya dari hal-hal yang tidak menyenangkan (merusak). Seakan-akan dia (Isa as) bertanya kepada Tuhannya dan meminta dari-Nya tentang Apa yang diberitakan Allah swt terhadap Yahya.

Dan pastinya para nabi akan mendapat pengabulan doa, dan ada tiga keadaan terbesar manusia yang membutuhkan keselamatan, yaitu : hari kelahiran, hari kematian dan hari kebangkitan. Ketiga keadaan tersebut membutuhkan keselamatan dan terkumpulnya kebahagiaan dari Allah swt agar terlindungi dari berbagai rasa sakit dan hal-hal yang mengerikan dalam setiap keadaan itu. (Tafsir ar Rozi juz III hal 303)

Dengan begitu, mereka berpendapat bahwa pembunuhan yang dialami Nabi Yahya adalah sesuatu yang mustahil, karena Yahya adalah seorang Nabi yang dijaga dan dilindungi Allah swt dan berita tersebut adalah berasal dari israiliyat dan sebagaimana kebiasaan orang-orang Israil adalah ingin merendahkan dan mengecilkan para nabi Allah swt.

Hikmah Kisah Nabi Zakaria dan Yahya

Namun demikian yang pasti bahwa di dalam kisah-kisah para Nabi dengan segala keunikan dan kesabaran mereka semua—termasuk kisah Nabi Zakaria dan Yahya—di dalam memikul beban kenabian sebagai pelita umat-umatnya ada banyak pelajaran yang bisa diambil oleh manusia, sebagaimana firman Allah swt :

Atinya : “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf : 111)

Di antara hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari mereka adalah kesabaran mereka dalam mengemban amanah risalah dan da’wah, kesabaran terhadap perlakuan buruk kaumnya ketika mendengar da’wah mereka, kesabaran untuk tidak tergoda oleh berbagai tarikan-tarikan dunia yang dapat menyimpangkan mereka dari jalan risalah dan da’wah serta sifat-sifat mulia lainnya yang ada di dalam diri orang-orang mulia itu.

Tentunya Allah swt juga senantiasa memberikan pertolongan dan bantuan-Nya kepada mereka semua ketika mendapatkan kesulitan di dalam menyampaikan risalah-risalah-Nya yang hal itu sudah menjadi janji-Nya kepada mereka sebagaimana firman-Nya :

Artinya : “Sesungguhnya kami menolong rasul-rasul kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).” (QS. Ghofir : 51 – 52)

Bagaimana Allah menolong para Rasul dan Nabi-Nya serta orang-orang yang bersamanya? Tentunya Allah swt lebih mengetahui hal ini, karena di tangan-Nya lah segala kebaikan dan Dia-lah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Sementara manusia hanya dituntut untuk bisa mengambil pelajaran dari kisah-kisah kepahlawanan mereka dan menghiasi kehidupannya dengan itu semua.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

=======================

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Doa agar Tidak Jadi Munafik

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum Ustadz,

Ustadz, mohon dikirimkan beritahu saya jenis-jenis sifat munafiq dan do’a agar kita terhindar dari sifat tersebut. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum.

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Ririn yang dimuliakan Allah swt

Nifaq (kemunafikan) lebih berbahaya daripada kekafiran dikarenakan nifaq adalah menampakkan keislaman namun menyembunyikan kekufuran, sebagaimana dikatakan Ibnu Manzhur bahwa nifaq adalah salah satu nama syar’i yang ditetapkan oleh syara’ yang makna istilah (terminologinya) belumlah dikenal sebelum islam, maknanya adalah menyembunyikan kekufurannya dan menampakkan keislamannya.

Oleh karena itu Allah swt mengancam para pelakunya akan dilemparkan ke dasar neraka, sebagaimana firman Allah swt :

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. An Nisaa : 145)

Adapun macam-macam nifaq adalah :

Ibnu Rajab mengatakan bahwa nifaq didalam syara terbagi menjadi dua :

1. Nifaq Akbar (terbesar), yaitu : seorang yang menampakkan keimanan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir sementara dirinya menyembunyikan apa-apa yang dapat membatalkan sebagian atau seluruh perkara diatas. Inilah kemunafikan yang ada yang ada pada masa Rasulullah saw lalu Al Qur’an turun mengecam para pelakunya bahkan mengkufurkan mereka dan menginformasikan bahwa mereka kelak ditempatkan di dasar dari neraka.

2. Nifaq Asghor (terkecil) atau nifaq amali yaitu seorang yang menampakkan keshalehan secara terang-terangan sementara dia menyembunyikan hal-hal yang bertentangan dengannya.

Sesungguhnya setiap yang disebutkan didalam al Qur’an berupa ancaman bagi orang-orang kafir juga termasuk didalamnya para pelaku nifaq akbar karena kekufuran mereka adalah i’tiqodiy haqiqiy, tidak sedikit pun keimanan menyertainya karena (al Qur’an) menggandengkan kekufuran dengan kemunafikan dalam hal ancaman. Dan yang dimaksud dengan orang-orang kafir adalah orang yang menampakkan kekufuran mereka secara terang-terangan sedangkan orang-orang munafik adalah orang-orang kafir secara batin.

Orang-orang munafik amali—yaitu orang-orang yang bukan munafik i’tiqodiy—tidaklah termasuk didalam ancaman yang ditujukan kepada orang-orang kafir, mereka (orang-orang munafik amali) adalah para pelaku maksiat umat ini. Nifaq semacam ini adalah terhadap orang-orang yang terhinggapi dengan ciri-ciri kemunafikan. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz LXIV hal 1)

Hendaklah setiap muslim menghindari berbagai ciri-ciri nifaq amali seperti : bohong jika berbicara, ingkar janji, berkhianat terhadap amanah yang dititipkan kepadanya kemudian janganlah membiarkan apalagi membiasakan perbuatan-perbuatan semacam itu karena dapat menuntunnya kepada nifaq akbar (i’tiqodi).

Selain itu hendaklah setiap muslim senantiasa berdoa kepada Allah swt agar dijauhkan dari sifat nifaq ini, sebagaimana diriwayatkan dari Ummi Ma’bad berkata,”Aku mendengar Nabi saw berdoa dengan doa ini :

اللَّهُمَّ طَهِّرْ قَلْبِي مِنَ النِّفَاقِ ، وَعَمَلِي مِنَ الرِّيَاءِ ، وَلِسَانِي مِنَ الْكَذِبِ ، وَعَيْنِي مِنَ الْخِيَانَةِ ، فَإِنَّكَ تَعْلَمُ خَائِنَةَ الأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ ” .

“Wahai Allah bersihkanlah hatiku dari nifaq, (bersihkanlah) amalku dari riya, (bersihkanlah) lisanku dari dusta, (bersihkanlah) mataku dari pengkhianatan. Sesungguhnya Engkau mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang disembunyikan didalam dada.” (HR. Hakim (2/227), al Khotib (5/267), ad Dailamiy (1/478 No. 1953). Hadits ini juga dikeluarkan oleh ar Rafi’I (2/301). Al Munawiy (2/143) mengatakan bahwa al Iraqiy mengatakan bahwa sanadnya lemah)

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini : Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Bolehnya Nabi Menikah Lebih dari Empat

$
0
0

sigit1Aslmk

ustad, alqur’an memperbolehkan menikah sampai 4 istri… saya bingung ketika salah seorang teman saya mengatakan mengapa rasulullah menikah lebih dari 4 istri?? berarti di melanggar alqur’an?? terimakasih untuk pencerahannya

Waalaikumussalam Wr Wb

Hal-hal Yang Sebabkan Seorang Harus Mandi Wajib

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum Wr.Wb.

Pak Ustadz, saya ingin menanyakan dua hal dan berharap ustadz berkenan menjawabnya. Pertama, seandainya seorang istri dalam keada’an junub setelah bersetubuh dengan suami lalu belum sempat mandi jinabat, kemudian haid datang. Bagaimana mandi jinabatnya?  Apakah mandinya bisa dilakukan bersama’an dengan mandi sesudah suci haid nantinya?

Yang kedua, jika sudah terlanjur bernadzar mutlak, misalnya saya akan puasa keesokan harinya jika… Nah, nadzar yang berlaku terus seperti itu bisakah dibatalkan? Demikian pertanyaan saya. Atas jawaban ustadz, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Wassalamualaikum Wr Wb

Wa’alaikumussalam Wr Wb

Mandi Karena Junub Bersamaan dengan Mandi Karena Haid

Ada enam hal yang mewajibkan seseorang untuk melakukan mandi wajib. Tiga hal ada pada kaum pria dan wanita sedangkan tiga hal lainnya khusus pada kaum wanita.

3 (Tiga) hal yang ada pada kaum pria dan wanita adalah :

1. Pertemuan dua kemaluan antara laki-laki dan perempuan (jima’)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Apabila seseorang duduk diantara anggota tubuh perempuan yang empat, maksudnya; diantara dua tangan dan dua kakinya kemudian menyetubuhinya maka wajib baginya mandi, baik mani itu keluar atau tidak.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Apabila dua kemaluan telah bertemu maka wajib baginya mandi. Aku dan Rasulullah saw pernah melakukannya maka kami pun mandi.” (HR. Ibnu Majah)

2. Keluarnya mani.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Mandi diwajibkan dikarenakan keluar air mani.” (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari Ummu Salamah bahwa Ummu Sulaim berkata,’Wahai Rasulullah sesungguhnya Allah tidak malu tentang masalah kebenaran, apakah wanita wajib mandi apabila dia bermimpi? Nabi saw menjawab,’Ya, jika dia melihat air.” (HR. Bukhori Muslim dan lainnya)

Dalam hal keluarnya air mani, Sayyid Sabiq mengatakan :
a. Jika mani keluar tanpa syahwat, tetapi karena sakit atau cuaca dingin, maka ia tidak wajib mandi.
b. Jika seseorang bermimpi namun tidak mendapatkan air mani maka tidak wajib baginya mandi, demikian dikatakan Ibnul Mundzir.

c. Jika seseorang dalam keadaan sadar (tidak tidur) dan mendapatkan mani namun ia tidak ingat akan mimpinya, jika dia menyakini bahwa itu adalah mani maka wajib baginya mandi dikarenakan secara zhohir bahwa air mani itu telah keluar walaupun ia lupa mimpinya. Akan tetapi jika ia ragu-ragu dan tidak mengetahui apakah air itu mani atau bukan, maka ia juga wajib mandi demi kehati-hatian.

d. Jika seseorang merasakan akan keluar mani saat memuncaknya syahwat namun dia tahan kemaluannya sehingga air mani itu tidak keluar maka tidak wajib baginya mandi.

e. Jika seseorang melihat mani pada kainnya namun tidak mengetahui waktu keluarnya dan kebetulan sudah melaksanakan shalat maka ia wajib mengulang shalatnya dari waktu tidurnya terakhir.. (Fiqhus Sunnah juz I hal 64 – 66)

3. Kematian.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda dalam keadaan berihram terhadap seorang yang meninggal terpelanting oleh ontanya,”Mandikan dia dengan air dan daun bidara.” (HR.Bukhori Muslim)

Sedangkan 3 (tiga) lainnya yang khusus pada kaum wanita adalah :

1. Haid.

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqoroh : 222)

Sabda Rasulullah saw kepada Fatimah binti Abu Hubaisy ra adalah,”Tinggalkan shalat selama hari-hari engkau mendapatkan haid, lalu mandilah dan shalatlah.” (Muttafaq Alaih)

2. Nifas.
Nifas adalah seperti haidh dan mewajibkannya mandi, demikian menurut jumhur ulama.

3. Melahirkan.
Jika seorang melahirkan dan tidak mengeluarkan darah maka terjadi perbedaan pendapat apakah wajib baginya mandi atau tidak. Namun Syeikh Taqiyuddin asy Syafi’i, pemilik buku “Kifayatul Akhyar” mewajibkannya mandi.

Adapun terkait dengan pertanyaan anda, seandainya seorang istri dalam keada’an junub setelah bersetubuh dengan suaminya lalu ia mendapatkan haid sementara dia belum sempat mandi jinabat, maka :

Ibnu Qudamah mengatakan bahwa Apabila dua hal yang mewajibkan mandi bersatu seperti haid dengan junub atau pertemuan dua kemaluan dengan keluarnya mani lalu ia berniat keduanya dengan satu kali mandi saja maka itu dibolehkan, demikian pendapat kebanyakan ulama, diantaranya Atho, Abuz Zanad, Robi’ah, Malik, Syafi’i, Ishaq dan para pemikir.

Diriwayatkan dari al Hasan dan an Nakh’i dalam pemasalahan haid dan junub ini berpendapat hendaklah dua kali mandi. Namun bagi kami, bahwa “Nabi saw tidaklah mandi dari selesai jima (bersetubuh) kecuali satu kali mandi.”. Ada dua hal yang dikandung didalam hadits ini, yaitu : bisa jadi beliau saw di banyak keadaan dari jima’nya mengeluarkan mani—selain dari pertemuan dua kemaluan, pen—dan dikarenakan keduanya mewajibkannya mandi maka boleh dengan sekali mandi untuk keduanya, seperti hadats dan najis…

Jika orang itu berniat salah satunya saja atau berniat terhadap haid saja tanpa junub maka apakah niat itu sah pula buat yang lainnya? Didalam permasalajam ini terdapat dua pendapat :

1. Niat itu sah pula bagi yang lainnya, dikarenakan mandinya itu adalah mandi yang benar yang diniatkan untuk mandi wajib, maka hal itu dibolehkan…

2. Niat itu hanya sah untuk apa yang dia niatkan dan tidak untuk yang tidak dia niatkan, berdasarkan sabda Nabi saw,” Sesungguhnya amal perbuatan tergantung dari apa yang diniatkannya.” (al Mughni juz I hal 372)

Jadi dibolehkan bagi seorang yang mendapatkan haid saat dia junub untuk mengakhirkan mandi wajibnya hingga selesai haidnya dengan syarat meniatkan mandinya itu untuk junub dan haid.

Membatalkan Nazar

Nazar adalah mengharuskan suatu ibadah yang pada dasarnya menurut syariat tidaklah wajib dengan lafazh yang menunjukkan hal itu, seperti seorang yang mengatakan,”Demi Allah aku harus mensedekahkan uang dengan jumlah sekian,” atau,”Apabila Allah menyembuhkan penyakitku maka wajib bagiku untuk berpuasa tiga hari.” Atau lafazh-lafazh yang seperti itu. (Fiqhus Sunnah juz III hal 33)

Sedangkan rukun-rukun nazar adalah :
1. Orang yang berzanar.
Ia haruslah seorang yang muslim, baligh, berakal, mampu memilih atau tidak dalam paksaan.

2. Sesuatu yang dinazarkan; ada dua macam :
a. Ada yang samar (tidak jelas); seperti orang yang mengatakan,”Demi Allah aku bernazar.”

b. Ada yang jelas (4 macam); untuk mendekatkan diri kepada Allah, maksiat, hal-hal yang dimakruhkan atau hal-hal yang mubah (dibolehkan).

3. Lafazh; ada dua macam :
a. Lafazh yang bersifat mutlak, yaitu yang diucapkan seseorang sebagai bentuk syukur kepada Allah swt atas suatu nikmat kepadanya tanpa adanya suatu sebab, seperti,”Demi Allah wajib atasku berpuasa ini atau melaksanakan shalat ini.” menurut para ulama madzhab Maliki hal ini adalah mustahab (disukai) dan wajib untuk dipenuhi.

b. Lafazh yang bersifat mengikat, yaitu yang berkaitan dengan suatu persyaratan, seperti perkataan seseorang,”Jika datang fulan atau Allah menyembuhkan penyakitku maka aku harus melakukan ini.” Hukumnya adalah wajib untuk ditunaikan apabila persyaratan itu telah terwujud. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV hal 2552 – 2553)

Adapun ungkapan anda ,”Saya akan puasa keesokan harinya jika…” pada asalnya ketika persyaratan yang disebutkan didalam nazar itu terwujud maka wajib bagi anda untuk menunaikan nazarnya (puasa), sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Barangsiapa yang bernazar untuk mentaati Allah, maka ia wajib menaati-Nya dan barangsiapa yang bernazar untuk maksiat terhadap Allah maka ia tidak boleh maksiat terhadap-Nya.” (HR. Bukhori, Ahmad)

Namun hal demikian menjadi berat ketika ternyata persyaratan tersebut terjadi berulang-ulang sehingga anda harus terus berpuasa pada keesokan harinya, seperti orang yang mengatakan,”Saya akan besedekah dengan uang Rp. 10.000,00 jika saya ghibah terhadap orang lain (membicarakan aib orang lain).” Dalam perjalanannya, orang ini sulit sekali menghindarkan dirinya dari perbuatan ghibah sehingga ia merasa berat untuk terus menerus berinfak.

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا

Artinya : “Mereka menunaikan Nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al Insaan : 7)

Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan,”Firman Allah swt,’Mereka menunaikan nazar.’ menunjukkan bahwa menunaikannya merupakan suatu ibadah dan adanya pujian kepada pelakunya, namun ini dikhususkan untuk nazar ketaatan kepada Allah.” Diriwayatkan oleh Ath Thobari dari jalan Mujahid bahwa dia berkata tentang firman-Nya,”Mereka menunaikan nazar.” Yaitu ,’Apabila mereka bernazar dalam ketaatan kepada Allah.’

Al Qurthubi mengatakan, “Nazar merupakan bagian dari janji-janji yang diperintahkan untuk ditunaikan dan pujian bagi pelakunya. Jenis yang paling tinggi adalah nazar yang tidak dikaitkan dengan sesuatu, seperti orang yang disembuhkan dari penyakitnya dan megatakan,”Demi Allah wajib bagiku untuk berpuasa ini atau bersedekah dengan ini sebagai rasa syukur kepada Allah.” Yang berikutnya adalah dikaitkan dengan perbuatan taat seperti,”Jika Allah menyembuhkan penyakitku maka aku akan berpuasa atau sholat ini.”

Adapun selain dari kedua jenis tersebut, yaitu nazar lujaj seperti orang yang merasa berat dengan hambanya lalu bernazar akan membebaskannya agar ia terlepas dari kebersamaan dengannya dan ia tidak memaksudkan nazarnya itu untuk ibadah, atau orang yang membebankan atas dirinya dengan bernazar untuk banyak melakukan shalat atau puasa yang berat untuk dilakukan. Hal seperti ini jika dilakukan dapat membawa mudharat baginya maka ini adalah makruh bahkan sebagiannya mengarah kepada pengharaman. (Fathul Bari juz XI hal 656 – 657)

Seorang yang bernazar dengan nazar lujaj dan dia memiliki kesanggupan maka wajib baginya untuk menunaikannya ketika persyaratan itu terwujud walaupun itu terjadi secara terus menerus namun ketika dia tidak menyanggupinya maka wajib baginya untuk membayar kafarat dengan kafarat sumpah, yaitu : memberi makan 10 orang miskin, atau memberi pakaian kepada mereka, atau membebaskan budak. Dan jika itu semua tidak disanggupinya maka wajib baginya berpuasa selama tiga hari.

Hal itu seperti dijelaskan oleh Imam Nawawi tentang hadits yang diriwayatkan dari Uqbah bin ‘Amir bahwasanya Nabi saw bersabda,”Kafarat nazar adalah kafarat sumpah.” (HR. Muslim), beliau mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat dengan maksud hadits ini:

Jumhur ulama kami (Madzhab Syafi’i) berpendapat bahwa ini adalah terhadap nazar lujaj yaitu jika seorang mengatakan bahwa dia ingin mencegah untuk berbicara dengan Zaid, seperti; jika aku berbicara dengan Zaid maka demi Allah wajib bagiku pergi haji atau selainnya, kemudian orang itu berbicara dengannya, maka dia dibolehkan memilih antara kafarat sumpah atau menunaikannya, ini pendapat yang benar dalam madzhab kami.

Imam Malik dan banyak ulama lainnya berpendapat bahwa hadits ini adalah terhadap nazar yang mutlak (tanpa syarat), seperti perkataan seseorang,”Wajib bagiku nazar.” Sementara sebagian ulama kami (madzhab syafi’i) berpendapat bahwa hadits ini adalah terhadap nazar maksiat, seperti; orang yang bernazar untuk meminum khomr. Sekelompok ulama hadits berpendapat bahwa hadits itu adalah untuk semua jenis nazar dan mereka mengatakan,”Orang itu boleh memilih diseluruh nazarnya antara menunaikan apa yang telah dia komitmenkan itu atau kafarat sumpah.” (Shohi Muslim bi Syarhin Nawawi juz XI hal 149)

Dan jika anda meniatkan dari ucapan itu adalah pengulangan (terus menerus) maka setiap kali persyaratan itu terwujud wajib bagi anda untuk menunaikan puasa keesokan harinya kecuali jika anda tidak saggaup untuk berpuasa keesokan harinya maka anda bisa menggantinya dengan kafarat sumpah dan tidak ada ruang untuk membatalkannya.

Adapun jika anda tidak berniat pengulangan (terus menerus) dan hanya sekedar berkata,”Saya akan berpuasa keesokan harinya jika….” maka wajib bagi anda kafarat sumpah atau menunaikan nazar pada kali pertama saja. Adapun setelah kali pertama itu maka wajib bagi anda untuk bertaubat dengan memenuhi persyaratan-persyaratan taubat itu.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Cara Taubat dari Memakan Uang Haram

$
0
0

sigit1Assalamualaikum Ustadz,

Saat ini saya khawatir telah memakan uang haram, baik langsung maupun tidak langsung, padahal saya telah berusaha untuk menghindarinya, namun saya takut tanpa saya sadari telah memakannya.

Saya pernah mendengar dalam suatu Khotbah Jum’at, Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa siapa yang memakan barang haram tidak akan diterima ibadahnya selama 40 tahun, tentu saya sangat takut dan pesimis sehingga berfikir akan sia-sia saja untuk memperbanyak ibadah, sementara ini Alhamdulillah saya tetap rajin beribadah meskipun masih khawatir tidak akan diterima (saya takut nanti akan berfikir percuma ibadah kalau tidak diterima).

Pertanyaan saya, Apakah yang harus saya lakukan agar Allah mengampuni saya dari memakan uang haram yang mengakibatkan ibadah saya tidak diterima selama itu ?

Waalaikumussalam Wr Wb

Terdapat hadits yang berbunyi,”Barangsiapa yang memakan sesuap saja dari yang haram maka tidaklah diterima shalatnya sebanyak 40 malam dan tidaklah diterima doanya selama 40 pagi dan setiap daging yang tumbuh dari (sesuatu) yang haram maka api neraka menjadi lebih utama baginya. Sesungguhnya sesuap dari yang haram akan menumbuhkan daging.” (HR. ad Dailami dari Ibnu Masud)

Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits tersebut munkar, tidak dikenal kecuali dari riwayat al Fadhl bin Abdullah. Sementara Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa hadits tersebut maudhu’ (palsu)

Adapun tentang bertaubat dari memakan barang yang diharamkan Allah maka sesungguhnya pintu taubat senantiasa terbuka selama nyawa belum sampai di tenggorokan atau matahari belum terbit dari barat. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai ke tenggorokan.”

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: ” Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan senantiasa membuka lebar-lebar tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa pada siang hari dan Allah senantiasa akan membuka tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat orng yang berbuat dosa pada malam hari, dan yang demikian terus berlaku hingga matahari terbit dari barat.”

Cukuplah bagi anda melakukan taubat nashuha terhadap perbuatan memakan barang yang diharamkan tersebut dengan memenuhi syarat-syaratnya :

1. Menyesali atas apa yang anda lakukan pada masa lalu.
2. Meninggalkan kemaksiatan tersebut saat diri anda bertaubat.
3. Bersungguh-sungguh untuk tidak kembali melakukan perbuatan tersebut selamanya pada masa yang akan datang.
4. Jika dalam perbuatan tersebut terdapar penzhaliman terhadap kepemilikan orang lain maka diwajibkan bagi anda untuk mengembalikannya berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari qiyamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizholiminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya”

Dan mudah-mudahan dengan taubat yang sungguh-sungguh Allah akan menggantikan keburukan tersebut dengan kebaikan :

إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Artinya : “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqan : 70)

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya : “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nuur : 31)

Wallahu A’lam

Ustad. Sigit Pranowo Lc


Cerita Dosa Zina ke Pasangan

$
0
0

sigit1Assalamu’alaikum wr. wb.,

Pak Ustadz, apakah dosa zina yg tlh dilakukan oleh seseorang pd masa lalu hrs diceritakan kpd calon pasangannya? Karena kalau memang hrs diceritakan bukankah itu namanya membuka aib, sementara dari keterang Ustadz yg prnh sy baca, salah satu yg harus dilakukan oleh seseorang yg pernah berzina adalah menutupi aibnya dan tidak menceritakannya kepada siapa pun. Tp kalau tidak diceritakan, jika suatu saat pasangan tau, takutnya akan jd bumerang bagi rumah tangga tsb.

Terima kasih,

Assalamu’alaikum wr. wb.

Waalaikumussalam Wr Wb

Allah swt meminta kepada setiap orang yang melakukan perbuatan dosa dan maksiat untuk segera bertaubat kepada Allah swt sebagai bukti akan masih adanya keimanan didalam dirinya, sebagaimana firman Allah swt :

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya : “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nuur : 31)

Di dalam firman Allah di ayat lain disebutkan,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim : 8)

Didalam dua ayat tersebut Allah swt memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk segera bertaubat atas segala kesalahan dan dosa yang dilakukan karena taubat merupakan wajib ain disetiap waktu dan keadaan.

Al Qurthubi mengatakan bahwa tentang taubat nashuha ini telah terdapat 23 pendapat para ulama dan diantara yang disebutkan oleh beliau adalah pendapat al Junaid bahwa taubat nashuha adalah orang itu melupakan dosanya dan tidak menyebutkannya lagi selama-lamanya karena siapa yang benar taubatnya maka ia menjadi orang yang mencintai Allah swt dan siapa yang mencintai Allah swt maka ia akan melupakan sesuatu selain Allah swt. (al Jami’ Li Ahkamil Qur’an juz XVIII hal 422)

Dan seorang yang bertaubat dengan taubatan nashuha maka diharuskan baginya untuk meninggalkan dan menyesali perbuatan dosanya itu, bertekad kuat untuk tidak mengulangi lagi selama-lamanya serta jika kesalahan tersebut terkait dengan hak-hak orang lain maka diharuskan baginya untuk mengembalikannya kepada yang memilikinya.
Allah swt menjanjikan ampunan bagi setiap hamba-Nya yang bertaubat dari segala kemaksiatan yang dilakukannya itu betapapun besarnya dosa tersebut selama orang itu tidak melakukan dosa-dosa syrik.

Athiyah Saqar mengatakan apabila seorang wanita yang melakukan maksiat tidak menyebarluaskan tentang penyimpangannya dan tidak diketahui kecuali dirinya atau orang-orang tertentu dari keluarganya maka tidak perlu baginya untuk memberitahukan tentang masa lalunya itu kepada orang yang datang meminangnya (calon pasangannya).

Umar bin Khottob ra pernah melarang seorang laki-laki yang ingin menjelaskan aib putrinya tentang apa yang menimpa dirinya tatkala orang itu ingin menikahkannya. Hal itu merupakan kejanggalan yang tidak ada penipuan didalamnya. Dan jika seorang yang kehilangan keperawanannya kemudian melakukan operasi pencangkokan atau melakukan penggantian maka ini termasuk penipuan yang kelak akan tersingkap…

Dan seandainya lelaki yang meminangnya itu bertanya kepadanya tentang masa lalu dan aib-aibnya maka diharuskan baginya untuk memberitahukannya karena bisa jadi apabila lelaki itu mengetahui kejujuran dan kesungguhannya dalam bertaubat ia akan bersimpati atas keterusterangannya sehingga menikahinya. (Fatawa al Azhar juz XX hal 43)

Jadi dibolehkan bagi seorang wanita yang pernah melakukan perbuatan zina dimasa lalunya kemudian dirinya telah bertaubat dengan taubat nashuha atas perbuatannya itu untuk tidak memberitahukan perihal aib tersebut kepada lelaki yang datang meminangnya dikarenakan Allah swt telah menutupi aibnya tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Setiap umatku mendapat pemaafan kecuali orang yang menceritakan (aibnya sendiri). Sesungguhnya diantara perbuatan menceritakan aib sendiri adalah seorang yang melakukan suatu perbuatan (dosa) di malam hari dan sudah ditutupi oleh Allah swt kemudian dipagi harinya dia sendiri membuka apa yang ditutupi Allah itu.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Akan tetapi apabila ia ditanya oleh lelaki yang datang meminangnya tentang aib-aib masa lalunya maka hendaklah dia berterus terang dan memeritahukan kepadanya. Hal ini diperbolehkan dan bukan termasuk membuka aib dikarenakan untuk suatu kemaslahatan sebagaimana disebutkan hadits diatas. Setelah itu hendaklah dirinya bertawakal dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah swt apakah lelaki tersebut akan menerima atau menolak dirinya untuk dijadikan sebagai pasangan hidupnya.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Apakah Syahadat Bisa Batal?

$
0
0

sigitAssalamu alaikum Ustadz,

Apakah dalam bersyahadat seorang muslim bisa menjadi batal seperti Sholat atau Puasa? Sekiranya ada hal-hal apakah yang bisa membatalkan Syahadat.

Jazakumullah khairan

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Saudara Abu Kais yang dimuliakan Allah swt

Bisakah Syahadat Batal?

Syeikh Thahawi menjelaskan bahwa kita menamakan ahli kiblat adalah kaum muslimin mukminin selama mereka mengakui apa yang dibawa oleh Nabi saw dan membenarkan segala yang disebutkan dan diinformasikan oleh beliau saw… dan kita tidak mengkafirkan seseorang dari ahli kiblat dikarenakan suatu dosa selama dia tidak menghalalkannya …

Sesungguh Allah swt menjadikan pengikraran dua kalimat syahadat sebagai pintu seseorang memasuki islam dan iman. Dan barangsiapa yang masuk islam dari pintu ini maka tidaklah ia bisa dikeluarkan kecuali dikarenakan adanya perkataan, perbuatan atau keyakinan yang membatalkan pernyataan sebelumnya, yaitu dua kalimat syahadatnya.

Sebagaimana diketahui bahwa dua kalimat syahadat berisi pernyataan seseorang untuk tidak mengambil tuhan selain Allah swt, tidak hanya didalam rububiyah-Nya atau keyakinan bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemberi manfaat dan mudharat atau yang lainnya tetapi juga didalam uluhiyah-Nya yaitu hanya menyembah dan beribadah kepada-Nya saja serta didalam tauhid asma dan sifat-sifat-Nya.

Selain itu dua kalimat syahadat juga berisi tentang pernyataan bahwa tauladan seorang muslim adalah Muhammad Rasulullah saw dengan mengimani apa yang dibawa dan meyakini berita berita dan informasi yang datang darinya.

DR. Muhammad Na’im Yasin, Ustadz di Fakultas Syari’ah Universitas Kuwait mengatakan bahwa barangsiapa yang mengatakan suatu perkataan atau melakukan suatu perbuatan yang menunjukkan pengingkarannya terhadap itu semua (kandungan dua kalimat syahadat, pen) maka sesungguhnya orang itu telah membatalkan dua kalimat syahadatnya dan telah keluar dari agama Allah swt.

Dan apabila perkataan atau perbuatan itu sesuai dengan hakekat niat dan keyakinannya maka ia telah kafir di dunia dan di akherat dan diperlakukan seperti hukum seorang yang kafir di dunia, diterapkan baginya hukum murtad dan yang paling mendesak baginya adalah diminta untuk segera bertaubat kemudian dibunuh apabila dia tidak mau brtaubat dan kelak dia termasuk orang-orang yang kekal di neraka jahanam apabila ia meninggal dalam keadaan seperti itu (tidak bertaubat).

Adapun apabila seorang mukmin melakukan suatu dosa dengan mengatakan perkataan atau melakukan suatu perbuatan yang menurut syariat dianggap sebagai perbuatan maksiat terhadap Allah swt maka hal itu tidak bisa dijadikan dalil untuk mengeluarkannya dari keimanan walaupun orang itu tidak bertaubat selama tidak ada sesuatu yang bisa menunjukkan pembatalan dua kalimat syahadatnya atau salah satu dari dua kalimat syahadat itu.

Orang itu berada dibawah kehendak Allah swt apakah akan mengadzabnya karena dosa dan maksiatnya dan memasukkannya ke neraka lalu menempatkannya ke surga berdasarkan berbagai dalil shahih tentang dikeluarkannya dari neraka orang yang mati sementara dihatinya masih terdapat keimanan sebesar biji sawi.

Atau Allah swt akan mengampuninya dan tidak mengadzabnya serta memasukkannya ke surga tanpa diadzab di neraka, sebagaimana firman-Nya :

إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاء وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS. An Nisa : 116)

Yang Bisa Membatalkan Syahadat

Syeikh Naim Yasin mengumpulkan berbagai perkataan atau perbuatan yang bisa membatalkan syahadat menjadi empat macam :

1. Segala macam yang mengandung pengingkaran terhadap Rububiyah Allah swt atau percercaan terhadapnya, seperti : meyakini bahwa pancipta dan pengatur alam ini adalah selain Allah atau meyakini bahwa Allah lah yang menciptakan semua makhluk lalu Dia swt membiarkannya, tidak mengatur urusannya dan menjaga mereka.

2. Segala macam yang mengandung pencercaan terhadap nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya, seperti : menafikan bahwa Allah swt memiliki kesempurnaan, kekuasaan atas segala sesuatu, pendengaran atau penglihatan-Nya. Termasuk dalam hal ini juga pengukuhan seseorang bahwa Allah memiliki anak, istri atau Allah tidur, mengantuk, lengah, mati.

3. Segala macam yang mengandung pencercaan terhadap uluhiyah-Nya, seperti : seorang meyakini bahwa ada selain Allah yang berhak diibadahi, atau meyakini bahwa ada selain Allah yang memiliki hak membuat syari’at tanpa seidzin Allah swt, memiliki hak untuk menghalalkan yang dharamkan atau mengharamkan yang dihalalkan syari’at, merubah batasan-batasan syari’at, taat atau berwala kepada oang-orang kafir atau thoghut (sembahan-sembahan selain Allah swt).

4. Segala macam yang mengandung pengingkaran terhadap risalah atau pencercaan terhadap para sahabatnya saw, seperti : orang yang mencerca kejujuran, amanah, iffah, keshalehan akalnya saw atau melakukan penghinaan terhadapnya. Termasuk juga mengingkari berita-berita ghaib yang datang darinya saw, seperti : pengingkaran terhadap hari kebangkitan, perhitungan, shirath, surga, neraka atau lainnya. Termasuk juga orang yang mengingkari sesuatu dari ayat-ayat Al Qur’an, ridho kepada kekufuran dan tidak ridho kepada islam.

Keempat macam tersebut meliputi perkataan, perbuatan maupun keyakinan dan seluruhnya bisa membatalkan dua kalimat syahadat dan mengeluarkan si pelakunya dari islam—naudzu billah–.

Wallahu A’lam.

Ustadz Sigit Pranowo

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Takdir dan Dosa

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum wr. wb.

Ustadz Sigit yang dirahmati Allah, saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan yang cukup mengganjal saya.

Yang pertama adalah mengenai takdir. Menurut buku yang saya baca takdir adalah “Segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah untuk mahluk-Nya.” Semua yang berada di bumi, langit serta isinya di ciptakan oleh Allah. Dan seiring dengan penciptaan mereka, Allah juga telah memberikan suatu aturan, lakon atau cerita untuk diri mereka masing-masing. Dan cerita inilah menurut buku yang saya baca disebut takdir. (QS. Al Qamar : 49). Cerita manusia dari lahir sampai dia diakhirat nanti telah Allah tentukan sedit-detilnya, dan dicatat dalam kitab Lauhul Mahfudz. Dan segala sesuatu telah ditentukan oleh takdir apakah dia akan berperan sebagai Raja, Sopir, atau bahkan penjahat sekalipun. (QS. Al Hijr : 21). Dan takdir yang telah ditentukan Allah tidak dapat diubah lagi sampai hari kiamat nanti (QS. Faathir : 43). Jadi semua tingkah laku kita sudah “diprogram” oleh Allah, bahkan sedetik kemudian langkah kita akan berlaku apa sudah ditentukan Allah, bahkan jauh sebelum kita diciptakan oleh Allah (QS. Al Hadiid : 22 – 23) . (Buku : Ya Allah, Tolong Aku Karya A.K penerbit Quanta Hal 140-153). Namun saya pernah berkonsultasi dengan seorang aktifitis Islam, bahwa ada takdir yang telah ditetapkan oleh Allah dan tidak bisa diubah seperti sakit, kematian, kita lahir sebagai seorang perempuan atau laki-laki, dan ada juga takdir yang Allah yang tidak tidak punya kewenangan dalam menentukannya, karena merupakan pilihan kita sebagai manusia, seperti contohnya sebagai perempuan bila dia memilih untuk tidak berjilbab adalah pilihan dia, bukan takdir dari Allah, jika seseorang merampok adalah pilihan dia dan bukan takdir dari Allah. Dan saya juga pernah bertanya tentang takdir oleh seorang guru ngaji di masjid tempat saya mengaji kurang lebih pengertian takdir adalah seperti yang saya baca dibuku yang saya sebutkan diatas. Yang menjadi pertanyaan saya adalah bagaimana mengenai konsep takdir yang diajarkan Rasulullah SAW yang sebenarnya.

Pertanyaan yang kedua adalah bahwa masih ada kaitannya dengan takdir, saya membaca di artikel Eramuslim, bahwa yang sudah ditentukan oleh Allah adalah rejeki dan maut, sedangkan jodoh adalah pilihan kita sendiri, bukan Allah yang menentukan. Jika benar jodoh bukan Allah yang menentukan mengapa saya tidak bisa menikah dengan pria pilihan saya ? Mengapa artikel seperti itu bisa ditampilkan di Eramuslim yang sejatinya sebagai media pencerahan bagi umat Islam.

Pertanyaan yang ketiga bagaimana hukumnya bagi seorang perempuan yang berjilbab syar’i kemudian melepasnya hanya karena alasan ekonomi (karena takut susah dapat kerja) kemudian berjilbab setelah bekerja, namun ketika berhenti kerja buka jilbab lagi, dan ketika sudah bekerja berjilbab lagi, begitu terus sampai lebih dari 3 kali kejadian. Apakah dia termasuk orang yang fasik? Bagaimana agar tetap istiqomah di jalan Allah?

Pertanyaan yang ke empat orang kafir adalah jelas penghuni neraka jahanam dan mereka kekal selama-lamanya di neraka. Bagaimana dengan orang munafik, fasik, musyrik? Apakah mereka kekal dineraka selama-lamanya atau hanya sementara saja?

Pertanyaan ke lima bagaimana harta yang di dapat dari bekerja dengan menggunakan ijazah palsu (lulus SMU mengaku S1). Untuk mendapatkan penghasilan itu dia bekerja selayaknya karyawan kantoran umumnya, hanya saja ijazah dan referensi kerjanya palsu.

Demikian pertanyaan saya ustadz. Mohon maaf jika terlalu banyak. Semoga pencerahan dari ustadz dapat menambah iman saya pada Allah.

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Saudari Arum yang dimuliakan Allah SWT.

Pengertian Taqdir

Takdir Allah terhadap segala sesuatu mencakup peneguhan terhadap beberapa hakikat berikut :

1. Mengimani bahwa Allah SWT mengetahui segala sesuatu sebelum terjadinya sebagaimana diri-Nya mengetahui hal itu setelah terjadinya. Allah mengetahui sesuatu yang belum terjadi, tengah terjadi dan akan terjadi dan tidaklah ada sesuatu yang tidak diketahui-Nya baik yang kecil maupun besar, sebagaimana firman Allah SWT :

ۚ وَمَا يَعْزُبُ عَن رَّبِّكَ مِن مِّثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَلَا أَصْغَرَ مِن ذَٰلِكَ وَلَا أَكْبَرَ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

Artinya : “Dan tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yunus [10] : 61)

2. Mengimani bahwa Allah swt telah menuliskan segala sesuatu di “Lauh Mahfuzh” sebelum Dia swt menciptakan langit dan bumi.

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

Artinya : “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al Hadid [57] : 22)

3. Mengimani bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah kehendak Allah swt. Tidak ada suatu kebaikan maupun keburukan kecuali dengan kehendak-Nya.

وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Artinya : “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Insaan [76] : 30)

4. Mengimani bahwa segala sesuatu di alam ini adalah ciptaan Allah SWT dan hasil dari ketetapan-Nya.

قُلِ اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ

Artinya : Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.”(QS. Ar-Ra’ad [13] : 16)

Segala sesuatu yang terjadi di alam ini adalah kehendak Allah swt, baik itu perkataan maupun perbuatan, pergerakan maupun berhenti, kondisi maupun keadaaan, baik maupun buruk seseorang. Namun demikian Allah SWT bersifat adil, Dia tidak akan menyesatkan orang yang berhak mendapatkan petunjuk atau sebaliknya. Kemudian setiap hamba-Nya pun diberikan kehendak dan pilihan untuk menentukan perbuatan-perbuatannya sendiri, sebagaimana firman-Nya :

لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ

Artinya : “(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang berkehendak menempuh jalan yang lurus.” (QS. At Takwir [81] : 28)

Dan semua kehendak manusia itu tidaklah keluar dari kehendak dan takdir Allah SWT. Untuk itu Allah SWT telah memberikan kepada hamba-hamba-Nya akal untuk bisa membedakan mana yang baik dan buruk serta untuk bisa menentukan pilihan apakah sesuatu itu dilakukan atau tidak.

Didalam kitab “Al Bayan Fii Arkanil Iman” disebutkan bahwa ketetapan Allah terhadap manusia bisa dibagi menjadi dua :

Pertama : perkara-perkara yang manusia tidak memiliki kehendak dan pilihan didalamnya, seperti : keberadaan atau ketidakberadaan, tinggi atau pendek, pintar atau bodoh, sehat atau sakit, kehidupan atau kematiannya dan lainnya. Dalam hal ini manusia tidaklah dikenakan pahala maupun siksa.

Kedua : Perkara-perkara yang menjadi takdir Allah sebelumnya sesuai dengan ilmu dan hikmah Allah swt namun didalamnya terdapat sebab, perbuatan, keinginan dan kehendak manusia, seperti : makan, munum, berpakaian atau hal-hal mubah (dibolehkan) lainnya atau seperti : shalat, infak, jihad atau hal-hal taat lainnya, seperti : berzina, mencuri, minum khamr atau hal-hal yang diharamkan lainnya. Perbuatan-perbuatan ini —macam kedua— terjadi sesuai dengan ilmu, tulisan, kehendak dan ketetapan Allah swt dan manusia diberikan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan diberikan sangsi atas keburukan yang dilakukannya. Seorang mukmin berkeyakinan bahwa seluruh perbuatan hamba baik yang berupa pilihan maupun paksaan terjadi dengan keinginan Allah dan takdirnya sejak di azali dan dibawah pengetahuan-Nya sebelum terjadinya. (Al Bayan, hal. 415 – 416)

Dengan demikian seorang wanita yang melepas jilbabnya atau seorang yang melakukan perampokan merupakan takdir Allah SWT karena tidaklah ada sesuatu yang terjadi di alam ini, apakah ia berupa kebaikan atau keburukan kecuali itu semua adalah takdir, ketetapan dan kehenda Allah SWT. Namun dalam hal ini orang itu diberikan sangsi atas perbuatannya itu dikarenakan kehendaknya memilih melepaskan jilbab atau melakukan perampokan padahal akalnya telah mengetahui bahwa mengenakan jilbab adalah kewajiban dan merampok adalah perbuatan yang dilarang dan merugikan orang lain.

Demikian pula dengan jodoh adalah takdir Allah SWT, apakah seorang wanita menikah dengan pria pilihannya atau pilihan orang tuanya, atau dirinya tidak menikah atau menikah dengan seseorang kemudian bercerai dan menikah lagi dengan pria lain, atau menikah dengan seorang pria kemudian bercerai dan tidak menikah lagi.

Diwajibkan bagi seorang mukmin untuk mengimani hikmah Allah SWT di dalam takdir-takdir-Nya. Dia swt memiliki hikmah yang tepat pada segala sesuatu yang terjadi di alam ini baik yang dapat fahami maupun tidak oleh akal manusia. Akan tetapi banyak diantara hikmah-hikmah Allah swt itu tidak bisa difahami oleh akal manusia. Karena itu diwajibkan bagi manusia untuk berserah diri kepada Allah swt dan ini merupakan bagian dari keimanan terhadap kesempurnaan hikmah-Nya dan tidak boleh menentangnya terhadap aturan maupun takdir-Nya.

Melepas Jilbab Karena Alasan Ekonomi

Tidak selayaknya bagi seorang muslimah yang telah mengenakan jilbab kemudian melepasnya hanya karena alasan ekonomi atau tuntutan pekerjaan karena hal ini termasuk melanggar perintah Allah SWT.

ا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Artinya : “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab [33] : 59)

Tidak sepatutnya dirinya melakukan pelanggaran demikian hanya karena tuntutan ekonomi dan atau untuk menambah rezekinya karena sesungguhnya rezekinya, banyak atau sedikit penghasilannya telah ditetapkan dan dituliskan Allah di Lauh Mahfuzh-Nya.

Perbuatan menanggalkan jilbab sementara dirinya tetap meyakini kewajibannya bisa termasuk dalam perbuatan fasik karena pengertian fasik adalah keluar dari ketaatan kepada Allah swt. Diharuskan baginya untuk segera bertaubat kepada Allah swt dan mengenakan kembali jilbabnya serta bertawakal kepada Allah SWT atas rezekinya.

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ

Artinya : “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaq [65] : 2-3)

Adapun hal-hal yang bisa menjadikan seseorang tetap istiqamah diatas jalan dan ketaatan kepada-Nya adalah memperbanyak ilmu pengetahuan agamanya demi meningkatkan keimanannya kepada Allah swt serta mencari lingkungan atau teman-teman dari kalangan orang-orang shaleh yang takut kepada Allah swt.

Apakah Orang Fasik, Musyrik dan Munafik Kekal di Neraka?

Diantara pokok-pokok ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah moderat di dalam nama-nama iman dan agama. Di dalam nama-nama iman dan agama kita dapati beberapa kelompok yang berbeda, yaitu: Mu’tazilah dan Khawarij di satu sisi serta Murji’ah di sisi lainnya. Muta’zilah dan Khawarij mengatakan, “Sesungguhnya seseorang apabila berzina maka dia telah keluar dari keimanan dan tidaklah menjadi mukmin…” Sedangkan Murji’ah mengatakan yang sebaliknya, “Sesungguhnya seseorang walaupun dirinya berzina atau mencuri maka dia tetaplah mukmin yang sempurna keimanannya, keimanannya seperti keimanan orang yang paling taat kepada Allah.” Sementara Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan, “Apabila seseorang berzina atau mencuri maka ia adalah seorang mukmin yang kurang keimanannya atau mukmin dengan keimanannya dan fasik dengan dosa besarnya.”

Kemudian juga moderat di dalam hukum—di dalam hukum terhadap manusia atas perbuatannya, apa yang akan menimpanya jika dirinya melakukan perbuatan dosa besar. Mu’tazilah dan Khawarij mengatakan, “Sesungguhnya orang itu kekal di neraka bersama dengan orang-orang munafik, Abu Jahl, Abu Lahab dan selain mereka.” Sementara Murji’ah mengatakan, “Tidak, bahkan setiap pelaku dosa besar tidaklah kekal di neraka selama-lamanya dan ini tidak mungkin.” Sementara itu Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan, “Sesungguhnya dia berhak mendapatkan siksa dan bisa saja Allah mengampuninya.” (Liqo’at al Bab al Maftuh juz 45 hal 19)

Dengan demikian seorang yang meninggal diatas agama islam tidaklah kekal di dalam neraka betapa pun besar dosa yang dilakukannya, dan bisa jadi dirinya masuk neraka sesuai dengan dosa-dosa yang dilakukannya dan jika Allah berkehendak maka dirinya akan mendapatkan ampunan dari-Nya.

Imam Bukhori meriwayatkan dari ‘Ubadah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak kecuali Allah satu-satunya dengan tidak menyekutukan-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya dan (bersaksi) bahwa ‘Isa adalah hamba Allah, utusan-Nya dan firman-Nya yang Allah berikan kepada Maryam dan ruh dari-Nya, dan surga adalah haq (benar adanya), dan neraka adalah haq, maka Allah akan memasukkan orang itu ke dalam surga betapapun keadaan amalnya.”

Adapun terhadap dosa syirik maka para ulama membagi menjadi dua macam :

  1. Syirik Kecil, seperti : riya, bersumpah dengan selain Allah swt maka tidaklah menyebabkan dirinya kekal di neraka dan tidaklah menghapuskan amal-amalnya akan tetapi perbuatan tersebut termasuk yang diharamkan sepertihalnya dosa-dosa besar bahkan lebih berat dari dosa-dosa besar akan tetapi tidak menyebabkannya kekal di neraka, demikian menurut Syeikh Ibn Baaz.
  2. Berbeda dengan Syirik Kecil maka pelaku Syirik Besar, seperti : menyembah selain Allah swt dapat mengeluarkannya dari islam, kekal di neraka dan menghapuskan amal-amalnya.

Sedangkan nifak atau kemunafikan pun dibagi menjadi dua macam :

  1. Nifak Amali, seperti : berdusta jika berbicara, berkhianat, menyalahi janji, bermalas-malasan dalam shalat tidaklah menyebabkan pelakunya keluar dari islam dan tidak menyebabkan dirinya kekal di neraka.
  2. Berbeda dengan Nifak Amali maka Nifak Itiqadiy, seperti : mendustakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mendustakan sebagian yang dibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, membenci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dapat mengeluarkan pelakunya dari islam dan menyebabkannya kekal di neraka.

Penghasilan Dari Ijazah Palsu

Seorang yang melamar pekerjaan dengan menggunakan ijazah palsu berarti dirinya telah melakukan suatu kecurangan (penipuan) yang diharamkan agama, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Dan barangsiapa menipu kami, maka dia bukan golongan kami.”

Markaz al Fatwa didalam fatwanya No. 51544 menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan pekerjaannya dengan menggunakan ijazah palsu kemudian dirinya profesional didalam amalnya itu maka tidaklah ada kesempitan baginya terhadap gaji yang didapat darinya selama dirinya menunaikan pekerjaannya itu sesuai dengan yang diinginkan (instansinya) dan diharuskan baginya untuk bertaubat kepada Allah terhadap perbuatan curangnya itu.

Wallahu A’lam.

Ustadz Sigit Pranowo

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Cincin Nabi Sulaiman

$
0
0

sigit1ASSALMU`ALAIKUM WR.WB

Pak apakah benar nabi Sulaiman memiliki sebuah cincin yang memiliki sifat-sifat ALLAH SWT. sehingga yang memakai cincin tersebut dapat menjadi raja. (maaf mungkin saya kurang pengetahuan)

saya pernah membaca sebuah novel yang berjudul “RAJA JIN” dalam novel tersebut memang tentang cincin tersebut disebutkan. Tapi novel tersebut-kan fiksi. mohon jawabannya!

WASSALAMU`AlAIKUM WR.WB

Waalaikumussalam Wr Wb

Wahab bin Munbih mengatakan bahwa cincin Sulaiman as berasal dari langit yang memiliki empat sisi. Diantara sisinya tertulis kata “Laa Ilaha Illallahu Wahdahu Laa Syariika Lahu Muhammadun Abduhu wa Rosuuluhu, artinya : ‘Tidak ada tuhan selain Allah tidak ada sekutu bagi-Nya. Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya” Pada sisi kedua tertulis,”Allahumma Maalikal Mulki Tu’til Mulka Man Tasya wa Tanzi’ul Mulka Man Tasya wa Tu’izzu Man Tasya wa Tuzillu Man Tasya, artinya : ‘Wahai Allah Raja yang memiliki kerajaan, Engkau berikan kekuasaan kepada yang Engkau kehendaki, Engkau cabut (kekuasaan) dari orang yang Engkau kehendaki, Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki” Pada sisi ketiga tertulis,”Kullu syai’in Haalikun Illalloh. Artinya : ‘Segala sesuatu akan musnah kecuali Allah.” Dan pada sisi keempat tertulis,”Tabarokta Ilahiy Laa Syariika Laka. artinya : ‘Maha suci Engkau wahai Tuhanku yang tidak ada sekutu bagi-Mu.” Cincin tersebut memiliki cahaya yang bersinar yang apabila dikenakan maka akan berkumpul para jin, manusia, burung, angin, setan dan awan.

Dia juga mengisahkan bahwa suatu hari Sulaiman hendak berwudhu maka ia menyerahkan cincinnya itu kepadanya (budak perempuannya yang bernama Aminah). Ketika itu ada jin yang bernama Sokhr yang mendahului Sulaiman masuk ke tempat wudhu dan bersembunyi dibalik pintu. Tatkala Sulaiman memasuki tempat wudhu untuk menunaikan keperluannya lalu setan itu keluar dari dalam tempat wudhu dengan menyerupai wajah Sulaiman sambil mengibas-ngibas jenggotnya yang bekas wudhu dan tidak berbeda sama sekali dengan Sulaiman dan mengatakan –kepada Aminah,”Cincinku wahai Aminah.” Aminah pun memberikan cincin tersebut kepadanya dan dia meyakini bahwa ia adalah Sulaiman maka cincin itu pun berada di tangannya. Lantas dia pun duduk di singgasana Sulaiman sehingga golongan burung, jin, setan pun tunduk kepadanya.

Tak berapa lama Sulaiman as selesai berwudhu dan mengatakan kepada Aminah,”Cincinku.” Aminah pun bertanya,”Siapa anda?” Dia menjawab,”Aku Sulaiman bin Daud.” Dan tampak terdapat perubahan pada penampilannya. Aminah berkata,”Engkau bohong, sesungguhnya Sulaiman telah mengambil cincinnya dan saat ini dia tengah duduk di singgasanan kerajaannya.” Maka tahulah Sulaiman bahwa dia telah mendapati suatu kesalahan.” (Mukhtashor Tarikh Dimasyq juz III hal 379)

Wahab bin Munbih juga menjelaskan bahwa pada saat Sulaiman ke kamar kecil maka setan yang menyerupai Sulaiman mendatangi budak perempuannya tanpa ada kecurigaan darinya. Setan itu lalu mengambil cincin tersebut darinya, meletakkannya di jarinya dan langsung pergi ke istana Sulaiman serta duduk diatas singgasananya. Berdatanganlah para tentaranya dari golongan manusia, jin dan burung dan mereka semua berdiri dihadapannya sebagaimana biasanya. Mereka menyangka bahwa ia adalah Sulaiman.

Tatkala Sulaiman keluar dari kamar kecil dan meminta cincin dari budak perempuannya itu lalu budak perempuan itu melihat kearahnya dan tampak terdapat perubahan didalam penampilannya. Budaknya pun bertanya,”Siapa kamu?” Dia menjawab,”Aku Sulaiman bin Daud.” Budak itu berkata kepadanya,”Sulaiman telah mengambil cincinnya, dia sudah pergi dan duduk diatas singgasananya.” Sulaiman pun menyadari bahwa setan telah memperdayai budak perempuannya dan mengambil cincin darinya.

Kemudian Sulaiman pun berlari ke padang tandus hingga pada suatu ketika ia merasa sangat lapar dan dahaga. Dan terkadang ia meminta kepada orang-orang agar memberikannya makanan sambil mengatakan,”Aku Sulaiman bin Daud.” Namun orang-orang tidak mempercayainya. Sulaiman berada dalam keadaan lapar dan tanpa tutup kepala ini selama 40 hari.

Sampailah Sulaiman di tepi pantai dan dia menyaksikan sekelompok nelayan lalu ia pun menghampiri dan bekerja bersama mereka sebagai seorang nelayan. Kemudian Asif bin Barkhoya berkata,”Wahai orang-orang Bani Israil sesungguhnya cincin Sulaiman telah dicuri oleh sekelompok setan dan sesungguhnya Sulaiman telah pergi dengan ketakuan diwajahnya.” Tatkala setan yang duduk di singgasana itu mendengar perkataan tersebut maka ia pun pergi menuju lautan dengan perasaan takut dan membuangnya. Cinicin yang dibuang itu lalu dimakan oleh ikan salmon yang kemudian ikan itu dijaring oleh Sulaiman dengan izin Allah swt.

Dan ketika Sulaiman menyembelih perut ikan tersebut maka ia mendapati cincinnya berada didalamnya lalu dia pun memakainya di jarinya dan bersujud syukur kepada Allah swt. Setelah itu dia kembali ke singgasananya dan duduk diatasnya sebagaimana disebutkan didalam firman Allah swt :

وَلَقَدْ فَتَنَّا سُلَيْمَانَ وَأَلْقَيْنَا عَلَى كُرْسِيِّهِ جَسَدًا ثُمَّ أَنَابَ

Artinya : “dan Sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia bertaubat.” (QS. Shaad : 34) – (Bada’i az Zuhur fii Waqo’i ad Duhur juz I hal 85)

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Hukum Berjima’ Tanpa Sehelai Benang

$
0
0

sigitAssalamualaikum wr wb.

Ustadz Sigit yang dirahmati Allah….

Saya ingin bertanya bagaimana hukumnya suami istri yg melakukan jima’ atau hubungan badan tanpa menggunakan selimut (telanjang bulat)? Bolehkah menurut Islam?

Jazakallaah

Waalaikumussalam Wr. Wb

Islam adalah agama yang sempurna dan lengkap, mencakup seluruh aspek kehidupan. Islam mencakup kehidupan pribadi dan masyaakat, rumah tangga dan negara hingga tata cara pergaulan antara suami dan istri dalam berhubungan seks. Rasulullah saw adalah sosok manusia yang memiliki kepribadian lengkap dalam setiap nafas kehidupannya sehingga menjadi contoh (qudwah) bagi umatnya yang menginginkan kebaikan di dunia dan akherat. Firman Allah swt,”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab : 21)

Islam menjelaskan secara gamblang tentang hubungan seksual antara suami dan isteri demi menumbuhkan dan meningkatkan kasih sayang diantara mereka, termasuk dalam hal bolehkah suami dan isteri tidak mengenakan sehelai pakaian pun dalam bersetubuh?

Makruh hukumnya bagi pasangan suami istri dalam persetubuhannya menanggalkan seluruh pakaian (bertelanjang bulat), sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Jika seseorang diantara kamu menyetubuhi istrinya, hendaklah memakai kain penutup dan janganlah sama-sama bertelanjang sebagaimana telanjangnya dua ekor keledai.” (HR. Ibnu Majah) – al Fiqhul Islami juz IV hal.2646.

Sabda Rasulullah saw yang lainnya dari Umar bahwasanya Rasulullah saw bersabda, ”Janganlah kamu bertelanjang karena ada malaikat yang senantiasa tidak berpisah denganmu kecuali diwaktu buang air dan ketika seorang laki-laki menyetubuhi istrinya. Karena itu, hendaklah kamu merasa malu dan hormatilah mereka.” (HR. Tirmidzi dia berkata hadits ghorib)

Wallahu A’lam

– Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Surat Yaasin Dibacakan Menjelang atau Setelah Kematian Seseorang?

$
0
0

sigitAss. wr. wb.

Pa ustadz, kalau membaca surat yaasin bagusnya pada malam apa?

apa saja keutamaannya?

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Asep yang dirahmati Allah swt
Diantara hadits yang menyebutkan keutamaan pembacaan surat yasin ini disebutkan didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad dari Ma’qal bin Yasar dari Nabis aw bersabda,”Bacalah kepada (orang yang menjelang) kematiannya surat yasiin.”

Al ‘Alamah Abu ath Thayib Abadiy mengatakan bahwa hal itu adalah terhadap orang yang menjelang kematiannya. Barangkali dengan membacakannya maka hal itu akan memudahkannya saat menghadapi sakaratul maut karena didalam surat itu disebutkan nama Allah swt, keadaan hari kiamat dan hari kebangkitan.

Imam ar Rozi mengatakan didalam “At Tafsirul Kabir” bahwa perintah membacakan surat yasin terhadap orang yang dekat dengan kematiannya ini juga berdasarkan sabdanya saw,”Segala sesuatu memiliki jantung dan jantung al Qur’an itu adalah yasin.”

Hal itu dikarenakan keadaan lidah pada saat itu sangatlah lemah berbeda dengan hati secara keseluruhannya mampu menghadap Allah. Oleh karena itu dibacakanlah kepadanya sesuatu yang dapat menambah kekuatan hatinya dan menyandarkan kejujurannya dengan yang pokok, yaitu amal dan fungsinya. (Aunul Ma’bud juz VIII hal 279)

Ibnu Katsir meyebutkan didalam tafsirnya bahwa sebagian ulama mengatakan,”Diantara kekhususan surat ini adalah tidaklah seseorang membaca surat ini dalam keadaan sulit kecuali Allah akan memberikan kemudahan kepadanya. Dan sepertihalnya ketika surat ini dibacakan terhadap orang yang menjelang kematiannya maka akan turun kepadanya rahmat dan keberkahan dan untuk memberikan kemudahan keluarnya ruh dari jasadnya.”

Imam Ahmad mengatakan bahwa telah bercerita kepada kami Abdul Mughirah,”Telah bercerita kepada kami Shafwan berkata bahwa para syeikh telah mengatakan,”Apabila dibacakan—surat yasin—terhadap orang yang menjelang kematian maka akan diringankan bebannya. (Tafsir al Qur’anil Azhim juz VI hal 562)

Hadits-hadits lain tentang keutamaan surat yasin seperti sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang membaca yasin maka Allah akan tuliskan pembacaannya itu sama dengan membaca al qur’an sepuluh kali selain yasin.” Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini gharib yaitu diriwayatkan hanya oleh satu orang saja.

Sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang membaca yasin pada suatu malam dengan mengharapkan wajah Allah maka dia akan diampuni.” (HR. Malik, Ibnus Sunni dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban) dan hadits dinyatakan lemah oleh Imam al Haitsami.

Tentang keutamaan membaca yasin ini telah diriwayatkan oleh Abu Ya’la dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”Siapa yang membaca surat yasin pada suatu malam maka pada pagi harinya ia dalam keadaan diampuni. Siapa yang membaca hamiim yang didalamnya disebutkan ad dukhan maka pada pagi harinya ia dalam keadaan diampuni.” Ibnul Jauzi pun menyatakan bahwa seluruh jalan hadits ini adalah batil yang tidak memiliki dasar. (al Maudhu’at juz I hal 247)

Didalam hadits-hadits yang menyatakan pembacaan yasiin pada suatu malam—meskipun sebagiannya lemah atau bahkan maudhu’—disebutkan secara mutlak atau tidak ada pengkhususan pembacaannya pada malam-malam tertentu, seperti malam jum’at atau malam lainnya.

Hal itu sejalan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairoh dari Nabi saw bersabda,”Janganlah kamu mengkhususkan malam jum’at dengan suatu qiyam (shalat malam) diantara malam-malam lainnya. Janganlah kamu mengkhususkan hari jum’at dengan puasa tertentu diantara hari-hari lainnya kecuali apabila hari itu bertepatan dengan puasa salah seorang diantaramu.” (HR. Muslim)

Wallahu a’lam

Ustadz Sigit Pranowo

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Asal Usul Yahudi dan Tanah Palestina

$
0
0

sigitAssalamualaikum.

Ustadz, terkait konflik dan kekejian Israel di Gaza, Israel yang didukung AS dan sekutunya selalu mengklaim Palestina adalah tanah mereka.

Mohon penjelasan dari ustadz, tentang sejarah dan asal usul mereka apakah benar Palestina adalah tanah mereka ataukah itu hanya sebatas alibi untuk melegalisasi tindakan biadab mereka.

Makasih.


Bolehkah Muslim Berbaju Warna Kuning?

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum

Ustadz, sebelumnya jazakallah atas jawaban atas pertanyaan saya yang lalu, saya membaca beberapa hadits dalam buku terjemahan Subulus Salam jilid II yang menyatakan bahwa Rosulullah Saw. melarang kita umat Islam untuk mencelup kain dengan warna kuning, bagaimana maksudnya, mohon penjelasannya ? atas segera jawaban Ustadz saya ucapkan Jazakallah Khoiron Katsiro

Wassalamu’alaikum

Walaikumussalam Wr Wb

Dari Ibnu Umar ra bahwasanya Rasulullah saw pernah ditanya,”Pakaian apa yang dikenakan saat orang berihram? Beliau saw menjawab,”Janganlah engkau memakai baju, sorban, celana, baju panjang, terompah kecuali bagi seseorang yang tidak mendapati sandal maka pakailah terompah itu dengan dipotong bagian atas dari mata kakinya. Dan janganlah engkau mengenakan kain yang sedikitpun terkena kunyit (warna kuning).” (Muttafaq alaih, sedangkan lafazhnya dari Muslim)

Hadits ini merupakan dalil diharamkannya mengenakan pakaian (ihram) yang dicelup dengan warna kuning. Namun terjadi perbedaan pendapat terhadap sebab pelarangannya, apakah dikarenakan ia adalah perhiasan atau bau yang ditimbulkannya ? Maka para ulama berpendapat bahwa sebab pelarangan itu adalah dikarenakan bau yang ditimbulkannya jika ia digunakan untuk mewarnai pakaian. Namun apabila ia disiram dengan air dan baunya menjadi hilang maka diperbolehkan berihram dengannya.

Terdapat didalam sebuah riwayat “Kecuali jika ia mencucinya” walaupun demikian (dicuci), pengenaan kain berwarna merah dan kuning tetap diharamkan bagi kaum laki-laki dalam keadaan tidak berihram sebagaimana diharamkannya saat mereka berihram.” (Subulus Salam juz II hal 386)

Dari Ali ra bahwasanya Rasulullah saw melarang mengenakan pakaian sutra dan juga al muashfar “ (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi) Muashfar adalah pakaian atau kain yang dicelup dengan warna merah yang ditimbulkan dari tanaman ushfur yaitu tanaman yang bijinya dibuat minyak, yang sudah dikenal dikalangan orang-orang arab.

Hadits tersebut mengandung pengharaman terhadap pakaian yang dicelup dengan warna merah (muashfar) sebagaimana pendapat al Hadawiyah. Sedangkan sekelompok sahabat Nabi saw, tabi’in memperbolehkan pengenaan pakaian yang dicelup dengan warna merah, demikian pula pendapat fara fuqoha selain ahmad. Ada juga yang mengatakan makruh tanzih (kalaupun dilakukan maka pelakunya tidaklah terkena sangsi). Mereka mengatakan bahwa Nabi saw pernah mengenakan pakaian merah.” Didalam shahihain dari Ibnu Umar,”Aku pernah menyaksikan Rasulullah saw mencelup dengan warna kuning.”

Ibnul Qoyyim memberikan jawaban terhadap hal ini dengan mengatakan bahwa ia adalah pakaian yang seluruhnya merah. Dia mengatakan,”Sesungguhnya pakaian berwarna merah itu adalah dua pakaian yang berasal dari Yaman yang dijahit dengan benang berwarna merah dan hitam. Permasalahan hanya karena terdapat benang merah ini sudah diketahui sedangkan apabila seluruhnya berwarna merah maka larangan terhadapnya lebih utama lagi. Disebutkan didalam shahihain bahwa Nabi saw melarang mengenakan sutra yang berwarna merah.” (Subulussalam juz II hal 178 – 179)

Dalam pewarnaan pada kain ini paling tidak ada dua permasalahan :
Pertama : Apabila kain dicelup dengan warna merah (muasfhar).
Kedua : Apabila kain dicelup dengan warna kuning (muza’far).

Apabila kain dicelup dengan warna merah (muashfar) maka terdapat perbedaan pendapat :

  1. Ahmad dan al Hadawiyah mengharamkannya berdasarkan riwayat dari Amru bin Ash berkata,”Rasulullah saw melihatku mengenakan dua pakaian dari muasfaroin. Beliau saw bersabda,”Sesungguhnya ini adalah diantara pakaian orang-orang kafir maka janganlah kamu memakainya.” (HR. Muslim)
  2. Jumhur sahabat, tabi’in, Abu Hanifah, Malik dan Syafi’i membolehkannya berdasarkan riwayat dari Baro bin Azib yang mengatakan,”Aku pernah menyaksikan Nabi saw mengenakan pakaian berwarna merah.” (HR. Bukhori Muslim)
  3. Ada riwayat dari Imam Malik yang mengatakan bahwa hal itu adalah makruh tanzih apabila dipakai di kebun, pasar dan tempat-tempat lainnya kecuali di dalam atau halaman rumah. Mereka juga berdalil dengan dalil yang digunakan kelompok kedua.

Sedangkan apabila kain dicelup dengan warna kuning (muza’far) maka pendapat para ulama adalah :

  1. Abu Hanifah, Syafi’i dan para pengikutnya berpendapat bahwa hal itu haram digunakan baik pada pakaian maupun badan, berdasarkan riwayat dari Anas bin Malik ra bahwasanya Rasulullah saw melarang seorang laki-laki yang menggunakan za’faron (warna dari kunyit).” (HR. Bukhori, Muslim, Abu Daud)
  2. Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa hal itu adalah makruh tanzih berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar ra yang berkata,”Aku pernah menyaksikan Nabi saw mencelup dengan warna kuning.”
  3. Sebagian ulama yang lain ada yang melarangnya pada saat mengenakan ihram untuk haji atau umroh berdasarkan hadits Ibnu Umar bahwa Nabi saw melarang seorang yang berihram mengenakan kain yang terdapat waros atau za’faron (warna kuning).
  4. Imam Malik membolehkan penggunaan warna kuning untuk kain / pakaian dan diharamkan apabila digunakan untuk badan, berdasarkan riwayat dari Abu Musa bahwa Rasulullah saw bersabda,”Allah tidak menerima shalat seseorang yang dibadannya ada sesuatu dari kholuq (pewangi yang berwarna kuning).”.

Didalam kitabnya “Ma’rifatus Sunan” Imam Baihaqi memberikan tanggapan terhadap pendapat Imam Syafi’i yang mengharamkan pencelupan kain dengan warna kuning dengan mengatakan,” Imam Syafi’i melarang seseorang terhadap kunyit (warna kuning) dan membolehkan muashfar (warna merah) dengan mengatakan bahwa aku memberikan keringanan didalam muashfar dikarenakan aku tidak mendapati seorang pun yang menceritakan dari Nabi saw yang melarang tentang hal ini kecuali apa yang dikatakan oleh Ali ra yang mencegahku dan aku tidak mengatakan mencegah kalian.

Baihaqi mengatakan bahwa ada hadits-hadits yang menunjukkan tentang pelarangan tentang hal itu secara umum lalu dia menyebutkan hadits Abdullah bin Amr bin al ‘Ash diatas yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan juga beberapa hadits yang lainnya. Kemudian dia mengatakan,”Seandainya hadits-hadits ini sampai kepada Syafi’i pasti dia akan berdalil dengan hadits-hadits ini.” Kemudian dia juga menyebutkan sanad-sanadnya yang dishahihkan oleh Syafi’i dan dia (Syafi’i) mengatakan,”Apabila hadits Nabi saw berbeda dengan pendapatku maka amalkanlah hadits itu dan tinggalkanlah pendapatku.” Dan dalam riwayat lain dia mengatakan,”Itu adalah pendapatku.”

Baihaqi mengatakan,”Syafi’i telah mengatakan,”Dan aku melarang seorang yang tidak sedang mengenakan ihram dalam kondisi apa pun mengenakan za’faron (warna kuning).” Dia berkata,”dan aku memerintahkannya apabila dia mengenakan pakaian kuning hendaklah dia mandi.” Baihaqi mengatakan,”Dia mengikuti sunnah didalam kain yang dicelup dengan warna kuning maka apabila dia mengikutinya pula didalam muashfar (warna merah) tentulah lebih utama.” Dia mengatakan,”Sebagian salaf telah memakruhkan muashfar, demikian ini juga pandapat Abu Ubaidah al Hulaimi dari para sahabat kami dan hal ini dirukhshohkan oleh sekelompok ulama. Karena sunnah lebih utama untuk diikuti. (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XIV hal 74 – 76)

Jadi dilarang bagi seorang laki-laki mencelup kainnya dengan ushfur sehingga berwarna merah dan juga dengan za’fron sehingga berwarna merah.

Adapun pakaian-pakaian dari warna-warna selainnya maka para ulama tidaklah berbeda pendapat dalam membolehkannya, bahkan mereka telah bersepakat dalam hal ini sebagaimana disebutkan oleh Nawawi didalam majmu’ (4/337) : “Diperbolehkan mengenakan warna putih, merah, kuning, hijau baik ia merupakan garis-garis warna maupun tidak bergaris, tidak ada perbedaan didalam hal ini dan tidak pula dimakruhkan sedikit pun.”

Didalam “al Mausu’ah al Fiqhiyah” (6/132 – 136) disebutkan bahwa para ulama telah bersepakat bahwa sunnah mengenakan pakaian berwarna putih… para fuqoha telah bersepakat bahwa boleh mengenakan pakaian yang berwarna merah / kuning selama bukan berasal dari muashfar atau muza’far”

Bagi para wanita diperbolehkan mengenakan warna apa saja selama ia tidak berhias untuk orang-orang asing (bukan suaminya). Adapun orang-orang yang mengharamkan muashfar, muza’far dan yang lainnya hanyalah mengkhususkannya bagi kaum laki-laki.

Ibnu Abdil Barr didalam “Tamhid” (16/123) mengatakan,”Adapun terhadap kaum wanita maka tidak ada perbedaan diantara para ulama dalam membolehkan pakaian mereka dicelup dengan muashfar, baik yang merah pekat, merah tidak pekat, atau kain yang dicelup dengan warna merah tipis.” (www.islam-qa.com)

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Tiga Kali Murtad

$
0
0

sigit1Asslamualaikum wr wb

Pak Ustad, saya hamba Allah,

sahabat saya sering dan suka mempelajari maslah kristologi guna membendung kristenisasi….

namun, karena ilmu yang sedikit dan pemahamannya yang sempit….. kadang2 ia malah tertarik menjadi pengikut kafir….

dia sangat sedih sekali ketika berkata kepada saya bahwa dia merasa pernah murtad berkali kali ….. yang jelas dia  merasa sering murtad dan kembali lagi ke islam, murtad lagi kembali lagi. dia tidak tahu sudah berapa kali sprt itu. mungkin 3 kali atau lebih, katanya. dia sekrang sedih sekali.

sekarang ia ingin sekali diterima kembali menjadi muslim oleh AllahSWT

yang pasti sekarang dia  ingin menjadi muslim sejati. dia sangat menyesal sekali dan merasa putus asa….

pertanyaan saya, “apakah jika seseorang yang telah murtad lalu kembali ke islam lagi, lalu murtad lagi sampai 3 kali atau lebih masih bisa menyebut syahadat? apakah ia masih bisa menjadi seorang muslim dengan keadaan demikian? apakah syahadatnya yang diikrarkan dengan keadaan sprt diatas itu masih sah menurut Allah SWT. terus terang dia sangat takut sekali jika Ustad menjawab “tidak bisa lagi”. andai tidak bisa lagi menjadi muslim… apa yang harus ia  lakukan? apakah ia harus merana seumur hidup sambil menyesali kenyataan bahwa ia tidak bisa lagi menjadi muslim? dia ingin sekali diterima menjadi muslim oleh AllahSWT ……

dia sangat sedih dan menyesali dirinya

sangat besar harapannya agar Ustad memberi jawaban yang menenangkan hatinya

wassalamualaikum wr wb

Urgensikah Jihad ke Palestina ?

$
0
0

sigitAssalamualaikum wr, wb

Ust yg dirahmati Allah, beberapa hari ini saudara-saudara kita di Palestina sedang didzolimi oleh tentara Israil laknatullah. dan berbagai ekpresi kekesalan yang dilakukan oleh kaum muslimin -khususnya yang berada di Indonesia- dari mulai berdemo, mengumpulkan dana, juga ada yang berniat untuk berjihad ke Palestina.

Yang ingin saya tanyakan:

1. Apakah kita -muslim di Indonesia- sudah berkewajiban untuk berjihad ke Palestina?

2. Bagaimana hukumnya seseorang yang sebelum berangkat berjihad ke Palestina di isi tubuhnya terlebih dahulu dengan ilmu kebal?

Jazakallaah khoiron atas jawabannya.

Melepas Tali Pocong Jenazah

$
0
0

sigitAssalamualaikum Wr. Wb.

Pak Ustadz yang saya hormati

Beberapa kali saya melihat tatacara penguburan seorang muslim, sering saya melihat bahwa si mayat sebelum dikubur terlebih dahulu dibuka tali pocongnya. apakah hal tersebut ada tuntunanya atau hadistnya?

Karena di beberapa tempat sering orang beralasan bahwa bila tali pocongnya tidak dibuka bisa menyebabkan si mayat menjadi hantu pocong. saya rasa alasan itu kurang masuk akal.

Terimakasih atas jawabannya

Hukum Mengucapkan Selamat Natal

$
0
0

sigit1Assalamu’alaikum Pa Ustadz

Saya ingin bertanya bagaimana hukumnya dalam Islam mengucapkan selamat natal. Apakah haram hukumnya? Bagaimana bila alasannya ingin menjaga hubungan baik dgn teman-teman ataupun relasi? Terima kasih untuk jawabannya.

Pertanyaan kedua, bagaimana hukumnya seorang pegawai supermarket yang diminta atasan untuk mengenakan topi sinterklaus dalam rangka memeriahkan natal.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Waalaikumussalam Wr Wb

Perbedaan Pendapat tentang Mengucapkan Selamat Natal

Diantara tema yang mengandung perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat Hari Natal. Para ulama kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum fiqihnya antara yang mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar kepada sejumlah dalil.

Meskipun pengucapan selamat hari natal ini sebagiannya masuk didalam wilayah aqidah namun ia memiliki hukum fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci terhadap berbagai nash-nash syar’i.

Ada dua pendapat di dalam permasalahan ini :

Pendapat Pertama

Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya seperti Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.

Di antara bentuk-bentuk tasyabbuh :
1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.

Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.

Pendapat Kedua

Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal.

Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global-lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non m

uslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil. Firman Allah swt :Artinya :

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah swt :

وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا ﴿٨٦﴾

Artinya : “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)

Lembaga Riset dan Fatwa Eropa juga membolehkan pengucapan selamat ini jika mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin khususnya dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas seperti di Barat. Setelah memaparkan berbagai dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut : Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib. Sesungguhnya Islam menafikan fikroh salib, firman-Nya :

وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِن شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُواْ فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِّنْهُ مَا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلاَّ اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا ﴿١٥٧﴾

Artinya : “Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (QS. An Nisaa : 157)

Kalimat-kalimat yang digunakan dalam pemberian selamat ini pun harus yang tidak mengandung pengukuhan atas agama mereka atau ridho dengannya. Adapun kalimat yang digunakan adalah kalimat pertemanan yang sudah dikenal dimasyarakat.

Tidak dilarang untuk menerima berbagai hadiah dari mereka karena sesungguhnya Nabi saw telah menerima berbagai hadiah dari non muslim seperti al Muqouqis Pemimpin al Qibthi di Mesir dan juga yang lainnya dengan persyaratan bahwa hadiah itu bukanlah yang diharamkan oleh kaum muslimin seperti khomer, daging babi dan lainnya.

Diantara para ulama yang membolehkan adalah DR. Abdus Sattar Fathullah Sa’id, ustadz bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an di Universitas Al Azhar, DR. Muhammad Sayyid Dasuki, ustadz Syari’ah di Univrsitas Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh Muhammad Rasyd Ridho. (www.islamonline.net)

Adapun MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar ajaran Islam dengan disertai berbagai dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :

A) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.

B) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.

C) Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.

D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.

E) Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak.

F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.

G) Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.

Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih
”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.
Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :

  1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
  2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
  3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.

Mengucapkan Selamat Hari Natal Haram kecuali Darurat

Diantara dalil yang digunakan para ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari Natal adalah firman Allah swt :

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٨﴾

Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah : 8)

Ayat ini merupakan rukhshoh (keringanan) dari Allah swt untuk membina hubungan dengan orang-orang yang tidak memusuhi kaum mukminin dan tidak memerangi mereka. Ibnu Zaid mengatakan bahwa hal itu adalah pada awal-awal islam yaitu untuk menghindar dan meninggalkan perintah berperang kemudian di-mansukh (dihapus).

Qatadhah mengatakan bahwa ayat ini dihapus dengan firman Allah swt :

….فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ  ﴿٥﴾

Artinya : “Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka.” (QS. At Taubah : 5)

Adapula yang menyebutkan bahwa hukum ini dikarenakan satu sebab yaitu perdamaian. Ketika perdamaian hilang dengan futuh Mekah maka hukum didalam ayat ini di-mansukh (dihapus) dan yang tinggal hanya tulisannya untuk dibaca. Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini khusus untuk para sekutu Nabi saw dan orang-orang yang terikat perjanjian dengan Nabi saw dan tidak memutuskannya, demikian dikatakan al Hasan.

Al Kalibi mengatakan bahwa mereka adalah Khuza’ah, Banil Harits bin Abdi Manaf, demikian pula dikatakan oleh Abu Sholeh. Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah Khuza’ah.

Mujahid mengatakan bahwa ayat ini dikhususkan terhadap orang-orang beriman yang tidak berhijrah. Ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud didalam ayat ini adalah kaum wanita dan anak-anak dikarenakan mereka tidak ikut memerangi, maka Allah swt mengizinkan untuk berbuat baik kepada mereka, demikianlah disebutkan oleh sebagian ahli tafsir… (al Jami’ li Ahkamil Qur’an juz IX hal 311)

Dari pemaparan yang dsebutkan Imam Qurthubi diatas maka ayat ini tidak bisa diperlakukan secara umum tetapi dikhususkan untuk orang-orang yang terikat perjanjian dengan Rasulullah saw selama mereka tidak memutuskannya (ahli dzimmah).

Hak-hak dan kewajiban-kewajiban kafir dzimmi adalah sama persis dengan kaum muslimin di suatu negara islam. Mereka semua berada dibawah kontrol penuh dari pemerintahan islam sehingga setiap kali mereka melakukan tindakan kriminal, kejahatan atau melanggar perjanjian maka langsung mendapatkan sangsi dari pemerintah.

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Janganlah kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu salah seorang diantara mereka di jalan maka sempitkanlah jalannya.” (HR. Muslim)

Yang dimaksud dengan sempitkan jalan mereka adalah jangan biarkan seorang dzimmi berada ditengah jalan akan tetapi jadikan dia agar berada ditempat yang paling sempit apabila kaum muslimin ikut berjalan bersamanya. Namun apabila jalan itu tidak ramai maka tidak ada halangan baginya. Mereka mengatakan : “Akan tetapi penyempitan di sini jangan sampai menyebabkan orang itu terdorong ke jurang, terbentur dinding atau yang sejenisnya.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XIV hal 211)

Hadits “menyempitkan jalan” itu menunjukkan bahwa seorang muslim harus bisa menjaga izzahnya dihadapan orang-orang non muslim tanpa pernah mau merendahkannya apalagi direndahkan. Namun demikian dalam menampilkan izzah tersebut janganlah sampai menzhalimi mereka sehingga mereka jatuh ke jurang atau terbentur dinding karena jika ini terjadi maka ia akan mendapatkan sangsi.

Disebutkan didalam sejarah bahwa Umar bin Khottob pernah mengadili Gubernur Mesir Amr bin Ash karena perlakuan anaknya yang memukul seorang Nasrani Qibti dalam suatu permainan. Hakim Syuraih pernah memenangkan seorang Yahudi terhadap Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib dalam kasus beju besinya.

Sedangkan pada zaman ini, orang-orang non muslim tidaklah berada dibawah suatu pemerintahan islam yang terus mengawasinya dan bisa memberikan sangsi tegas ketika mereka melakukan pelanggaran kemanusiaan, pelecehan maupun tindakan kriminal terhadap seseorang muslim ataupun umat islam.

Keadaan justru sebaliknya, orang-orang non muslim tampak mendominanasi di berbagai aspek kehidupan manusia baik pilitik, ekonomi, budaya maupun militer. Tidak jarang dikarenakan dominasi ini, mereka melakukan berbagai penghinaan atau pelecehan terhadap simbol-simbol islam sementara si pelakunya tidak pernah mendapatkan sangsi yang tegas dari pemerintahan setempat, terutama di daerah-daerah atau negara-negara yang minoritas kaum muslimin.

Bukan berarti dalam kondisi dimana orang-orang non muslim begitu dominan kemudian kaum muslimin harus kehilangan izzahnya dan larut bersama mereka, mengikuti atau mengakui ajaran-ajaran agama mereka. Seorang muslim harus tetap bisa mempertahankan ciri khas keislamannya dihadapan berbagai ciri khas yang bukan islam didalam kondisi bagaimanapun.

Tentunya diantara mereka—orang-orang non muslim—ada yang berbuat baik kepada kaum muslimin dan tidak menyakitinya maka terhadap mereka setiap muslim diharuskan membalasnya dengan perbuatan baik pula.

Al Qur’an maupun Sunah banyak menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa berbuat baik kepada semua orang baik terhadap sesama muslim maupun non muslim, diantaranya : surat al Mumtahanah ayat 8 diatas. Sabda Rasulullah saw,”Sayangilah orang yang ada di bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Thabrani) Juga sabdanya saw,”Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi maka aku akan menjadi lawannya di hari kiamat.” (HR. Muslim)

Perbuatan baik kepada mereka bukan berarti harus masuk kedalam prinsip-prinsip agama mereka (aqidah) karena batasan didalam hal ini sudah sangat jelas dan tegas digariskan oleh Allah swt :

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾

Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun : 6)

Hari Natal adalah bagian dari prinsip-prinsip agama Nasrani, mereka meyakini bahwa di hari inilah Yesus Kristus dilahirkan. Didalam bahasa Inggris disebut dengan Christmas, Christ berarti Kristus sedangkan Mass berarti masa atau kumpulan jadi bahwa pada hari itu banyak orang berkumpul mengingat / merayakan hari kelahiran Kristus. Dan Kristus menurut keyakinan mereka adalah Allah yang mejelma.

Berbuat kebaikan kepada mereka dalam hal ini adalah bukan dengan ikut memberikan selamat Hari Natal dikarenakan alasan diatas akan tetapi dengan tidak mengganggu mereka didalam merayakannya (aspek sosial).

Pemberian ucapan selamat Natal baik dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu berarti sudah memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela dengan prinsip-prinsip agama mereka. Hal ini dilarang oleh Allah swt dalam firman-Nya,

إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ ﴿٧﴾

Artinya : “Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar : 7)

Jadi pemberian ucapan Selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani baik ia adalah kerabat, teman dekat, tetangga, teman kantor, teman sekolah dan lainnya adalah haram hukumnya, sebagaimana pendapat kelompok pertama (Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibn Baaz dan lainnya) dan juga fatwa MUI.

Namun demikian setiap muslim yang berada diantara lingkungan mayoritas orang-orang Nasrani, seperti muslim yang tempat tinggalnya diantara rumah-rumah orang Nasrani, pegawai yang bekerja dengan orang Nasrani, seorang siswa di sekolah Nasrani, seorang pebisnis muslim yang sangat tergantung dengan pebisinis Nasrani atau kaum muslimin yang berada di daerah-daerah atau negeri-negeri non muslim maka boleh memberikan ucapan selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani yang ada di sekitarnya tersebut disebabkan keterpaksaan. Ucapan selamat yang keluar darinya pun harus tidak dibarengi dengan keredhoan didalam hatinya serta diharuskan baginya untuk beristighfar dan bertaubat.

Diantara kondisi terpaksa misalnya; jika seorang pegawai muslim tidak mengucapkan Selamat Hari Natal kepada boss atau atasannya maka ia akan dipecat, karirnya dihambat, dikurangi hak-haknya. Atau seorang siswa muslim apabila tidak memberikan ucapan Selamat Natal kepada Gurunya maka kemungkinan ia akan ditekan nilainya, diperlakukan tidak adil, dikurangi hak-haknya. Atau seorang muslim yang tinggal di suatu daerah atau negara non muslim apabila tidak memberikan Selamat Hari Natal kepada para tetangga Nasrani di sekitarnya akan mendapatkan tekanan sosial dan lain sebagainya.

مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٠٦﴾

Artinya : “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An Nahl : 106)

Adapun apabila keadaan atau kondisi sekitarnya tidaklah memaksa atau mendesaknya dan tidak ada pengaruh sama sekali terhadap karir, jabatan, hak-hak atau perlakuan orang-orang Nasrani sekelilingnya terhadap diri dan keluarganya maka tidak diperbolehkan baginya mengucapkan Selamat Hari Natal kepada mereka.

Hukum Mengenakan Topi Sinterklas

Sebagai seorang muslim sudah seharusnya bangga terhadap agamanya yang diimplementasikan dengan berpenampilan yang mencirikan keislamannya. Allah swt telah menetapkan berbagai ciri khas seorang muslim yang membedakannya dari orang-orang non muslim.

Dari sisi bisnis dan muamalah, islam menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba yang merupakan warisan orang-orang jahiliyah. Dari sisi busana, islam memerintahkan umatnya untuk menggunakan busana yang menutup auratnya kecuali terhadap orang-orang yang diperbolehkan melihatnya dari kalangan anggota keluarganya. Dari sisi penampilan, islam meminta kepada seorang muslim untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis.

Islam meminta setiap umatnya untuk bisa membedakan penampilannya dari orang-orang non muslim, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Bedakanlah dirimu dari orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis.” (Muttafaq Alaih)

Islam melarang umatnya untuk meniru-niru berbagai prilaku yang menjadi bagian ritual keagamaan tertentu diluar islam atau mengenakan simbol-simbol yang menjadi ciri khas mereka seperti mengenakan salib atau pakaian khas mereka.

Terkadang seorang muslim juga mengenakan topi dan pakaian Sinterklas didalam suatu pesta perayaan Natal dengan teman-teman atau bossnya, untuk menyambut para tamu perusahaan yang datang atau yang lainnya.

Sinterklas sendiri berasal dari Holland yang dibawa ke negeri kita. Dan diantara keyakinan orang-orang Nasrani adalah bahwa ia sebenarnya adalah seorang uskup gereja katolik yang pada usia 18 tahun sudah diangkat sebagai pastor. Ia memiliki sikap belas kasihan, membela umat dan fakir miskin. Bahkah didalam legenda mereka disebutkan bahwa ia adalah wakil Tuhan dikarenakan bisa menghidupkan orang yang sudah mati.

Sinterklas yang ada sekarang dalam hal pakaian maupun postur tubuhnya, dengan mengenakan topi tidur, baju berwarna merah tanpa jubah dan bertubuh gendut serta selalu tertawa adalah berasal dari Amerika yang berbeda dengan aslinya yang berasal dari Turki yang selalu mengenakan jubah, tidak mesti berbaju merah, tidak gendut dan jarang tertawa. (disarikan dari sumber : http://h-k-b-p.blogspot.com)

Namun demikian topi tidur dengan pakaian merah yang biasa dikenakan sinterklas ini sudah menjadi ciri khas orang-orang Nasrani yang hanya ada pada saat perayaan Hari Natal sehingga dilarang bagi setiap muslim mengenakannya dikarenakan termasuk didalam meniru-niru suatu kaum diluar islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Siapa yang meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.” (Muttafaq Alaih)

Tidak jarang diawali dari sekedar meniru berubah menjadi penerinaan dan akhirnya menjadi pengakuan sehingga bukan tidak mungkin bagi kaum muslimin yang tidak memiliki dasar keimanan yang kuat kepada Allah ia akan terseret lebih jauh lagi dari sekedar pengakuan namun bisa menjadikannya berpindah agama (murtad)

Akan tetapi jika memang seseorang muslim berada dalam kondisi terdesak dan berbagai upaya untuk menghindar darinya tidak berhasil maka ia diperbolehkan mengenakannya dikarenakan darurat atau terpaksa dengan hati yang tidak redho, beristighfar dan bertaubat kepada Allah swt, seperti : seorang karyawan supermarket miliki seorang Nasrani, seorang resepsionis suatu perusahaan asing, para penjaga counter di perusahaan non muslim untuk yang diharuskan mengenakan topi sinterklas dalam menyambut para tamunya dengan ancaman apabila ia menolaknya maka akan dipecat.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban-jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab, silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Viewing all 153 articles
Browse latest View live