Quantcast
Channel: Ustadz Menjawab – Eramuslim
Viewing all 153 articles
Browse latest View live

Apakah Agama Setiap Rasul itu Islam ?

$
0
0

sigit1Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.

Pak Ustadz, saya mau tanya tentang penamaan Allah dan agama yang benar.

  • Bukankah Islam adalah hanya agama yang benar dan diridhai Allah?

Lalu bagaimana dengan agama-agama lain selain Islam, seperti Yahudi, Nasrani, Hindu, Buddha, dan lain-lain?

Dari mana agama-agama yang disebutkan berasal?

Tentu bukan dari Allah, Rabb semesta alam, kan, Pak Ustadz?

dan bagaimana Allah memandang agama-agama selain Islam?

  • Apakah agama utusan-utusan Allah sebelum Muhammad?

Apakah utusan-utusan Allah sebelum Muhammad menyatakan Islam sebagai agama?

  • Bagaimana Ibrahim, Musa, Daud, Isa, dan utusan-utusan Allah mengartikulasikan sebuah agama kepada pengikutnya (orang-orang yang pada saat itu dikehendaki Allah diturunkan utusan-utusan Allah)?

Apakah pada dasarnya mereka sudah mengartikulasikan Islam sebagai agama Allah?

Atau Islam sebagai agama baru diartikulasikan sejak Muhammad turun?

  • Lalu, apakah penamaan Allah sebagai Rabb, semesta alam sudah dilafalkan sejak Adam?

Bagaimana perkara tentang banyaknya penamaan, seperti YHWH, Alah, dan lain-lain?

Apakah Allah mengenalkan penamaan diriNya selain Allah?

  • Kemudian yang Insya Allah terakhir, bagaimana kedudukan orang-orang yang mengaku masih memegang teguh ajaran asli Ibrahim, Musa, Daud, Isa, dan utusan-utusan Allah sebelum Muhammad namun tetap tidak memeluk Islam sebagai agama?

Apakah Allah membenarkan perkara mereka?

Mohon penjelasan tentang ayat ini, Pak Ustadz.

Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Surat Al-Baqarah Ayat 62)

Apakah Allah membenarkan orang-orang yang beragama selain Islam namun beriman kepada Allah sesuai penafsiran mereka?

Sekian Pak, Ustadz pertanyaan-pertanyaan dari saya yang miskin ilmu.

Pak Ustadz, do’akan ya… yang bertanya kepadamu ini agar selalu diberi ilmu yang haq hanya dari Allah dan tidak mencampuradukkan perkara haq dan bathil. Amin.

Semoga Pak Ustadz, Mu’min, dan Muslim tetap diberi iman Islam, keselamatan yang haq dunia akhirat dengan rahmat dan berkah Allah. Amin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.


Menshalatkan Jenazah Muslim KTP

$
0
0

sigitAsslamualaikum wr.wb. Pak  ustad kalau seseorang yang agamanya islam tetapi selama hidupnya tidak mau melaksanakan syariat agama atau islam KTPnya aja ketika meninggal dunia kita masih boleh mensholatkan jenazahnya,karena masalah inilah didaerah saya sering terjadi perbedaan pendapat hingga bentork fisik sampai-sampai masjidpun bikin sendiri-sendiri antara yang mau mensholatkan dan yang tidak mau mensholatkan,ustad mohon penjelasan dan jalan keluar dari masalah ini.terimakasih wassalamualaikum wr.wb

Maksud dari ‘Tuhan Negeri Ini’

$
0
0

sigit1Assalamualaikum wr,wb

saya ingin bertanya ustadz mengenai tafsiran dari QS An-Naml : 91 yang diterjemahkan menjadi :

“Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Rabb negeri ini (Mekah) yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”

bukankah Allah adalah Tuhannya semesta alam,Tuhannya umat manusia di seluruh negeri,apakah maksud dari kata-kata Rabb negeri ini?bagaimanakah dari segi penafsirannya ustadz? mohon pelurusan,terima kasih Ustadz…

Wassalam..

Hukum Berbohong Bagi Politikus

$
0
0

sigitPak Ustad, ketika bulan syawal lalu saya mendengar dari televisi bahwa dikatakan politikus itu wajib berbohong, ungkapan ini disampaikan oleh saudaranya ulama terkemuka di Indonesia. Tolong beri penjelasan tentang hukum berbohong bagi seorang politikus menurut Islam.

Perbedaan Jin, Iblis dan Setan

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum Wr.Wb

Bapak ustad Sigit yang dirahmati Allah SWT,Saya mau bertanya apa perbedaan antara Jin,Iblis dan syaitan.Bagaimana pula dengan penciptaan jin,karena setahu saya Allah SWT hanya menciptakan Malaikat,Iblis dan manusia.Sekian pertanyaan dari saya,atas jawabanya saya ucapkan terima kasih. Wassalam

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Adi yang dimuliakan Allah swt

Al Qurthubi didalam tafsirnya tentang surat al Jin menyebutkan bahwa para ahli ilmu telah berbeda pendapat tentang asal usul dari jin. Al Hasan al Bashri mengatakan bahwa jin adalah anak dari iblis sedangkan manusia adalah anak dari Adam. Diantara mereka ada yang beriman dan ada yang kafir, mereka semua sama dalam hal pahala dan siksa. Barangsiapa diantara mereka yang beriman maka dia adalah wali Allah dan barangsiapa dari mereka yang kafir maka ia adalah setan.

Ibnu Abbas berkata,”Jin adalah anak dari jaan dan mereka bukanlah setan. Mereka (jin) juga mati, diantara mereka ada yang beriman dan ada yang kafir. Sedangkan setan adalah anak-anak iblis yang tidak mati kecuali bersama iblis.

Didalam tafsir surat an Nas, Qatadah mengatakan bahwa dari kalangan jin terdapat setan-setan dan dari kalangan manusia juga terdapat setan-setan, pendapat ini menguatkan pendapat al Hasan al Bashri diatas, firman Allah swt :

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نِبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإِنسِ وَالْجِنِّ

Artinya : “dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin.” (QS. Al An’am : 112)

Didalam kitab “Hayah al Hayawan al Kubro” karya ad Damiriy tentang jin bahwa yang masyhur adalah bahwa jin merupakan keturunan dari iblis. Ada yang mengatakan bahwa jin adalah satu jenis dan iblis adalah satu dari mereka, tidak diragukan lagi bahwa jin adalah keturunannya seperti yang dimaksud dengan firman Allah swt :

أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاء مِن دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ

Artinya : “Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu?” (QS. Al Kahfi : 50). Dan siapa yang kafir dari kalangan jin maka disebut dengan setan.

Didalam kitab “Akaam al Marjaan fii Ahkaam al Jaan” karya seorang pakar hadits asy Syubliy disebutkan bahwa jin mencakup malaikat dan juga yang lainnya yang tersembunyi dari penglihatan, sebagaimana firman Allah swt :

Artinya : “Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin.” (QS. Ash Shaffat : 158), karena orang-orang musyrik menganggap bahwa malaikat adalah anak-anak Allah.

Dia mengatakan bahwa setan adalah jin yang berbuat maksiat dan mereka adalah anak-anak iblis.. al Jauhariy mengatakan bahwa setiap pembangkang dari kalangan jin, manusia dan binatang disebut dengan setan. Orang-orang Arab menamakan ular dengan setan. (fatawa al Azhar juz X hal 146)

Adapun tentang penciptaan jin maka disebutkan didalam firman-Nya :

Artinya : “dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS. Al Hijr : 27)

Juga didalam firman-Nya yang lain :

وَالْجَآنَّ خَلَقْنَاهُ مِن قَبْلُ مِن نَّارِ السَّمُومِ

Artinya : “Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (QS. Ar Rahman : 15)

Al Iroqi mengatakan dari Ibnu Abbas : مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ adalah dari nyala api, yang paling baik darinya.

Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu Abbas مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ adalah dari api murni, demikian pula pendapat Ikrimah, Mujahid, adh Dhahak dan yang lainnya.

Diriwayatkan Oleh Imam Muslim dan Ahmad dari Aisyah berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api dan Adam diciptakan dari apa yang telah disifatkan kepada kalian.”

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Bentuk Burung Buroq Rasulullah saw.

$
0
0

sigit1Eramuslim – Assalamualaikum wr wb

pada saat isro mi roz sewaktu naik ke langit ada keterangan yg menyatakan bahwa untuk kelangit ke tujuh nabi muhammad saw menggunakn kendaraan yg di sebut burog (kilat)

yg ingin saya tanyakan apakah wujud sejati dari burog itu  apakh benar pernyataan yg mengatan burog adalah kuda bersayab yg dapat terbang jika benar bagaimana ia dapat hidup pada saat keluar dari atmosfer bumi

yg kedua  saat nabi naik ke sidratul muntaha apakah seluruh jiwa dan raganya ikut bersama nya ataukah hanya ruh nya saja

terimaksih atas penjelasannya ust jazzakalloh

wassalamualaikum wr wb

Hukuman Pelaku Onani dan Menunda Nikah karena Tidak Siap Materi

$
0
0

Assalamu’alaikum, wr.wb.

Selamat pagi Ust. Sigit Pranowo, perkenalkan saya Yanto bermaksud untuk konsultasi mengenai beberapa permasalahan yang sedang saya hadapi. Sebelumnya saya mohon maaf apabila kata-kata yang sampaikan kurang sopan. Langsung saja pertanyaan saya ustad :

  1. Apakah ada hukuman yang dikenakan kepada orang yang berbuat onani seperti hukuman yang pada orang yang berbuat zina?
  2. Bagaimana cara mengurangi kebiasaan seseorang untuk berkhayal mengenai hal-hal yang kotor atau porno, mengingat sekarang banyak sekali kaum hawa yang mengumbar kemolekan tubuhnya.
  3. Apakah boleh menunda untuk menikah, namun saat ini banyak sekali godaan-godaan ke arah negatif. Akan tetapi , dari segi materi dan ilmu masih kurang.

Mungkin demikian pertanyaan dari saya, atas jawabannya saya ucapkan terima kasih. Mohon maaf apabila ada kata-kata yang kurang sopan.

Wassalamu’alaikum, wr, wb.

Susahnya Menjaga Pandangan

$
0
0

sigitAssalamualiakum wr.wb

Ustazd, saya mau bertanya bagaimana cara menjaga pandangan dari lawan jenis, karena akhir2 ini hampir di setiap aktifitas kita, kita selalu dihadapkan dengan wanita2 yang berpenampilan tidak wajar. tksh


Perlukah Menjadi Orang Kaya?

$
0
0

sigit1Eramuslim.com – Assalamualaikum,

Ustad, Ahlan Wa Sahlan..

Ana mau tanya nih..

  1. Sebenarnya Apakah menjadi Orang Kaya itu perlu..??
  2. Harta itu penjelasannya bagaimana dalam islam..??
  3. Di Dunia ini, seberapa penting  Uang,Kaya,Harta..??

Terima Kasih…

Wassalamualaikum.

Apakah Menjadi Waria Itu Sebuah Takdir atau Keinginan yang Salah

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum Wr.Wb.

Ustadz yang dirahmati Alloh SWT,

Saya mendengar pengakuan seorang waria yang sudah memutuskan untuk tetap memilih sebagai waria. Ketika kita lihat tampilan luarnya beliau tampak sekali seperti seorang muslimah (berkerudung). Menurut pengakuannya, beliau sudah ditakdirkan sebagai seorang waria.

Bagaimana sikap kita terhadap waria tersebut?menganggapnya sebagai perempuan atau laki-laki?Adakah pada masa rasulullah SAW keberadaan kaum seperti mereka?

Mohon penjelasannya..Terimakasih

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Apa yang dimaksud dengan Ikhtilath dan Hijab Syar’i

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum Wr.Wb.

Ustadz yang dirahmati Allah, saya ingin bertanya tentang apa yang dimaksud dengan ikhtilath dan hijab syar’i?

Lalu bila kami mengadakan ta’lim yang diikuti muslimin dan muslimah apa harus dibatasi dengan kain?

Apakah boleh bila dibatasi dengan pembatas yang ada celah-celahnya?

JazakAllah Ustadz, atas jawabannya

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Waalaikumussalam Wr Wb

Perihal ikhtilath atau percampuran antara kaum pria dan wanita didalam suatu kesempatan seringkali kita dapati di masyarakat dan berbagai pendapat pun bermunculan didalam permasalahan ini dari yang sama sekali tidak memperbolehkannya secara mutlak hingga yang membolehkannya juga secara mutlak.

Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa pada zaman Rasulullah saw dan para Khulafaur Rasyidin tampak kaum wanita melakukan sholat berjama’ah dan jum’at di Masjid Rasul saw. Beliau saw juga menganjurkan mereka agar mencari shaff di bagian akhir di belakang kaum pria. Setiap shaff yang lebih dekat dengan bagian terakhir adalah lebih utama dikarenakan khawatir akan tampak aurat kaum pria terlebih lagi kebanyakan mereka tidak menggunakan celana panjang.. dan tidak ada pembatas antara kaum pria dan wanita baik pembatas yang terbuat dari kayu, kain atau yang lainnya.

Pada awalnya kaum pria dan wanita masuk dari pintu mana saja yang disepakati bagi mereka sehingga tampak padat saat memasuki dan keluar dari masjid. Rasulullah saw bersabda,”Seandainya saja kalian menjadikan satu pintu bagi kaum wanita.” Kemudian mereka pun mengkhususkan satu pintu bagi kaum wanita setelah itu yang saat ini dikenal dengan nama “Pintu Wanita”

Kaum wanita pada masa Nabi saw juga menghadiri sholat jum’at, mendengarkan khutbah sehingga salah satu dari mereka berhasil menghafalkan surat Qaff dari lisan Rasulullah saw dikarenakan sering mendengarnya dari atas mimbar jum’at.

Kaum wanita juga menghadiri sholat dua hari raya, pertemuan-pertemuan besar islami yang mengumpulkan orang-orang dewasa dan anak-anak, kaum pria dan wanita di suatu tanah lapang sambil bertahlil dan bertakbir. Diriwayatkan oleh Muslim dari Ummu ‘Athiyah berkata,”Kami diperintahkan untuk keluar pada waktu dua hari raya, dengan menutup aurat dan juga para perawannya.”..

Dahulu kaum wanitanya juga menghadiri berbagai pengajaran bersama dengan kaum pria. Mereka bertanya tentang berbagai permasalahan agama yang sering dirasakan malu oleh kebanyakan wanita pada hari ini sehingga Aisyah pernah memuji para wanita Anshor bahwa mereka tidak dihalangi oleh rasa malu untuk mengetahui perihal agama mereka, seperti tentang junub, bermimpi, mandi, haidh, istihadhoh dan lain-lain.

Mereka merasa belum cukup mendapatkan pengajaran bersama kaum laki-laki dalam berdialog dengan Rasulullah saw, untuk itu mereka meminta agar beliau menyediakan waktu (hari) khsusus bagi mereka yang tidak didominasi dan bersama-sama kaum pria. Mereka mengatakan secara terang-terangan,”Wahai Rasulullah kami telah dikalahkan oleh kaum laki-laki saat bersamamu maka jadikanlah bagi kami satu hari dari dirimu.” (HR. Bukhori)

Kaum wanita pernah ikut serta dalam peperangan membantu para tentara dan mujahidin dalam hal-hal yang mereka sanggupi dan pada posisi yang tetap baik bagi mereka, seperti memberikan perawatan, pengobatan, menjaga mereka yang terluka disamping bantuan-bantuan lainnya seperti menyediakan konsumsi dan berbagai peralatan yang dibutuhkan oleh para mujahidin.

Dari Ummu ‘Athiyah berkata,”Aku pernah berperang bersama Rasulullah saw sebanyak tujuh kali peperangan. Aku berada di bagian belakang saat berjalan, aku mempersiapkan makanan bagi mereka, mengobati yang terluka dan membantu yang sakit.” (HR. Muslim)

Bahkan pernah para wanita (sahabat) ikut serta didalam berbagai peperangan dan pertempuran islam dengan membawa senjata saat ada kesempatan bagi mereka. Seperti apa yang dilakukan ‘Amaroh Nusaibah binti Ka’ab pada peperangan Uhud sehingga Rasulullah saw mengatakan tentangnya,”Posisinya lebih baik dari posisi fulan dan fulan.” Demikian juga apa yang dilakukan Ummu Sulaim yang memegang sebilah pisau yang akan ditusukan terhadap musuh manakala ia mencoba mendekatinya pada saat perang Hunain.

Kaum wanita pun berpartisipasi didalam kehidupan sosial sebagai seorang da’i yang mengajak kepada kebaikan, menyeru yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, sebagaimana firman Allah swt :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ

Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar.” (QS. At Taubah : 71)

Ada suatu peristiwa yang sudah masyhur saat seorang wanita muslimah menentang Umar di masjid tentang permasalahan mahar sehingga beliau ra mengambil pendapat wanita tersebut dengan mengatakan,”Wanita ini benar dan Umar salah.” Dan peristiwa ini disebutkan Ibnu Katsir dalam tafsir surat An Nisaa serta mengatakan bahwa sanadnya baik. Umar juga pernah menunjuk Syifa binti Abdullah al Adawiyah sebagai bendahara pasar.

Jadi pertemuan antara kaum pria dan wanita tidaklah diharamkan bahkan dibolehkan dan menjadi tuntutan selama untuk tujuan yang mulia, berupa mencari ilmu yang bermanfaat, amal sholeh, proyek kebaikan, jihad yang wajib atau yang lainnya selama didalam hal itu membutuhkan kerjasama diantara dua jenis tersebut didalam perencanaan, pengarahan dan pengimplementasian.

Namun bukan berarti bahwa hal itu melenyapkan batasan-batasan diantara kedua jenis tersebut serta melupakan rambu-rambu syari’ah pada setiap pertemuan diantara mereka… Diantara rambu-rambunya adalah :

1. Berkomitmen untuk senantiasa menjaga pandangan dari kedua belah pihak. Tidak melihat aurat, tidak memandangnya dengan syahwat, tidak melamakan pandangan tanpa suatu keperluan, firman Allah swt :

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nuur : 30 – 31)

2. Para wanitanya berkomitmen dengan pakaian yang sesuai syari’ah (hijab syar’i) serta menjaga malu. Pakaian yang menutup seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan, tidak transparan dan tidak ketat..

وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

Artinya : “Dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya.” (QS. An Nuur : 31)

3. Komitmen dengan adab-adab islam khususnya dalam bermuamalah dengan kaum pria :
a. Dalam berbicara hendaknya menghindari perkataan-perkataan yang mengarah kepada godaan atau rangsangan, firman Allah swt :

فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا

Artinya : “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah Perkataan yang baik.” (QS. Al Ahzab : 32)

b. Dalam berjalan, sebagaimana firman Allah swt :

وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ

Artinya : “Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS. An Nuur : 24)

فَجَاءتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاء

Artinya : “kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan.” (QS. Al Qoshosh : 25)

c. Dalam bergerak; tidak berlenggak-lenggok seperti wanita-wanita yang disebutkan didalam hadits,”Wanita-wanita yang berlenggak-lenggok kesana kemari.” Serta menghindari dari berhias seperti hiasan wanita-wanita jahiliyah pertama atau pun terakhir.

4. Menghindari segala sesuatu yang dapat menggoda atau merangsang seperti minyak wangi, warna-warna perhiasan yang seharusnya digunakan di rumahnya bukan di jalan atau di tempat pertemuan dengan kaum pria.

5. Berhati-hati untuk tidak terjadi kholwat (berdua-duaan) antara pria dan wanita yang tidak ada mahramnya, sebagaimana larangan didalam hadits-hadits tentang itu, seperti : “Sesungguhnya yang ketiganya adalah setan.” Jadi tidak boleh adanya kholwat diantara ‘api’ dan ‘kayu bakar’ Terlebih lagi apabila kholwat terjadi dengan kaum kerabat daru suami.

6. Hendaklah pertemuan tersebut untuk sesuatu keperluan yang mengharuskan adanya kerja sama (diantara kaum pria dan wanita) tanpa berlebih-lebihan atau terlalu melapangkan wanita keluar dari fitrah kewanitaannya, menjadikannya sebagai bahan pembicaraan orang, menghambatnya dari kewajibannya yang mulia berupa mengurus rumah tangga dan mendidik generasi (anak-anak). (www.qaradawi.net)

Adapun tentang pembatas yang membatasi antara kaum pria dan wanita dengan menggunakan kain, kayu dan lainnya bukanlah menjadi suatu kewajiban. Yang demikian dikarenakan bahwa pada masa Rasulullah saw dan para sahabat tidak ditemukan hal seperti itu. Akan tetapi mereka tetap bisa menjaga diri untuk tidak terjadi kholwat antara orang yang menyampaikan pengajaran dengan kaum wanita yang mendengarkannya.
Akan tetapi apabila dikhawatirkan terjadi fitnah antara para peserta pria dan wanita didalam pertemuan-pertemuan besar seperti pernikahan, tabligh bulanan, rapat umum di tempat yang luas atau yang lainnya dan juga apabila kaum wanitanya ditempatkan bersebelahan dengan tempat duduk khusus kaum prianya maka menggunakan pembatas diantara mereka adalah lebih baik dan lebih utama.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo,Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Kecendrungan Gay tapi Ingin Menikah

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum Ustadz,

Saya sedang menghadapi beberapa masalah yang perlu pertolongan psikolog tapi tidak berani untuk menghadapi mereka secara langsung untuk menceritakan masalah saya. Sampai saat ini sampai umur 28 tahun hanya saya dan Tuhan yang tahu masalah saya sebenarnya.

Saya tidak tahu apakah saya seorang Gay atau Biseksual. Tapi yang pasti saya sangat tertarik dengan laki-laki secara seksual. Seingat saya hampir semua mimpi basah saya pemicunya laki-laki.

Saat ini saya bisa dikatakan sedang jatuh cinta dengan seorang laki-laki. Ini kalau gak salah yang ke delapan. Seperti biasa setiap saya jatuh cinta, saya akan sangat menderita sebenarnya karena saya tidak bisa mengungkapkannya dan merasakan balasan dari cinta saya. Saat ini saya tidak semangat untuk beraktivitas bahkan kalau bisa saya hidup tidak makan maka saya akan melakukannya karena saya sangat sulit untuk makan padahal biasanya saya banyak makan. Sekarang saya sudah turun 4 kg.

Seingat saya ini adalah yang paling parah efek nya scara psikologis terhadap saya dari yang sebelumnya. Mungkin karena kami tinggal hanya berdua di satu rumah. Tapi dia tidak tau kalau saya tertarik kepada dia. Curiga mungkin karena saya seringnya grogi ngomong dengan dia biasanya tampak dari badan saya yang bergoyang-goyang kayak orang kedinginan.

Oh ya saya tertarik pada semua laki-laki tapi lelaki tertentu yang fisiknya oke biasanya. namun demikian saat ini malah saya jatuh cinta dengan laki-laki yang fisik nya sama sekali tidak oke. Tapi mungkin karena kebaikannya saya sangat terbuai dan benar-benar tidak bisa kontrol diri kalau dekat dengan dia. Saya selalu teringat dia dalam hampir setiap detik hidup saya (sungguh !). Saya tertidur kalau sudah sangat lelah kalau tidak mata terpejam tapi pikiran ingin bersama dia.

Oh ya saya tidak terlalu ingin diberi perhatian secara seksual tapi perhatian dan kasih sayang sangat saya inginkan. Mungkin karena kami tinggal bersama (saya tidak bisa pindah karena masalah ekonomi) jadi setiap saat saya at least mendengar suara dia karena saya sangat menghindari kontak fisik.

Keunikan lain saya, pada saat dalam perasaan ini. Saya jadi rajin untuk beribadah dan sangat senang untuk menegur dia untuk selalu taat. Saya sangat menikmatinya sebenarnya tapi karena dia tidak tau dan kalaupun tau kalau saya mencintai dia, dia pasti akan syok tapi kayak nya dia mulai curiga.

Saya sangat menderita dengan keadaan ini karena sebenarnya saya tidak bisa menerima kalau saya suka akan laki-laki. Saya dalam rancangan hidup saya kedepan selalu rancangannya sebagaimana laki-laki normal lainnya. Pengin punya istri, anak dan lain-lain.
Oh ya saya belum pernah melakukan hubungan seksual dengan laki2 atau perempuan tapi saya sering mimpi basah dengan melakukannya dengan laki dan bukan dengan perempuan. Pas saya bangun saya sangat menderita karena saya tidak mau itu terjadi.

Walaupun saya sudah sejauh ini saya sudah ambil keputusan, apapun yang saya rasakan, apapun yang diinginkan hati (nafsu) saya. Saya sudah memutuskan bahwa saya akan melawan nya dan ingin keluar dari masalah ini (mencintai laki-laki). Saya ingin menikah, tapi, ini masalahnya saya takut saya tidak bisa memenuhi kewajiban saya sebagai laki-laki dan takut istri saya tidak bisa menerima saya kemudian. Tapi kalau orang lihat foto saya, saya sangat macho dan ganteng tapi kalau lihat langsung sisi feminim saya akan nampak dengan jelas.

Gimana ini, apa yang perlu saya lakukan, keinginan saya adalah menikah karena saya tau itu adalah jalan yang benar dan diridhoi Tuhan. Tolong dijawab juga ya masalah saya sekarang yang sedang sangat menderita karena mencintai laki-laki yang tinggal serumah dengan saya.

Waalaikumussalam Wr Wb

Gay atau lesbi disebut juga dengan liwath, suatu perbuatan keji dan buruk yang dilakukan kaum Nabi Luth as yang belum pernah dilakukan oleh umat-umat sebelum mereka. Para ulama kaum muslimin telah bersepakat bahwa liwath termasuk dalam kelompok dosa-dosa besar dan lebih besar dari zina.

Hal demikian bisa dilihat dari hukuman yang ditimpakan Allah kepada kaum Luth yang belum pernah ditimpakan kepada umat-umat sebelumnya. Mereka dimusnahkan, kampung mereka dijungkirbalikkan, ditenggalamkan kedalam bumi, dihujani dengan batu-batu dari langit dan dihapus penglihatan mereka.

Para ulama yang empat selain Abu Hanifah bersepakat bahwa pelaku perbuatan ini haruslah mendapatkan hukuman seperti hukuman zina bahkan mereka tidak membedakan antara seorang yang belum atau sudah menikah yaitu dengan dirajam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Jika kamu mendapati orang yang melakukan perbuatan seperti kaum Luth (liwath) maka bunuhlah para pelakunya” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Meskipun begitu besar kemurkaan Allah kepada para pelaku liwath namun Dia swt tetap membuka pintu taubatnya bagi mereka yang mau kembali dan bertaubat atas segala perbuatan dosanya itu.

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا

إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Artinya : “dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Furqon : 68 – 70)

Didalam ayat itu Allah swt meminta kepada setiap pelaku maksiat untuk segera mengganti perbuatannya itu dengan perbuatan taat, seperti para pelaku perbuatan syirik dengan iman, zina dengan menjaga kemaluan, berbohong dengan kejujuran atau khianat dengan amanah.

Untuk itu bersegeralah anda bertaubat dengan taubat nashuha (taubat yang sebenar-benarnya) dan kembalinya anda kepada Allah swt dengan melepaskan seluruh bentuk perbuatan itu adalah lebih baik bagi anda, teman, keluarga serta seluruh masyarakat. Ketahuilah bahwa hidup di dunia hanyalah sebentar dan negeri akherat adalah lebih baik dan kekal.

Adapun beberapa solusi untuk lepas dari musibah itu adalah :

1. Menjauhkan diri dari segala sebab yang dapat mengingatkan, membangkitkan hasrat atau mendorong anda jatuh kedalam perbuatan maksiat tersebut, seperti : menjaga pandangan dari melihat perempuan maupun laki-laki, menghindari berdua-duaan dengan seorang perempuan maupun laki-laki. Anda juga harus mulai mempertimbangkan untuk tidak serumah lagi dengan teman laki-laki anda dengan tetap mencari solusi agar permasalahan ekonomi anda tidak terganggu serta bertawakal kepada Allah dalam urursan ini.

2. Sibukkan diri anda dengan berbagai perbuatan yang bermanfaat baik untuk agama maupun dunia anda, sebagaimana firman Allah swt :

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ

Artinya : “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Asy Syarh : 7 – 8)

Apabila anda telah menyelesaikan suatu pekerjaan dunia maka berupayalah melakukan pekerjaan akherat, seperti ; berdzikir, membaca Al Qur’an, menuntut ilmu, mendengarkan kaset-kaset yang bermanfaat dan lainnya. Dan apabila anda telah melakukan perbuatan ketaatan maka mulailah perbuatan yang lainnya. Apabila anda telah selesai dari pekerjaan dunia maka mulailah dengan yang lainnya, begitu seterusnya. Karena jiwa jika tidak disibukkan dengan kebenaran maka ia akan disibukkan dengan kebatilan jadi janganlah jiwa anda dibiarkan memiliki kesempatan atau waktu kosong yang menjadikan anda berfikir tentang perbuatan dosa itu (liwath).

3. Coba anda bandingkan antara kelezatan yang anda dapatkan saat melakukan perbuatan maksiat, membayangkan wajah atau mendengar suara teman anda maupun akibat yang terjadi setelah itu dalam diri anda berupa penyesalan, kegundahan, dan kebingungan yang panjang dengan adzab Allah yang akan ditimpakan kepada para pelaku perbuatan maksiat ini di akherat. Maka apakah kelezatan yang sebentar itu lebih didahulukan oleh seorang yang berakal daripada penyesalan dan adzab di akherat?!

4. Orang yang berakal tidak akan meninggalkan sesuatu yang dicintainya kecuali karena ada sesuatu yang dicintai yang lebih tinggi darinya atau takut akan dibencinya. Perbuatan dosa itu menyebabkan anda kehilangan dunia dan akherat, kecintaan Allah kepada anda, kebencian, adzab dan kemurkaan Allah kepada anda. Maka bandingkanlah antara kebaikan yang akan hilang dari anda dengan keburukan yang akan menimpa anda dikarenakan perbuatan dosa itu, maka manakah yang pentas didahulukan ?!!

5. Dan solusi yang paling penting dari itu semua adalah senantiasa berdoa, meminta pertolongan kepada Allah swt agar memalingkan anda dari perbuatan dosa itu. Perhatikan beberapa waktu dan keadaan dimana doa-doa yang dipanjatkan saat itu dikabulkan, seperti : saat sujud, sebelum salam dalam shalat, sepertiga akhir malam, turun hujan, bepergian jauh (safar), puasa, berbuka dari puasa. (www.islam-qa.net)

Satu hal yang merupakan awal kebaikan dalam diri anda yaitu mulai adanya kesadaran akan tidak baiknya perbuatan tersebut serta tekad anda untuk melepaskan diri darinya. Hendaklah awal yang baik ini segera ditindak-lanjuti dengan berbagai langkah kongkrit untuk kemudian serahkan seluruhnya kepada Allah swt.

Semoga Allah swt senantiasa memberikan bimbingan dan pertolongan-Nya kepada anda serta menerima pertaubatan anda dan menjauhkan anda dari perbuatan-perbuatan yang buruk.

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Zakat Penghasilan Untuk Keluarga, Bolehkah?

$
0
0

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Ustadz Sigit yang dirahmati Allah,

Ustadz, apakah boleh zakat penghasilan itu diperuntukkan untuk anggota keluarga? Saya mempunyai saudara perempuan yang sekarang sudah janda (ditinggal mati suaminya) dengan dua anak yang masih sekolah. Saya ingin peruntukkan zakat itu untuk saudaraku karena saya menganggap saudaraku itu termasuk ke dalam golongan yang berhak menerima zakat. Saudaraku hanya mempunyai penghasilan dari bertani yang masih kurang untuk kehidupan sehari-hari. Apakah saudaraku itu bisa dikategorikan ke golongan yang berhak mendapatkan zakat?

Terima kasih atas jawabannya.

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh…

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Budiono yang dimuliakan Allah

Al Lajnah ad Daimah didalam fatwanya menyebutkan apabila saudara perempuan—anda—sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk memperoleh penghasilan dengan suatu pekerjaan maka ia wajib mendapatkan nafkah dari ayahnya jika ayahnya itu memiliki kesanggupan.

Dan jika ia telah mendapatkan penghidupan bulanan dari ayahnya atau yang lainnya namun itu tidak mencukupinya untuk menutupi kebutuhannya yang primer maka wajib bagi ayahnya untuk memberikan nafkahnya secara penuh jika ia menyanggupinya.

Jika ayahnya tidak memiliki kesanggupan kecuali hanya sebagian saja dari nafkahnya maka kewajiban tersebut beralih kepada saudara laki-lakinya karena nafkah bagi saudara perempuan adalah kewajiban saudara laki-lakinya jika dia memiliki kesanggupan untuk itu menurut sebagian ahli ilmu, seperti madzhab Hanafi dan Hambali berbeda dengan Maliki dan Syafi’i.

Jadi jika kewajiban memberikan nafkah saudara perempuan anda baik seluruhnya maupun sebagiannya ada pada anda maka tidak diperbolehkan bagi anda untuk memberikan zakat anda kepadanya. (al Lajnah ad Daimah No. 56842)

Wallahu A’lam

Mana Lebih Afdhol: Ziarah atau Kirim Al-Fatihah

$
0
0

sigitAssalumualaikum Pak Ustadz,

Saya mau tanya :

1. Apakah amalan kita diterima,kalau kita membaca fatiha atau bersedekah yang kita tujukan ke ibu kita yang telah meninggal?Mana yang lebih afdhol menghadiahkan fatihah setiap sholat atau ziarah ke kubur?

2.Sebelum ayah saya menikah dengan ibu saya,ayah saya mempunyai anak 3 orang,1 wanita dan 2 pria.Kemudian menikah dengan ibu saya lahirlah saya.Saya laki-laki.Sekarang ibu saya telah meninggal.Pada waktu masih hidup,ibu saya bekerja membantu suami.Alhamdulillah kerja ibu saya sukses.Dan membeli sebuah tanah beserta rumah dan perabotannya hasil jerih payah beliau.Dan SHM tanah dan bangunan tersebut telah dialihkan atas nama saya.Yang selalu menjadi pertanyaan saya sekarang.Bagaimana menurut Islam tentang hak waris harta peninggalan ibu saya tersebut?

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada Ustadz atas jawabannya dan kepada Allah saya mohon ampun.Maaf kalau pertanyaan saya terlalu banyak dan panjang.Semoga Ustadz berkenan untuk menjawabnya.

Assalammualaikum

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Iwan yang dimuliakan Allah swt

Bacaan Al Quran untuk Orang yang Sudah meninggal

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hirairoh dari Rasulullah saw bahwa beliau saw bersabda,”Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal : dari sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakannya.”

Pembacaan al Quran bagi seorang yang sudah meninggal adalah masalah yang diperselisihkan para ulama. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa pahala darinya tidak akan sampai kepadanya, demikian pendapat para ulama madzhab Syafi’i, sebagaimana dikatakan Imam Nawawi didalam “Syarh” nya.

Sedangkan Ahmad bin Hambal dan sekelompok para ulama madzhab Syafi’i berpendapat bahwa hal itu sampai kepada si mayit. Maka sebaiknya si pembaca setelah membacanya mengucapkan,”Ya Allah aku sampaikan seperti pahala bacaanku ini kepada si fulan.”

Di dalam kitab “al Mughni” oleh Ibnu Qudamah disebutkan: Ahmad bin Hanbal mengatakan,”Segala kebajikan akan sampai kepada si mayit berdasarkan nash-nash yang ada tentang itu, karena kaum muslimin biasa berkumpul di setiap negeri kemudian membaca Al Qur’an dan menghadiahkannya bagi orang yang mati ditengah-tengah mereka dan tidak ada yang menentangnya, hingga menjadi kesepekatan.” (Fiqhus Sunnah juz I hal 569)

Dengan demikian jika anda meniatkan didalam diri anda bahwa,”Aku membaca al Qur’an (al Fatihah) dan aku hibahkan pahala apa yang aku baca ini buat ibu yang telah meninggal.” maka insya Allah pahalanya akan sampai kepadanya, sebagaimana pendapat Imam Ahmad dan hadits Abu Hurairoh diatas.

Sedangkan ziyarah kubur hanya bertujuan sebagai pelajaran bagi dirinya dan mengingatkannya akan kematian maupun negeri akherat, sebagaimana apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ibnu Buraidah dari ayahnya, ia berkata; Rasulullah saw bersabda: “Aku telah melarang kalian menziarahi kuburan, sekarang berziarahlah ke kuburan, karena dalam berziarah itu terdapat peringatan (mengingatkan kematian).”
Dengan keduanya bisa dilakukan selama memenuhi aturan-aturan yang telah disebutkan diatas.

Warisan Ibu

Jika memang tanah dan bangunan itu adalah miliknya sendiri dari hasil usaha atau kerjanya maka dibolehkan baginya untuk mengalihkan SHM nya kepada anda. Pengalihan tersebut bisa dianggap sebagai hibah jika memenuhi persyaratan berikut :

1. Adanya ijab kabul dari ibu anda kepada anda baik dengan perkataan sperti : ”Saya hibahkan ini kepadamu.” Atau “Saya hadiahkan ini kepadamu.” Atau “Saya berikan ini buatmu.” Atau lafazh-lafazh lainnya yang sejenis atupun dengan tulisan yang menyatakan bahwa pengalihan SHM tanah dan bangunan tersebut dihibahkan kepada anda.

2. Anda menerima barang (SHM) yang dihibahkan itu disaat ibu anda masih hidup.

3. Hibah tersebut dilakukan pada saat ibu anda dalam keadaan sehat akal dan badan tidak disaat sakit menjelang meninggalnya.

Jika ketiga persyaratan diatas terpenuhi maka tanah dan bangunan tersebut tidaklah termasuk kedalam harta warisannya yang diwariskan kepada para ahli warisnya. Tanah dan bangunan tersebut menjadi miliki anda sepenuhnya sebagai orang yang mendapatkan hibah.

Akan tetapi jika ketiga persyaratan itu tidak terpenuhi maka tanah dan bangunan tersebut dimasukkan kedalam harta warisnya yang harus dibagi-bagikan kepada para ahli warisnya yang masih hidup saat ibu anda meninggal. Termasuk ahli warisnya selain anda adalah suaminya (ayah anda) jika ia masih hidup saat ibu anda meninggal dunia. Sedangkan putra-putri ayah anda dari istri pertamanya tidaklah termasuk ahli waris dari ibu anda.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini : Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Seks dengan Kondom, Tidak Perlu Mandi Wajib?

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum, ustadz, saya ingin bertanya:

  1. Jika suami istri berhubungan dengan tidak bersentuhan kelamin secara langsung yaitu dengan menggunakan penghalang (kondom dsb) dan tidak terjadi ejakulasi (keluar mani) maka apakah wajib mandi hadas besar?
  2. Apakah kegiatan sex yang dilakukan pada lubang dubur (tanpa ejakulasi) dan tidak dengan niat menyetubuhinya tapi sekedar pemanasan apakah termasuk onani atau anal sex ? Karena ejakulasi justru dilakukan dengan tangan istri.
  3. Jika anal sex dilakukan dengan kondom, apakah termasuk onani atau sex dubur?

Terima kasih Ustadz.

Waalaikumussalam Wr Wb

Wajib Mandi Karena Pertemuan Dua Kemaluan

Jika yang dimaksud dengan tidak bersentuhannya dua kemaluan (suami – istri) secara langsung dengan menggunakan kondom adalah dimana si suami tidak memasukkan kemaluannya kedalam kemaluan istrinya dan tidak mengeluarkan mani maka hal itu termasuk didalam mula’abah (permainan diantara mereka berdua) maka tidaklah wajib baginya mandi karena tidaklah mewajibkan mandi kecuali keluarnya mani.

Sedangkan jika yang dimaksudkan dengan tidak bersentuhan secara langsung itu adalah si suami memasukkan kemaluannya kedalam kemaluan istrinya hanya saja dengan menggunakan kondom dan tidak mengeluarkan air mani maka tetap diwajibkan baginya mandi, sebagaimana riwayat Imam Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairoh bahwa Rasulullah saw bersabda,”Apabila seseorang duduk diantara anggota tubuh perempuan yang empat, maksudnya; diantara dua tangan dan dua kakinya kemudian menyetubuhinya maka wajib baginya mandi, baik mani itu keluar atau tidak.” (baca : Mandi Junub dan Membatalkan Nadzar)

Anal Seks

Islam mempersilahkan setiap suami untuk menggauli istrinya di tempat manapun dari bagian tubuhnya yang disukainya kecuali pada duburnya berdasarkan firman Allah swt :

نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُمْ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّكُم مُّلاَقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ

Artinya : “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqoroh : 223)

Ibnu katsir didalam tafsirnya menyebutkan perkataan Ibnu Juraih didalam hadits bahwa Rasulullah saw bersabda,”Baik dari arah depan maupun arah belakang selama (dimasukkan) didalam kemaluan(nya).”

Didalam hadits Bahz bin hakim bin Muawiyah bin Haidah al Qusyairiy dari ayahnya dari kakeknya bahwa dirinya berkata,”Wahai Rasulullah, kami tidak bisa menikmat istri-istri kami dan tidak juga bisa kami tinggalkan?” lalu beliau saw bersabda,”Dia adalah sawah ladangmu, datangilah sawah ladangmu itu sesukamu namun janganlah engkau memukul wajahnya, menghinanya dan janganlah engkau memarahinya kecuali di dalam rumah.’ (HR. Abu Daud)

Adapun larangan untuk menggauli istri pada duburnya berdasarkan riwayat Ahmad dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi saw bersabda tentang menggauli pada dubur istri adalah termasuk perbuatan liwath (homoseksual) kecil.

Diriwayatkan pula oleh Ahmad, Tirmidzi dan dishahihkan oleh Ibnu Hiban dari Ali bin Thalq berkata,”Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,’Janganlah kalian mendatangi istri-istri kalian pada dubur mereka. Sesungguhnya Allah tidaklah malu dari kebenaran.”

Dengan demikian dilarang bagi seorang muslim menggauli istrinya pada duburnya walaupun dengan menggunakan kondom dan tidak mengeluarkan mani karena hal itu seperti perbuatan homoseksual yang dilarang didalam islam.

Dan diwajibkan bagi pelakunya untuk bertaubat dan beristighfar kepada Allah swt serta tidak mengulanginya lagi. Dibolehkan bagi seorang istri menolak perbuatan seperti ini meski diminta oleh suaminya karena tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan kepada Allah swt.

Sedangkan tentang onani dengan tangan istrinya maka hal itu dibolehkan dan tidak dilarang.
Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…


Membayangkan Istri

$
0
0

sigit1Assalamu’alaikum ustadz,

Semoga ustadz selalu dalam rahmat Allah. Berkenaan dengan keadaan saya yang jauh dari istri (karena tuntutan kerja) ada beberapa pertanyaan yang ingin saya sampaikan.

  1. Bolehkah seorang suami bermanstrubasi dengan membayangkan istrinya?
  2. Bila istri sulit mencapai orgasme, bolehkah dia membayangkan berjima’ dengan suami saat melakukan hubungan suami istri dengan suaminya?

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang hukum masturbasi (onani); diantara mereka ada yang mengharamkannya secara mutlak, seperti pendapat para ulama Maliki dan Syafi’i. Diantara mereka ada yang mengharamkannya dalam keadaan-keadaan tertentu dan mewajibkannya dalam keadaan yang lain, demikian menurut pendapat para ulama Hanafi. Sedangkan para ulama Hambali berpendapat bahwa masturbasi adalah haram kecuali jika orang itu mengkhawatirkan terjadinya perzinahan sementara dirinya tidak memiliki istri, budak atau tidak punya biaya untuk melakukan pernikahan.

Dengan demikian jika anda berada jauh dari istri karena tuntutan pekerjaan sedangkan gejolak syahwat anda pada saat itu begitu tinggi sementara anda kesulitan untuk mengendalikannya dan mengkhawatirkan terjadinya perzinahan maka dibolehkan bagi anda untuk bermasturbasi dikarenakan darurat, demikian menurut pendapat para ulama Hambali.

Sedangkan untuk pertanyaan kedua tentang berfantasi saat berhubungan seksual maka jika seorang suami membayangkan istrinya sendiri atau sebaliknya seorang istri membayangkan suaminya sendiri maka hal itu dibolehkan. Akan tetapi jika seorang suami membayangkan wanita selain istrinya atau seorang istri membayangkan lelaki selain suaminya sendiri maka hal itu diharamkan sebagaimana dikatakan jumhur ulama, dan hal itu termasuk salah satu bentuk perzinahan.

Ibnul Hajj al Maliki mengatakan, ”… Jika seorang laki-laki melihat seorang wanita yang menarik hatinya, kemudian laki-laki itu mendatangi istrinya (jima’) dan membayangkan wanita yang tadi dilihatnya hadir dihadapannya maka ini adalah bagian dari zina.” (al Madkhal)

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Apa Hewan Masuk Surga?

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum. wr. wb.

Ustadz, baru-baru ini saya kehilangan hewan peliharaan saya, yaitu kucing yang sangat saya sayangi seperti saudara saya sendiri. Yang ingin saya tanyakan adalah :

1. Apakah hewan yang pernah saya pelihara maupun hewan lainnya bisa masuk surga dan menikmati kenikmatan yang ada di surga ?

2. Jika tidak bisa, apakah doa saya agar hewan yang pernah saya pelihara maupun semua hewan yang pernah hidup di dunia ini agar dapat masuk ke surga baik bersama saya (InsyaAllah) atau tidak akan dikabulkan oleh Allah ?

Mohon jawabannya dari Ustadz dan saya ucapkan banyak terima kasih.

Wassalamu’alaikum

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Muhammad yang dimuliakan Allah swt, andai semua orang bersikap seperti anda yang menyayangi sesama makhluk Allah swt yaitu binatang tentu dunia ini tidak akan kehilangan keseimbangannya sebagaimana asal diciptakannya oleh Sang Maha Pencipta sehingga manusia terhindar dari berbagai musibah.

Lemah Lembut Terhadap Binatang

Islam adalah agama Allah swt yang memberikan perhatiannya kepada binatang bahkan beberapa surat didalam Al Qur’an dinamakan dengan nama binatang, diantaranya : al An’am (binatang ternak), an Nahl (lebah), an Naml (semut). Allah swt juga menceritakan secara khusus tentang pertemanan yang dijalin antara ashabul kahfi dengan seekor anjing dalam menentang kezaliman penguasa pada saat itu didalam surat al Kahfi.

Untuk itu islam memerintahkan para pemeluknya untuk memperlakukan binatang secara baik kecuali binatang-binatang yang membahayakan dirinya dan yang memang dibolehkan untuk dibunuh, seperti sabda Rasulullah saw,”Lima binatang berbahaya yang diperbolehkan membunuhnya dalam keadaan tidak berihrom atau berihrom yaitu ular, burung gagak, tikus, anjing gila, burung rajawali.” (HR. Muslim)

Perlakuan baik seseorang kepada seekor binatang bisa menjadi sarana untuk mendapatkan ampunan dari Allah swt dan memudahkannya untuk mendapatkan surga-Nya, sebagaimana diceritakan didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Suatu ketika seorang lelaki sedang berjalan disuatu jalan ia merasa sangat haus lalu ia mendapatkan sebuah sumur maka ia pun menuruninya dan minum darinya.

Tatkala keluar darinya dia mendapatkan seekor anjing yang menjulur-julurkan lidahnya yang sedang mengunyah tanah basah karena hausnya. Orang itu berkata,’Sungguh apa yang dialami anjing ini berupa kehausan seperti apa yang barusan aku alami. Maka orang itu pun menuruni sumur dan memenuhi terompahnya dengan air kemudian membawanya ke atas dengan mulutnya dan diminumkannya kepada anjing itu. Allah berterimakasih kepadanya dan mengampuni dosanya. Mereka bertanya,’Wahai Rasulullah apakah didalam setiap binatang ternak itu ada pahala bagi kita?’ Beliau saw menjawab,’Di setiap yang memiliki hati yang lunak (kiasan untuk kehidupan, pen) ada pahala.” (HR. Bukhori)

Sebaliknya perlakuan yang kasar terhadap binatang bisa membawanya kepada murka dan neraka Allah swt, sebagaimana diceritakan pula didalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra dari Nabi saw bersabda,”Seorang wanita dimasukkan kedalam neraka karena seekor kucing yang dia ikat dan tidak diberikan makan bahkan tidak diperkenankan makan binatang-binatang kecil yang ada dilantai.” (HR. Bukhori)

Penyiksaan terhadap binatang tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat maka ini tidak diperbolehkan dengan cara apapun yang bisa menyakitinya, sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Sesungguhnya tidaklah ada yang pantas melakukan penyiksaan dengan api kecuali Sang Pemilik api (Allah swt).” (HR. Abu Daud)

Adapun yang tidak termasuk didalam penyiksaan terhadap hewan adalah penyembelihan binatang-binatang yang memang sudah diciptakan Allah swt untuk dikonsumsi manusia dan membawa manfaat bagi mereka, seperti penyembelihan ayam, bebek, kambing, domba, sapi dan binatang ternak lainnya.

Dalam penyembelihan binatang ternak ini pun seseorang tetap diharuskan untuk melakukannya dengan baik dan menghindari hal-hal yang dapat membuatnya sengsara saat disembelih, seperti : diharuskan menajamkan pisau untuk menyembelihnya dan mengelus-elus leher binatang itu sebelum menaruhkan pisau diatasnya, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Abu Ya’la Syaddad bin Aus ra dari Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya Allah swt mentapkan kebaikan (ihsan) atas segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh (didalam peperangan) lakukanlah dengan baik. Jika kalian menyembelih lakukanlah dengan baik. Hendaklah setiap kalian menajamkan pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya.” (HR. Muslim)

Hewan Yang Ada di Surga

Hal ini termasuk didalam perkara-perkara yang ghaib sehingga diharuskan bagi kita untuk bersandar sepenuh kepada hadits-hadits shohih. Ketika memang terdapat didalam suatu hadits yang shohih maka kita menerimanya dan mengimaninya namun ketika hal itu tidak terdapat didalam hadits yang shohih maka kita berdiam diri dan menyerahkan perkara tersebut kepada Allah swt.

Dari beberapa berita tentang hewan-hewan yang ada di surga maka bisa dibagi menjadi tiga macam :
1. Hewan-hewan yang memang sudah dikhususkan bahwa mereka di surga, seperti : anjing Ashabul kahfi, onta Nabi Sholeh as, dan berita tentang ini tidaklah benar sedikit pun.

2. Binatang-bintang yang disebutkan didalam Al Qur’an dan Sunnah yang memang dipersiapkan Allah swt untuk orang-orang beriman di surga, baik yang secara tegas disebutkan didalam nash seperti : burung-burung yang disebutkan didalam firman-Nya,”Dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al Waqi’ah : 56) ataupun penyebutan secara umum, seperti firman Allah swt,”Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini.” (QS. Ath Thuur : 22)

Yang lainnya adalah sapi jantan yang dipersiapkan Allah swt sebagai makanan untuk penduduk surga, sebagaimana yang diriwayatkan dari Tsauban budak Rasulullah saw berkata,”Aku berdiri disisi Rasulullah saw kemudian datang seorang alim dari Yahudi dan berkata,”Assalamu alaika wahai Muhammad.’ kemudian aku mendorongnya dengan satu dorongan karena seakan-akan ia ingin berkelahi… dia berkata,’Apa makanan mereka (penduduk surga) nanti ? beliau saw menjawab,’Akan disembelihkan bagi mereka sapi jantan surga dan mereka makan dari semua bagiannya. “ (HR. Muslim)

3. Apa yang disebutkan didalam sunnah yang shohih dari nash yang berbicara tentang sebagian hewan yang ada di surga, diantaranya :

a. Dari Abu Hurairoh ra berkata,” Rasulullah saw bersabda,’Shalatlah kalian di kandang kambing dan bersihkanlah tanahnya karena ia adalah binatang surga.” (HR. Baihaqi dan telah dishohihkan oleh al Albani dalam “Shohiul Jami’)

b. Dari Abi Mas’ud al Anshori berkata,”Telah datang seorang laki-laki dengan membawa seekor onta yang masih terkekang lehernya dengan pengikat dan berkata,’Ini untuk di jalan Allah.” Maka beliau saw bersabda,”Dikarenakan onta ini maka bagimu pada hari kiamat sebanyak tujuh ratus onta dan seluruhnya telah dikekang lehernyai.” (HR. Muslim)

Imam Nawawi mengatakan,” .. ada yang menyebutkan : Maknanya bisa berarti pahala sebesar tujuh ratus ekor onta atau juga bisa berarti lahiriyahnya yaitu baginya di surga tujuh ratus yang setiap darinya masih dikekang lehernya, dia bisa mengendarainya kemana saja dia suka untuk membanggakannya, sebagaimana berita tentang kuda surga dan kemuliaannya. Ini kemungkinan yang terbesar. (Syarh an Nawawi 13/38)

c. Onta dan kuda sebagaimana disebutkan Nawawi :

Dari Abi Ayyub dari Nabi saw bersabda,”Sesungguhnya penduduk surga saling berkunjung dengan mengendarai onta putih yang bagaikan yaqut (batu mulia). Tidak ada di surga sesuatupun dari binatang ternak kecuali onta dan burung.” (HR. Thabrani didalam al Kabir (4/179)

Diriwayatkan dari al Haitsami berkata,”Diriwayatkan oleh Thabarani dan didalamnya terdapat Jabir bin Nuh dan ia termasuk orang yang lemah.” (Majma’ Zawaid (10/413) al Albani juga melemahkannya didalam “Dhoiful Jami (1833)’

Dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya bahwasanya ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi saw dan mengatakan,”Wahai Rasulullah saw apakah di surga ada kuda? Beliau menjawab,’Sesungguhnya Allah swt memasukanmu ke surga dan engkau boleh membawa seekor kuda dari yaqut merah yang terbang bersamamu di surga kemana kamu suka.’ Dia berkata,’Ada seorang laki-laki bertanya,’Wahai Rasulullah apakah di surga ada onta?’dia berkata ,’Dia saw tidak mengatakan kepadanya seperti apa yang dikatakannya kepada temannya.’ Beliau bersabda,’Sesungguhnya Allah memasukkan kamu ke surga yang didalamnya segala yang menyenangkan dirimu dan melezatkan matamu.’ (HR. Tirmidzi (2543) an dihasankan oleh al Albani dalam ‘Shohih at Targhib’ (3/522)

Dan ada yang sejenis itu dari Abu Ayyub didalam riwayat Tirmidzi (2544) yang dishohikan oleh al Albani juga (3/423)

Juga disebutkan didalam hadits shohih bahwa arwah para syuhada berada di tembolok-tembolok seekor burung di surga yang keluar sekehendaknya.

Perlu diketahui bahwa burung-burung, kuda dan onta yang ada di surga tidaklah serupa dengan yang ada di dunia kecuali sebatas namanya saja. Adapun bagaimana sifat yang sebenarnya maka tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah swt. Adapun kita hanya mengetahui sebatas puncak keindahan dan keagunganya dikarenakan ia adalah bagian dari kenikmatan yang disediakan Allah swt untuk para walinya di surga. Untuk itu Nabi saw didalam hadits didepan mengisyaratkan bahwa kuda surga dari yaqut (batu mulia) merah terbang dengan pemiliknya kemana saja dia suka.”

Kita berharap semoga Allah swt memberikan kenikmatan kepada kita dan memasukkan kita semua ke surga dengan rahmat-Nya, sesungguhnya Dia lah Yang Maha Murah Pemberi dan Maha Mulia. (sumber : www.islam-qa.com)

Wallahu A’lam

-Ustadz Sigit Pranowo, Lc-

Hukum Nisfu Sya’ban

$
0
0

sigitAssalamu’alaikum Wr.Wb.

Ustadz YTH,

Apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan Nisfu Sya’ban ? Adakah Sirah yang melatar-belakangi istilah ini dan apakah amalan yang dilakukan Rasulullah SAW dalam menyambutnya ?

Terima kasih, Jazakumullah……

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Ashriyati yang dimuliakan Allah

Nisfu Sya’ban berarti pertengahan bulan sya’ban. Adapun didalam sejarah kaum muslimin ada yang berpendapat bahwa pada saat itu terjadi pemindahan kiblat kaum muslimin dari baitul maqdis kearah masjidil haram, seperti yang diungkapkan Al Qurthubi didalam menafsirkan firman Allah swt :

سَيَقُولُ السُّفَهَاء مِنَ النَّاسِ مَا وَلاَّهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُواْ عَلَيْهَا قُل لِّلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَن يَشَاء إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Artinya : “Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah: “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus”. (QS. Al Baqoroh : 142)

Al Qurthubi mengatakan bahwa telah terjadi perbedaan waktu tentang pemindahan kiblat setelah kedatangannya saw ke Madinah. Ada yang mengatakan bahwa pemindahan itu terjadi setelah 16 atau 17 bulan, sebagaimana disebutkan didalam (shahih) Bukhori. Sedangkan Daruquthni meriwayatkan dari al Barro yang mengatakan,”Kami melaksanakan shalat bersama Rasulullah saw setelah kedatangannya ke Madinah selama 16 bulan menghadap Baitul Maqdis, lalu Allah swt mengetahui keinginan nabi-Nya, maka turunlah firman-Nya,”Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit.”. Didalam riwayat ini disebutkan 16 bulan, tanpa ada keraguan tentangnya.

Imam Malik meriwayatkan dari Yahya bin Said dari Said bin al Musayyib bahwa pemindahan itu terjadi dua bulan sebelum peperangan badar. Ibrahim bin Ishaq mengatakan bahwa itu terjadi di bulan Rajab tahun ke-2 H.

Abu Hatim al Bistiy mengatakan bahwa kaum muslimin melaksanakan shalat menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan 3 hari. Kedatangan Rasul saw ke Madinah adalah pada hari senin, di malam ke 12 dari bulan Rabi’ul Awal. Lalu Allah swt memerintahkannya untuk menghadap ke arah ka’bah pada hari selasa di pertengahan bulan sya’ban. (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an jilid I hal 554)

Kemudian apakah Nabi saw melakukan ibadah-ibadah tertentu didalam malam nisfu sya’ban ? terdapat riwayat bahwa Rasulullah saw banyak melakukan puasa didalam bulan sya’ban, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim dari Aisyah berkata,”Tidaklah aku melihat Rasulullah saw menyempurnakan puasa satu bulan kecuali bulan Ramadhan. Dan aku menyaksikan bulan yang paling banyak beliau saw berpuasa (selain ramadhan, pen) adalah sya’ban. Beliau saw berpuasa (selama) bulan sya’ban kecuali hanya sedikit (hari saja yang beliau tidak berpuasa, pen).”

Adapun shalat malam maka sessungguhnya Rasulullah saw banyak melakukannya  pada setiap bulan. Shalat malamnya pada pertengahan bulan sama dengan shalat malamnya pada malam-malam lainnya. Hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah didalam Sunannya dengan sanad yang lemah,”Apabila malam nisfu sya’ban maka shalatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya.

Sesungguhnya Allah swt turun hingga langit dunia pada saat tenggelam matahari dan mengatakan,”Ketahuilah wahai orang yang memohon ampunan maka Aku telah mengampuninya. Ketahuilah wahai orang yang meminta rezeki Aku berikan rezeki, ketahuilah wahai orang yang sedang terkena musibah maka Aku selamatkan, ketahuilah ini ketahuilah itu hingga terbit fajar.”

Syeikh ‘Athiyah Saqar mengatakan,”Walaupun hadits-hadits itu lemah namun bisa dipakai dalam hal keutamaan amal.” Itu semua dilakukan dengan sendiri-sendiri dan tidak dilakukan secara berjama’ah (bersama-sama).

Al Qasthalani menyebutkan didalam kitabnya “al Mawahib Liddiniyah” juz II hal 259 bahwa para tabi’in dari ahli Syam, seperti Khalid bin Ma’dan dan Makhul bersungguh-sungguh dengan ibadah pada malam nisfu sya’ban. Manusia kemudian mengikuti mereka dalam mengagungkan malam itu. Disebutkan pula bahwa yang sampai kepada mereka adalah berita-berita israiliyat. Tatkala hal ini tersebar maka terjadilah perselisihan di masyarakat dan diantara mereka ada yang menerimanya.

Ada juga para ulama yang mengingkari, yaitu para ulama dari Hijaz, seperti Atho’, Ibnu Abi Malikah serta para fuqoha Ahli Madinah sebagaimana dinukil dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, ini adalah pendapat para ulama Maliki dan yang lainnya, mereka mengatakan bahwa hal itu adalah bid’ah.

Kemudian al Qasthalani mengatakan bahwa para ulama Syam telah berselisih tentang menghidupkan malam itu kedalam dua pendapat. Pertama : Dianjurkan untuk menghidupkan malam itu dengan berjama’ah di masjid. Khalid bin Ma’dan, Luqman bin ‘Amir dan yang lainnya mengenakan pakaian terbaiknya, menggunakan wangi-wangian dan menghidupkan malamnya di masjid. Hal ini disetujui oleh Ishaq bin Rohawaih. Dia mengatakan bahwa menghidupkan malam itu di masjid dengan cara berjama’ah tidaklah bid’ah, dinukil dari Harab al Karmaniy didalam kitab Masa’ilnya. Kedua : Dimakruhkan berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat, berdoa akan tetapi tidak dimakruhkan apabila seseorang melaksanakan shalat sendirian, ini adalah pendapat al Auza’i seorang imam dan orang faqih dari Ahli Syam.

Tidak diketahui pendapat Imam Ahmad tentang malam nisfu sya’ban ini, terdapat dua riwayat darinya tentang anjuran melakukan shalat pada malam itu. Dua riwayat itu adalah tentang melakukan shalat di dua malam hari raya. Satu riwayat tidak menganjurkan untuk melakukannya dengan berjama’ah. Hal itu dikarenakan tidaklah berasal dari Nabi saw maupun para sahabatnya. Dan satu riwayat yang menganjurkannya berdasarkan perbuatan Abdurrahman bin Zaid al Aswad dan dia dari kalangan tabi’in.

Demikian pula didalam melakukan shalat dimalam nisfu sya’ban tidaklah sedikit pun berasal dari Nabi saw maupun para sahabatnya. Perbuatan ini berasal dari sekelompok tabi’in khususnya para fuqaha Ahli Syam. (Fatawa al Azhar juz X hal 31)

Sementara itu al Hafizh ibnu Rajab mengatakan bahwa perkataan ini adalah aneh dan lemah karena segala sesuatu yang tidak berasal dari dalil-dalil syar’i yang menyatakan bahwa hal itu disyariatkan maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk menceritakannya didalam agama Allah baik dilakukan sendirian maupun berjama’ah, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan berdasarkan keumuman sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang mengamalkan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak.” Juga dalil-dalil lain yang menunjukkan pelarangan bid’ah dan meminta agar waspada terhadapnya.

Didalam kitab “al Mausu’ah al Fiqhiyah” juz II hal 254 disebutkan bahwa jumhur ulama memakruhkan berkumpul untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban, ini adalah pendapat para ulama Hanafi dan Maliki. Dan mereka menegaskan bahwa berkumpul untuk itu adalah sautu perbuatan bid’ah menurut para imam yang melarangnya, yaitu ‘Atho bin Abi Robah dan Ibnu Malikah.

Sementara itu al Auza’i berpendapat berkumpul di masjid-masjid untuk melaksanakan shalat (menghidupkan malam nisfu sya’ban, pen) adalah makruh karena menghidupkan malam itu tidaklah berasal dari Rasul saw dan tidak juga dilakukan oleh seorang pun dari sahabatnya.

Sementara itu Khalid bin Ma’dan dan Luqman bin ‘Amir serta Ishaq bin Rohawaih menganjurkan untuk menghidupkan malam itu dengan berjama’ah.”

Dengan demikian diperbolehkan bagi seorang muslim untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban dengan berbagai bentuk ibadah seperti shalat, berdzikir maupun berdoa kepada Allah swt yang dilakukan secara sendiri-sendiri. Adapun apabila hal itu dilakukan dengan brjama’ah maka telah terjadi perselisihan dikalangan para ulama seperti penjelasan diatas.

Hendaklah ketika seseorang menghidupkan malam nisfu sya’ban dengan ibadah-ibadah diatas tetap semata-mata karena Allah dan tidak melakukannya dengan cara-cara yang tidak diperintahkan oleh Rasul-Nya saw. Janganlah seseorang melakukan shalat dimalam itu dengan niat panjang umur, bertambah rezeki dan yang lainnya karena hal ini tidak ada dasarnya akan tetapi niatkanlah semata-mata karena Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Begitu pula dengan dzikir-dzikir dan doa-doa yang dipanjatkan hendaklah tidak bertentangan dengan dalil-dalil shahih didalam aqidah dan hukum.

Dan hendaklah setiap muslim menyikapi permasalahan ini dengan bijak tanpa harus menentang atau bahkan menyalahkan pendapat yang lainnya karena bagaimanapun permasalahan ini masih diperselisihkan oleh para ulama meskipun hanya dilakukan oleh para tabi’in.

Wallahu A’lam

Hukum Tunaikan Shalat Jumat di Idul Fitri atau Idul Adha

$
0
0

Eramuslim.com – Ustadz bagaimana ya Hukum tentang Sholat Jum’at yang bertepatan dengan Iedul Adha/ Iedul Fitri.Karena saya pernah dengar tentang hal itu, jadi Sholat Jum’atnya  gugur (cukup Sholat Dhuhur saja). Terimakasih atas penjelasannya Ustadz.

Semoga Allloh Selalu Merahmati Hamba-NYA

Wassalamualaikum Wr Wb

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Syarif Hidayatullah yang dimuliakan Allah swt

Imam Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Nasai dari Zaid bin Arqom menyaksikan bersama Rasulullah saw bersatunya dua hari raya. Maka beliau saw melaksanakan shalat id diawal siang kemudian memberikan rukhshah (keringanan) terhadap shalat jum’at dan bersabda,”Barangsiapa yang ingin menggabungkan maka gabungkanlah.” Didalam sanadnya ada yang tidak dikenal maka hadits ini lemah.

Abu Daud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwa Nabi saw bersabda,”Sungguh telah bersatu dua hari raya pada hari kalian. Maka barangsiapa yang ingin menjadikannya pengganti (shalat) jum’at. Sesungguhnya kami menggabungkannya.” Terdapat catatan didalam sanadnya. Sementara Ahmad bin Hambal membenarkan bahwa hadits ini mursal, yaitu tidak terdapat sahabat didalamnya.

Nasai dan Abu Daud meriwayatkan bahwa pernah terjadi dua hari raya bersatu pada masa Ibnu az Zubeir lalu dia mengakhirkan keluar (untuk shalat, pen) hingga terik meninggi lalu dia keluar dan berkhutbah kemudian melaknakan shalat. Dia dan orang-orang tidak melaksanakan shalat (id) pada hari jum’at..

Catatan bahwa shalat yang dilakukan itu adalah shalat jum’at, hal itu ditunjukkan dengan mengedepankan khutbah sebelum shalat.

Didalam riwayat Abu Daud bahwa pada masa Ibnu az Zubeir telah terjadi hari raya bertepatan dengan hari jum’at lalu dia menggabungkan keduanya dan melaksanakan shalat keduanya dengan dua rakaat lebih awal dan tidak tidak melebihkan dari keduanya hingga dia melaksanakan shalat ashar..

Terhadap berbagai nash tertentu tentang bertepatannya hari jum’at dengan hari raya maka para ulama Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa suatu shalat tidaklah bisa menggantikan shalat yang lainnya dan sesungguhnya setiap dari shalat itu tetap dituntut untuk dilakukan. Suatu shalat tidaklah bisa menggantikan suatu shalat lainnya bahkan tidak diperbolehkan menggabungkan (jama’) diantara keduanya. Sesungguhnya jama’ adalah keringanan khusus terhadap shalat zhuhur dan ashar atau maghrib dan isya.

Sedangkan para ulama Hambali mengatakan bahwa barangsiapa yang melaksanakan shalat id maka tidak lagi ada kewajiban atasnya shalat jum’at kecuali terhadap seorang imam maka kewajiban itu tetap ada padanya jika terdapat jumlah orang yang cukup untuk sahnya suatu shalat jum’at. Adapun jika tidak terdapat jumlah yang memadai maka tidak diwajibkan untuk shalat jum’at…

Para ulama Syafi’i mengatakan bahwa sesungguhnya shalat id sudah mencukupinya dari shalat jum’at bagi penduduk suatu kampung yang tidak mendapatkan jumlah orang yang memadai untuk sahnya suatu shalat jum’at dan mereka yang mendengar suara adzan dari negeri lain yang disana dilaksanakan shalat jum’at maka hendaklah berangkat untuk shalat jum’at. Dalil mereka adalah perkataan Utsman didalam khutbahnya,”Wahai manusia sesungguhnya hari kalian ini telah bersatu dua hari raya (jum’at dan id, pen). Maka barangsiapa dari penduduk al ‘Aliyah—Nawawi mengatakan : ia adalah daerah dekat Madinah dari sebelah timur—yang ingin shalat jum’at bersama kami maka shalatlah dan barangsiapa yang ingin beranjak (tidak shalat jum’at) maka lakukanlah.

Didalam Fatawa Ibnu Taimiyah disebutkan bahwa terdapat tiga pendapat para fuqaha tentang bertepatannya hari jum’at dengan hari raya ini :

1. Bahwa shalat jum’at diwajibkan bagi orang yang telah melaksanakan shalat id maupun yang tidak melaksanakan shalat id, sebagaimana pendapat Malik dan yang lainnya.

2. Bahwa shalat jum’at tidak diwajibkan bagi orang-orang di luat kota, sebagaimana hal itu diriwayatkan dari Utsman bin ‘Affan dan pendapat ini diikuti oleh Syafi’i,

3. Bahwa siapa yang telah melaksanakan shalat id maka tidak ada kewajiban atasnya shalat jum’at akan tetapi bagi seorang imam hendaklah melaksanakan shalat jum’at bersama orang-orang yang menginginkannya, sebagaimana terdapat didalam kitab-kitab sunnah dari Nabi saw, ini adalah pendapat Ahmad.

Kemudian dia (Ibnu Taimiyah) mengatakan : pendapat ini dinukil dari Nabi saw, para khalifah dan sahabatnya. Ini juga perkataan para imam seperti Ahmad dan lainnya yang telah sampai sunnah-sunnah dan atsar kepada mereka sedangkan para ulama yang yang memiliki pendapat berbeda adalah mereka yang tidak sampai sunnah-sunnah dan atsar itu kepada mereka.

Jadi permasalahan ini adalah permasalahan yang didalamnya terdapat perbedaan pendapat para ulama akan tetapi pendapat yang menyatakan cukup dengan shalat id saja atas shalat jum’at adalah lebih kuat tanpa membedakan penduduk di kampung atau di kota, seorang imam atau bukan imam karena tujuan dari kedua shalat itu telah tercapai… Berkumpulnya orang-orang untuk melaksanakan shalat berjamaah serta mendengarkan ceramah jadi shalat apa pun dari kedua shalat itu yang dilakukannya maka itu sudah cukup. “Lihat : Nailul Author, asy Syaukani juz III hal 299, al Fatawa al Islamiyah jilid I hal 71, Fatawa Ibnu Taimiyah jilid XXIV hal 212” (Fatawa al Azhar juz VIII hal 479)

Wallahu A’lam

Hukum Mengucapkan Selamat Natal

$
0
0

sigit1Assalamu’alaikum Pa Ustadz

Saya ingin bertanya bagaimana hukumnya dalam Islam mengucapkan selamat natal. Apakah haram hukumnya? Bagaimana bila alasannya ingin menjaga hubungan baik dgn teman-teman ataupun relasi? Terima kasih untuk jawabannya.

Pertanyaan kedua, bagaimana hukumnya seorang pegawai supermarket yang diminta atasan untuk mengenakan topi sinterklaus dalam rangka memeriahkan natal.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Waalaikumussalam Wr Wb

Perbedaan Pendapat tentang Mengucapkan Selamat Natal

Diantara tema yang mengandung perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat Hari Natal. Para ulama kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum fiqihnya antara yang mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar kepada sejumlah dalil.

Meskipun pengucapan selamat hari natal ini sebagiannya masuk didalam wilayah aqidah namun ia memiliki hukum fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci terhadap berbagai nash-nash syar’i.

Ada dua pendapat di dalam permasalahan ini :

Pendapat Pertama

Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya seperti Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.

Di antara bentuk-bentuk tasyabbuh :
1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.

Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.

Pendapat Kedua

Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal.

Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global-lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non m

uslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil. Firman Allah swt :Artinya :

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah swt :

وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا ﴿٨٦﴾

Artinya : “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)

Lembaga Riset dan Fatwa Eropa juga membolehkan pengucapan selamat ini jika mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin khususnya dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas seperti di Barat. Setelah memaparkan berbagai dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut : Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib. Sesungguhnya Islam menafikan fikroh salib, firman-Nya :

وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِن شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُواْ فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِّنْهُ مَا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلاَّ اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا ﴿١٥٧﴾

Artinya : “Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (QS. An Nisaa : 157)

Kalimat-kalimat yang digunakan dalam pemberian selamat ini pun harus yang tidak mengandung pengukuhan atas agama mereka atau ridho dengannya. Adapun kalimat yang digunakan adalah kalimat pertemanan yang sudah dikenal dimasyarakat.

Tidak dilarang untuk menerima berbagai hadiah dari mereka karena sesungguhnya Nabi saw telah menerima berbagai hadiah dari non muslim seperti al Muqouqis Pemimpin al Qibthi di Mesir dan juga yang lainnya dengan persyaratan bahwa hadiah itu bukanlah yang diharamkan oleh kaum muslimin seperti khomer, daging babi dan lainnya.

Diantara para ulama yang membolehkan adalah DR. Abdus Sattar Fathullah Sa’id, ustadz bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an di Universitas Al Azhar, DR. Muhammad Sayyid Dasuki, ustadz Syari’ah di Univrsitas Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh Muhammad Rasyd Ridho. (www.islamonline.net)

Adapun MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar ajaran Islam dengan disertai berbagai dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :

A) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.

B) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.

C) Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.

D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.

E) Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak.

F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.

G) Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.

Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih
”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.
Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :

  1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
  2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
  3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.

Mengucapkan Selamat Hari Natal Haram kecuali Darurat

Diantara dalil yang digunakan para ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari Natal adalah firman Allah swt :

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٨﴾

Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah : 8)

Ayat ini merupakan rukhshoh (keringanan) dari Allah swt untuk membina hubungan dengan orang-orang yang tidak memusuhi kaum mukminin dan tidak memerangi mereka. Ibnu Zaid mengatakan bahwa hal itu adalah pada awal-awal islam yaitu untuk menghindar dan meninggalkan perintah berperang kemudian di-mansukh (dihapus).

Qatadhah mengatakan bahwa ayat ini dihapus dengan firman Allah swt :

….فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ  ﴿٥﴾

Artinya : “Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka.” (QS. At Taubah : 5)

Adapula yang menyebutkan bahwa hukum ini dikarenakan satu sebab yaitu perdamaian. Ketika perdamaian hilang dengan futuh Mekah maka hukum didalam ayat ini di-mansukh (dihapus) dan yang tinggal hanya tulisannya untuk dibaca. Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini khusus untuk para sekutu Nabi saw dan orang-orang yang terikat perjanjian dengan Nabi saw dan tidak memutuskannya, demikian dikatakan al Hasan.

Al Kalibi mengatakan bahwa mereka adalah Khuza’ah, Banil Harits bin Abdi Manaf, demikian pula dikatakan oleh Abu Sholeh. Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah Khuza’ah.

Mujahid mengatakan bahwa ayat ini dikhususkan terhadap orang-orang beriman yang tidak berhijrah. Ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud didalam ayat ini adalah kaum wanita dan anak-anak dikarenakan mereka tidak ikut memerangi, maka Allah swt mengizinkan untuk berbuat baik kepada mereka, demikianlah disebutkan oleh sebagian ahli tafsir… (al Jami’ li Ahkamil Qur’an juz IX hal 311)

Dari pemaparan yang dsebutkan Imam Qurthubi diatas maka ayat ini tidak bisa diperlakukan secara umum tetapi dikhususkan untuk orang-orang yang terikat perjanjian dengan Rasulullah saw selama mereka tidak memutuskannya (ahli dzimmah).

Hak-hak dan kewajiban-kewajiban kafir dzimmi adalah sama persis dengan kaum muslimin di suatu negara islam. Mereka semua berada dibawah kontrol penuh dari pemerintahan islam sehingga setiap kali mereka melakukan tindakan kriminal, kejahatan atau melanggar perjanjian maka langsung mendapatkan sangsi dari pemerintah.

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Janganlah kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu salah seorang diantara mereka di jalan maka sempitkanlah jalannya.” (HR. Muslim)

Yang dimaksud dengan sempitkan jalan mereka adalah jangan biarkan seorang dzimmi berada ditengah jalan akan tetapi jadikan dia agar berada ditempat yang paling sempit apabila kaum muslimin ikut berjalan bersamanya. Namun apabila jalan itu tidak ramai maka tidak ada halangan baginya. Mereka mengatakan : “Akan tetapi penyempitan di sini jangan sampai menyebabkan orang itu terdorong ke jurang, terbentur dinding atau yang sejenisnya.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XIV hal 211)

Hadits “menyempitkan jalan” itu menunjukkan bahwa seorang muslim harus bisa menjaga izzahnya dihadapan orang-orang non muslim tanpa pernah mau merendahkannya apalagi direndahkan. Namun demikian dalam menampilkan izzah tersebut janganlah sampai menzhalimi mereka sehingga mereka jatuh ke jurang atau terbentur dinding karena jika ini terjadi maka ia akan mendapatkan sangsi.

Disebutkan didalam sejarah bahwa Umar bin Khottob pernah mengadili Gubernur Mesir Amr bin Ash karena perlakuan anaknya yang memukul seorang Nasrani Qibti dalam suatu permainan. Hakim Syuraih pernah memenangkan seorang Yahudi terhadap Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib dalam kasus beju besinya.

Sedangkan pada zaman ini, orang-orang non muslim tidaklah berada dibawah suatu pemerintahan islam yang terus mengawasinya dan bisa memberikan sangsi tegas ketika mereka melakukan pelanggaran kemanusiaan, pelecehan maupun tindakan kriminal terhadap seseorang muslim ataupun umat islam.

Keadaan justru sebaliknya, orang-orang non muslim tampak mendominanasi di berbagai aspek kehidupan manusia baik pilitik, ekonomi, budaya maupun militer. Tidak jarang dikarenakan dominasi ini, mereka melakukan berbagai penghinaan atau pelecehan terhadap simbol-simbol islam sementara si pelakunya tidak pernah mendapatkan sangsi yang tegas dari pemerintahan setempat, terutama di daerah-daerah atau negara-negara yang minoritas kaum muslimin.

Bukan berarti dalam kondisi dimana orang-orang non muslim begitu dominan kemudian kaum muslimin harus kehilangan izzahnya dan larut bersama mereka, mengikuti atau mengakui ajaran-ajaran agama mereka. Seorang muslim harus tetap bisa mempertahankan ciri khas keislamannya dihadapan berbagai ciri khas yang bukan islam didalam kondisi bagaimanapun.

Tentunya diantara mereka—orang-orang non muslim—ada yang berbuat baik kepada kaum muslimin dan tidak menyakitinya maka terhadap mereka setiap muslim diharuskan membalasnya dengan perbuatan baik pula.

Al Qur’an maupun Sunah banyak menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa berbuat baik kepada semua orang baik terhadap sesama muslim maupun non muslim, diantaranya : surat al Mumtahanah ayat 8 diatas. Sabda Rasulullah saw,”Sayangilah orang yang ada di bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Thabrani) Juga sabdanya saw,”Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi maka aku akan menjadi lawannya di hari kiamat.” (HR. Muslim)

Perbuatan baik kepada mereka bukan berarti harus masuk kedalam prinsip-prinsip agama mereka (aqidah) karena batasan didalam hal ini sudah sangat jelas dan tegas digariskan oleh Allah swt :

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾

Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun : 6)

Hari Natal adalah bagian dari prinsip-prinsip agama Nasrani, mereka meyakini bahwa di hari inilah Yesus Kristus dilahirkan. Didalam bahasa Inggris disebut dengan Christmas, Christ berarti Kristus sedangkan Mass berarti masa atau kumpulan jadi bahwa pada hari itu banyak orang berkumpul mengingat / merayakan hari kelahiran Kristus. Dan Kristus menurut keyakinan mereka adalah Allah yang mejelma.

Berbuat kebaikan kepada mereka dalam hal ini adalah bukan dengan ikut memberikan selamat Hari Natal dikarenakan alasan diatas akan tetapi dengan tidak mengganggu mereka didalam merayakannya (aspek sosial).

Pemberian ucapan selamat Natal baik dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu berarti sudah memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela dengan prinsip-prinsip agama mereka. Hal ini dilarang oleh Allah swt dalam firman-Nya,

إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ ﴿٧﴾

Artinya : “Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar : 7)

Jadi pemberian ucapan Selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani baik ia adalah kerabat, teman dekat, tetangga, teman kantor, teman sekolah dan lainnya adalah haram hukumnya, sebagaimana pendapat kelompok pertama (Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibn Baaz dan lainnya) dan juga fatwa MUI.

Namun demikian setiap muslim yang berada diantara lingkungan mayoritas orang-orang Nasrani, seperti muslim yang tempat tinggalnya diantara rumah-rumah orang Nasrani, pegawai yang bekerja dengan orang Nasrani, seorang siswa di sekolah Nasrani, seorang pebisnis muslim yang sangat tergantung dengan pebisinis Nasrani atau kaum muslimin yang berada di daerah-daerah atau negeri-negeri non muslim maka boleh memberikan ucapan selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani yang ada di sekitarnya tersebut disebabkan keterpaksaan. Ucapan selamat yang keluar darinya pun harus tidak dibarengi dengan keredhoan didalam hatinya serta diharuskan baginya untuk beristighfar dan bertaubat.

Diantara kondisi terpaksa misalnya; jika seorang pegawai muslim tidak mengucapkan Selamat Hari Natal kepada boss atau atasannya maka ia akan dipecat, karirnya dihambat, dikurangi hak-haknya. Atau seorang siswa muslim apabila tidak memberikan ucapan Selamat Natal kepada Gurunya maka kemungkinan ia akan ditekan nilainya, diperlakukan tidak adil, dikurangi hak-haknya. Atau seorang muslim yang tinggal di suatu daerah atau negara non muslim apabila tidak memberikan Selamat Hari Natal kepada para tetangga Nasrani di sekitarnya akan mendapatkan tekanan sosial dan lain sebagainya.

مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٠٦﴾

Artinya : “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An Nahl : 106)

Adapun apabila keadaan atau kondisi sekitarnya tidaklah memaksa atau mendesaknya dan tidak ada pengaruh sama sekali terhadap karir, jabatan, hak-hak atau perlakuan orang-orang Nasrani sekelilingnya terhadap diri dan keluarganya maka tidak diperbolehkan baginya mengucapkan Selamat Hari Natal kepada mereka.

Hukum Mengenakan Topi Sinterklas

Sebagai seorang muslim sudah seharusnya bangga terhadap agamanya yang diimplementasikan dengan berpenampilan yang mencirikan keislamannya. Allah swt telah menetapkan berbagai ciri khas seorang muslim yang membedakannya dari orang-orang non muslim.

Dari sisi bisnis dan muamalah, islam menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba yang merupakan warisan orang-orang jahiliyah. Dari sisi busana, islam memerintahkan umatnya untuk menggunakan busana yang menutup auratnya kecuali terhadap orang-orang yang diperbolehkan melihatnya dari kalangan anggota keluarganya. Dari sisi penampilan, islam meminta kepada seorang muslim untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis.

Islam meminta setiap umatnya untuk bisa membedakan penampilannya dari orang-orang non muslim, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Bedakanlah dirimu dari orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis.” (Muttafaq Alaih)

Islam melarang umatnya untuk meniru-niru berbagai prilaku yang menjadi bagian ritual keagamaan tertentu diluar islam atau mengenakan simbol-simbol yang menjadi ciri khas mereka seperti mengenakan salib atau pakaian khas mereka.

Terkadang seorang muslim juga mengenakan topi dan pakaian Sinterklas didalam suatu pesta perayaan Natal dengan teman-teman atau bossnya, untuk menyambut para tamu perusahaan yang datang atau yang lainnya.

Sinterklas sendiri berasal dari Holland yang dibawa ke negeri kita. Dan diantara keyakinan orang-orang Nasrani adalah bahwa ia sebenarnya adalah seorang uskup gereja katolik yang pada usia 18 tahun sudah diangkat sebagai pastor. Ia memiliki sikap belas kasihan, membela umat dan fakir miskin. Bahkah didalam legenda mereka disebutkan bahwa ia adalah wakil Tuhan dikarenakan bisa menghidupkan orang yang sudah mati.

Sinterklas yang ada sekarang dalam hal pakaian maupun postur tubuhnya, dengan mengenakan topi tidur, baju berwarna merah tanpa jubah dan bertubuh gendut serta selalu tertawa adalah berasal dari Amerika yang berbeda dengan aslinya yang berasal dari Turki yang selalu mengenakan jubah, tidak mesti berbaju merah, tidak gendut dan jarang tertawa. (disarikan dari sumber : http://h-k-b-p.blogspot.com)

Namun demikian topi tidur dengan pakaian merah yang biasa dikenakan sinterklas ini sudah menjadi ciri khas orang-orang Nasrani yang hanya ada pada saat perayaan Hari Natal sehingga dilarang bagi setiap muslim mengenakannya dikarenakan termasuk didalam meniru-niru suatu kaum diluar islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Siapa yang meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.” (Muttafaq Alaih)

Tidak jarang diawali dari sekedar meniru berubah menjadi penerinaan dan akhirnya menjadi pengakuan sehingga bukan tidak mungkin bagi kaum muslimin yang tidak memiliki dasar keimanan yang kuat kepada Allah ia akan terseret lebih jauh lagi dari sekedar pengakuan namun bisa menjadikannya berpindah agama (murtad)

Akan tetapi jika memang seseorang muslim berada dalam kondisi terdesak dan berbagai upaya untuk menghindar darinya tidak berhasil maka ia diperbolehkan mengenakannya dikarenakan darurat atau terpaksa dengan hati yang tidak redho, beristighfar dan bertaubat kepada Allah swt, seperti : seorang karyawan supermarket miliki seorang Nasrani, seorang resepsionis suatu perusahaan asing, para penjaga counter di perusahaan non muslim untuk yang diharuskan mengenakan topi sinterklas dalam menyambut para tamunya dengan ancaman apabila ia menolaknya maka akan dipecat.

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban-jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab, silahkan kunjungi link ini :

Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…

Viewing all 153 articles
Browse latest View live